Gadis cantik selesai mandi, pulang ke gubugnya di tepi sungai. Tubuh mulus putih ramping dan berdada padat, hanya berbalut kain jarik, membuat mata Rangga melotot lebar. Dari tempatnya berada, Rangga bergerak cepat.
Mendorong tubuh gadis itu ke dalam gubug lalu mengunci pintu.
"Tolong, jangan!"
Sret, sret, kain jarik terlepas, mulut gadis itu dibekap, lalu selesai! Mahkota terengut sudah dengan tetesan darah perawan.
Namun gadis itu adalah seorang petugas kesehatan, dengan cepat tangannya meraih alat suntik yang berisikan cairan obat, entah apa.
Cross! Ia tusuk alat vital milik pria bejad itu.
"Seumur hidup kau akan mandul dan loyo!" sumpahnya penuh dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syarifah Hanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Dimana kamu mengenal Diki?", tanya bu Iyus sambil mengaduk aduk minuman di depannya.
Setelah mereka selesai melakukan transaksi pembayaran barang barang di toko tadi, Nadira mengajak bu Iyus ke restoran cepat saji ayam goreng kakek kakek, sekalian membelikan pesanan untuk Bella
" Aku tidak mengenalnya bu! Kami bertemu di kapal penyeberangan!", jawab Nadira seadanya.
Kenyataannya memang seperti itu, tidak kurang tidak lebih.
"Hem, begitu ya? Diki itu keponakan almarhum suami ibu. Rumahnya di seberang pulau.
Jauh jauh di sini, ia cuma bekerja sebagai penjaga toko elektronik milik keluarganya", kata bu Iyus tanpa diminta.
Karena tidak ingin menanggapi, Nadira tidak berkomentar apa pun juga, ia asyik menikmati makanan di hadapannya.
Sadar lawan bicaranya tidak merespon ucapannya, bu Iyus jadi melanjutkan menyantap makanannya.
Setelah selesai, mereka berdua keluar dari kedai ayam goreng tersebut.
" Biasanya Diki mengantar barang ke konsumen setelah mereka tutup toko. Masih sekitar tiga jam lagi"
Keduanya lantas naik ke motor lalu bu Iyus melajukan.motornya dengan kecepatan sedang.
"Mana pesanan Bella?"
Gadis cantik itu menadahkan tangannya, menagih janji Nadira, sesaat setelah mereka tiba.
"Ini untukmu adikku!", ucap Nadira, lalu menyodorkan kantong plastik putih kepada Nadira.
" Terimakasih kakak!", ujar Bella lalu berlari masuk ke rumahnya.
"Bu Iyus, terimakasih ya! Sudah bermurah hati mengantarkan saya ke toko!"
Kemudian Nadira melangkah ke rumahnya.
Tapi tanpa Nadira sangka, bu Iyus mengikuti Nadira masuk ke rumahnya.
"Bukan bermaksud kepo ya Nadira, tapi ibu hanya ingin tahu cerita tentang keluargamu selengkapnya.
Hanya untuk berjaga jaga jika ada tetangga yang mengusili kamu dan kita punya jawaban yang kompak".
Perempuan tambun itu menatap Nadira dengan tatapan memohon.
Ia hanya merasa perlu.melindungi siapa pun yang mengontrak rumahnya.
Ia memang seorang janda, suaminya kabur setelah pernikahan mereka menginjak usia sepuluh tahun.
Pria yang ia kira setia, ternyata selingkuh, kepincut janda kembang lorong sebelah.
Apa mau dikata, jodoh mereka hanya sampai segitu saja, mau Iyus menangis darah sekali pun, suaminya tetap tidak goyah, pesona janda kembang itu sungguh luar biasa memikat suami bu Iyus.
Tentu saja ucapan bu Iyus mengagetkan Nadira, ia bingung akan menjawab apa.
Beruntung, Bella datang setelah ia habis melahap ayam goreng bawaan Nadira tadi.
" Ibu, sudah mau maghrib, ayo pulang!"
Sontak raut wajah bu Iyus berubah masam. Anak gadisnya itu sudah mengganggu rasa penasarannya terhadap Nadira.
"Kakak, sering sering mentraktir Bella ya! Sungguh Bella ikhlas kok!", seru Bella lucu sebelum ia benar benar masuk ke dalam rumahnya sendiri.
Kedatangan Bella tentu saja membuat bu Iyus bersungut sungut, ia masih penasaran dengan kisah hidup Nadira, namun anak gadisnya menggagalkannya.
Lepas maghrib, sebuah mobil bak terbuka berhenti di depan rumah mereka.
Dengan sigap Diki, dibantu seorang temannya, menurunkan satu persatu barang barang yang sudah dibeli oleh Nadira tadi.
Ia segera menyusun seperti permintaan si pemilik rumah.
" Sudah selesai mbak, sudah kita cek, semuanya oke ya? Kami pamit".
"Eh tunggu mas, ini ada sedikit untuk jajan", ucap Nadira sambil menyodorkan uang merah dua lembar.
Diki menolak, tentu saja ia merasa gengsi menerima yang dari Nadira, gadis ayu yang sudah menarik perhatiannya sejak mereka berada di kapal penyeberangan.
" Sudah mbak, tidak usah", tolak Diki tegas.
Mana mungkin ia menjatuhkan harga dirinya di depan wanita pujaannya.
Lain ceritanya jika yang memberi uang itu bukan Nadira, tapi orang lain, tentu akan ia terima denhan senang hati.
"Jangan menolak rezeki bang Diki! Sini mbak, uangnya untuk aku saja!", seru rekan Diki.
" Hush!"
Diki melotot dan menggelengkan kepalanya kepada rekannya tersebut, dengan sorot matanya yang terlihat begitu gusar.
"Terimakasih mbak cantik! Mirah rezeki, sehat sejahtera selalu ya".
Pemuda yang masih remaja itu melompat lompat menuju ke mobil.mereka.
Sambil menahan malu, akhirnya Diki pamit undur diri.
" Malu maluin saja kamu! Hausnya jangan kau terima uang dari mbak itu!", sembur Diki sambil menoyor kepala anak itu sehingga kepalanya nyaris membentur kaca pintu mobil.
Malu?! Biasanya juga begitu kok. Ahai, aku tahu, sebenarnya abang naksir mbak tadikan?", ujar bocah itu cengengesan dan mengejek Diki.
"Itu kau tahu, tapi mengapa kau terima juga uang darinya?", sentak Diki.
" Itu derita lu bang! Bukan urusanku! Lumayan, duit ini bisa untuk beli beras ibuku!"
"Enak saja kau! Bagi aku seratus!"
"Oh tidak bisa! Tadi abang menolak, sekarang abang meminta, dasar plin plan!"
Remaja rekan Diki itu lantas mengantongi lembaran uang tersebut di saku celananya sebelah kiri agar tidak mudah terjangkau oleh Diki.
"Makanya jadi orang jangan munafik! Kalau mata masih ijo melihat uang, gengsi itu dituruni! Yang abang taksirkan orangnya bukan duit, ha ha ha..!
Plak plak..!
Tawa remaja pria itu langsung berhenti karena kepalanya ditabok oleh Diki.
" Sakit bang!"
Sementara itu di rumahnya, Nadira sedang sibuk berpikir, ia teringat saran dari bu Iyus saat di toko tadi.
"Lebih baik kamu membuka les private, sambil membuat aneka es kekinian, makanya beli saja kulkas yang besar jika cukup uangmu".
Mengingat bu Iyus, Nadira meringis, betapa sibuknya perempuan itu saat ia tahu berapa nominal yang harus dibayar oleh Nadira.
" Banyak duitmu Nadira", bisik bu Iyus tepat di dekat telinga Nadira.
"Uang online bu! Kalau uang kontan secukupnya saja".
Setelah menimbang saran dari bu Iyus, akhirnya Nadira memutuskan memilih mengikuti saran itu.
Niat awalnya untuk menjadi lebih produktif di dunia konten kreator, ia pending dulu.
Nadira membuka beberapa aplikasi silih berganti di ponsel pintar miliknya.
Mencari informasi untuk rencana bisnisnya.
" Assalamualaikum".
Lamunan Nadira terpenggal dengan suara salam dati bu Iyus.
Sambil menjawab salam, Nadira membuka pintu rumahnya.
"Wah, keren rumahmu sekarang Nadira! Jadi terlihat lebih hidup, tidak kosong melompong", ucap bu Iyus. Perempuan paro baya itu berdiri sambil mengitari matanya penuh kekaguman.
" Biasa saja bu!", sahut Nadira kalem.
"Eh, tadi kita tidak jadi ngobrol gara gara Bella!"
Mendengar tuntutan tetangganya itu, Nadira cuma melongo.
"Loh kok jadi tanggung jawabku?", keluhnya lemas.
Namun sedetik kemudian, ia sadar, ia akan menceritakan secara garis besar agar bu Iyus tidak banyak tanya lagi.
Dengan demikian bu Iyus bisa menghandel jika ada tetangga lain yang julid.
" Bu, seperti.yang saya bilang, suami saya kabur setelah kami.menikah siri. Saya tidak tahu alasannya ia meninggalkan saya.
Saya juga berusaha tidak peduli, tapi saya takut bu, jika saya hamil, karena sebelum kabur, kami sempat bergaul tanpa pengaman".
Lagi lagi Nadira menjadi pengarang bebas yang dengan lancar bercerita dusta.
Saya juga sudah yatim piatu bu.
Makanya saya meninggalkan kampung halaman saya untuk melupakan semuanya.
Saya ingin memulai hidup baru di sini. Dengan keluarga saya yang baru yaitu ibu dan Bella".
Sengaja Nadira mendramasitir raut wajahnya jadi sangat menyedihkan untuk menarik simpati bu Iyus.