Pedang Pusaka menceritakan tentang seorang manusia pelarian yang di anggap manusia dewa berasal dari Tiongkok yang tiba di Nusantara untuk mencari kedamaian dan kehidupan yang baru bagi keturunannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Petualangan
"Paman, kita sudah sampai mana?" Tanya Siaw Gin kepada paman Bu di tengah perjalanan.
"Kita baru sampai provinsi Cin Ann. Masih setengah perjalanan lagi ke daerah himalaya". Jawab mantan panglima tua kerajaan itu.
"Hari sudah hampir malam. Baiknya kita beristirahat di puncak bukit sana". Seru kek Xiansu yang meskipun sedang bersemedi, namun awas dengan keadaan.
Tak berapa lama, tibalah mereka di puncak bukit tersebut. Mantan prajurit yang berjumlah puluhan orang itu segera menambatkan kuda mereka.
Ada yang mengambil air disungai kaki bukit untuk memberi minum kuda kuda mereka. Ada pula yang sibuk mempersiapkan kayu kayu kering untuk membuat perapian di malam hari.
Pada saat malam tiba, mereka semua yang berjumlah 52 orang itu mengelilingi lingkaran api unggun besar yang dibuat oleh para prajurit. Meskipun mereka bukan lagi tentara, namun mereka masih sangat mendengar semua perintah panglima Bu dan Xiansu.
Di antara rombongan mereka terdapat juga anak kecil dan wanita yang menjadi istri istri sebagian mereka.
Sedang asyiknya mereka semua bercakap cakap satu sama lain, tiba tiba dari barang bawaan di kereta kuda paling belakang terdengar bunyi krasak krusuk.
"Biar aku yang memeriksa". Seru Xiansu sambil bangun menuju ke asal suara.
Sesampainya Xiansu di situ, dia dikagetkan oleh seorang bocah remaja yang turun tiba tiba dari dalam bagasi kereta itu.
"Paduka,, apa yang, kau lakukan disini?" Teriak Xiansu dengan penuh kekagetan.
"Maaf kakek, baru sekarang aku berani memperlihatkan diri pada kalian". Jawab bocah yang tidak lain adalah putra mahkota kerajaan Qing.
"Apakah baginda tau paduka disini?" Tanya Xiansu sambil memegang lembut bahu Siaw Jin.
"Mari kita duduk dulu kek. Aku sangat sangat lapar sekarang. Bekal roti kering yang kubawa sudah habis". Jawab Siaw Jin sambil berjalan menuju ke arah api unggun dimana semua nya berkumpul.
Setelah makan minum dari perbekalan yang disiapkan oleh para wanita disitu, Siaw Jin pun bercerita kepada mereka yang mendengarkan dengan penuh perhatian.
Dimana hari selepas sidang dia segera mempersiapkan bekalnya sambil masuk ke gudang pusaka untuk mengambil sepasang pedang putih dan membawa beberapa pasang pakaian dan makanan.
Sebelum mereka semua menaiki kereta, dengan alasan mengawasi, Siaw Jin berhasil masuk ke tempat barang bawaan yang berada di belakang kereta.
berhari hari dia tinggal di tempat sempit itu dengan segala keterbatasan ruang gerak hingga sampai ke tempat dimana mereka berada saat ini.
"Untung Xiansu dan paman Bu tidak naik ke kereta yang aku tumpangi, kalau tidak, sudah pasti ketahuan dari awal awal. Hahahaha,"
Bersamaan suara tawa Siaw Jin, para mantan prajurit kerajaan yang ada disana pun tertawa lepas.
Semua merasa geli hatinya. Bagaimana tidak, ayahnya ingin menghukum mereka, namun malah anaknya ikut pula 'terhukum'.
"Sekarang, apa rencana paduka?" Tanya Xiansu setelah tawa mereka mereda.
"Yang pertama, jangan panggil aku dengan sebutan paduka. Yang kedua, aku akan mengikuti kalian kemanapun kalian pergi. Aku pun muak berada di sana, dimana orang orang baik selalu tertindas". Saat mengatakan hal itu, bayangan Siaw Jin kembali terkenang kepada keluarga ayah angkatnya.
"Apakah keputusan anda sudah bulat?" Kembali Xiansu berkata dengan wajah serius.
"Sudah. Dan aku minta sekali lagi, aku adalah Siaw Jin bagi kalian semua. Jangan pernah anggap aku adalah putra mahkota kerajaan Qing". Jawaban Siaw Jin tegas menatap mata Xiansu yang malah merasakan keharuan dalam hatinya.
Begitulah, pada hari hari selanjutnya, Siaw Jin kembali bersama mereka melakukan perjalanan yang panjang dengan riang gembira.
Pada saat mereka hampir tiba di perbatasan daerah himalaya, beberapa orang prajurit segera meminta izin memisahkan diri bersama keluarga mereka.
Ada sebagian yang ingin menyambangi keluarga dan kerabatnya. Toh lagi pula, batas hukuman mereka sudah terlampaui karena kini mereka semua sudah menginjakkan kaki di perbatasan himalaya yang memang tidak masuk kedalam area kerajaan Qing.
###~***~###
Keadaan pegunungan himalaya saat itu sangat menyeramkan bagi mereka yang mengetahui apa yang sedang terjadi.
Namun bagi para pelancong yang baru menginjakkan kakinya disana, himalaya merupakan tempat yang sangat indah dan sejuk.
Gunung gunung berbaris rapi dengan warna putih keperakan bahkan ada yang berwarna keemasan diterpa sinar mentari.
Di pegunungan himalaya sudah semenjak setahun yang lalu timbul kejadian kejadian aneh.
Dimana mana sering di dapati mayat mayat bergelimpangan. Ada yang terluka karna senjata, ada pula yang terluka karena bekas cakaran dan cengkraman binatang buas.
Para penduduk sekitar yang kebanyakan dari mereka merupakan pemburu, selama ini sering enggan mencari buruan dikarenakan mitos yang di hubungkan dengan kejadian kejadian setahun ini.
Ada pula warga yang bercerita di rumah rumah makan yang mengaku pernah melihat hewan mitologi yang dianggap binatang dewa tinggi besar berbulu putih yang suka memangsa manusia yang lewat daerah kekuasaannya.
Dalam keadaan seperti itulah rombongan yang di pimpin bekas panglima kerajaan bersama Xiansu itu melewati kaki pegunungan pertama di himalaya.
Ketika melewati sebuah dusun yang lumayan ramai, panglima Bu mengajak beberapa bekas prajurit yang masih bertahan bersama mereka ke sebuah warung makan.
Selain untuk membeli beberapa makanan, mereka ingin mencari informasi kenapa selama mereka memasuki wilayah tersebut, jalanan tampak begitu sepi.
Meski mereka berjumpa dengan orang lain, namun tampak ketakutan di wajah orang orang yang lewat itu.
Setelah memasuki rumah makan yang memang nampak agak sepi itu, mantan panglima Bu atau kita sebut saja paman Bu segera memesan beberapa makanan untuk di bungkus.
Sembari menunggu, paman Bu bertanya tanya tentang keadaan yang tampak mencekam di daerah itu.
Kebetulan orang gendut yang berada disitu adalah orang yang sangat suka bercerita. Maka diceritakan lah bagaimana keadaan himalaya saat itu secara lengkap bahkan ada sebagian kecil yang di lebih lebihkan.
"Jadi banyak korban berjatuhan karna makhluk itu?" Tanya paman Bu tertarik.
"Ya tuan. Banyak yang di mangsa oleh makhluk dewa itu. Bahkan para pendekar yang sebelumnya sesumbar ingin melenyapkan makhluk itu, tidak pernah kembali dan jasad mereka membusuk di pegunungan jika tidak ditemukan warga yang pergi berburu". Tutup cerita si gendut sambil mengunyah paha bebek panggang di tangannya.
"Terimakasih saudara, kami pergi dulu". Paman Bu berpamitan setelah melihat mantan bawahannya sudah memegang bungkusan makanan yang mereka pesan.
Sesampainya paman Bu ke rombongan mereka, segera dia menceritakan apa yang di dengarnya di rumah makan tadi kepada Xiansu dan beberapa orang yang beristirahat di tengah hutan itu.
"Kita mesti hati hati. Jangan terpisah dari rombongan terlalu jauh". Pesan Xiansu kepada mereka.
Namun dari tadi,yang paling tertarik mendengar cerita paman Bu adalah Siaw Jin. Bahkan dia mengikuti kemana pun paman Bu pergi untuk menanyakan informasi yang menurutnya masih kurang lengkap disampaikan oleh paman Bu.
Kita tinggalkan sejenak Siaw Jin. Bocah yang riang gembira bahkan sering dianggap sedikit nakal oleh mereka yang selama ini berjalan jauh bersamanya.
Mari kita lihat keadaan sebenarnya yang terjadi di daerah pegunungan himalaya saat itu.
BERSAMBUNG. . .