NovelToon NovelToon
RanggaDinata

RanggaDinata

Status: tamat
Genre:Teen / Tamat / Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: patrickgansuwu

"Rangga, gue suka sama lo!"

Mencintai dalam diam tak selamanya efektif, terkadang kita harus sedikit memberi ruang bagi cinta itu untuk bersemi menjadi satu.



Rangga Dinata, sosok pemuda tampan idola sekolah & merupakan kapten tim basket di sekolahnya, berhasil memikat hati sosok wanita cantik yang pintar dan manis—Fira. Ya itulah namanya, Fira si imut yang selama ini memendam perasaannya kepada kapten basket tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon patrickgansuwu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6. Keputusan yang menyakitkan

Setelah insiden di koridor, Fira semakin merasa tertekan. Hubungannya dengan Rangga yang awalnya membawa kebahagiaan, kini menjadi sumber dari segala kekhawatirannya. Gosip yang terus beredar semakin memengaruhi kesehariannya. Ia tak bisa lagi berjalan di sekolah tanpa merasakan tatapan tajam atau bisikan di belakangnya. Meskipun Rangga selalu ada untuk mendukungnya, Fira mulai bertanya-tanya apakah hubungan ini sepadan dengan semua rasa sakit yang harus ia tanggung.

Sore itu, setelah latihan basket Rangga selesai, mereka berdua duduk di pinggir lapangan yang sepi. Rangga terlihat lelah setelah latihan, namun ada kecemasan di wajahnya yang Fira belum pernah lihat sebelumnya.

“Kita nggak bisa terus-terusan kayak gini, Fir,” kata Rangga tiba-tiba, memecah keheningan di antara mereka.

Fira menatap Rangga, merasa ada sesuatu yang salah. “Maksud lo apa?”

Rangga menghela napas panjang, lalu menatap Fira dengan serius. “Lo menderita karena hubungan ini. Gue bisa lihat itu. Setiap hari lo harus ngadepin omongan orang-orang. Mereka jahat sama lo karena gue, dan gue nggak bisa terus-terusan biarin lo jadi korban.”

Perkataan Rangga seakan menghantam Fira seperti pukulan telak. Dia tahu bahwa gosip dan tekanan dari teman-temannya memang membuatnya lelah, tapi mendengar Rangga mengakui hal itu membuat semuanya terasa lebih nyata dan menyakitkan.

"Lo nggak perlu mikirin itu, Rangga. Gue bisa hadapin ini," jawab Fira berusaha tegar, meski hatinya bergetar. "Yang penting kita tetep bareng-bareng, kan?"

Namun, Rangga menggeleng pelan, sorot matanya penuh dengan rasa bersalah. “Gue nggak yakin itu cukup, Fir. Setiap kali gue ngeliat lo disakiti, gue ngerasa gue gagal buat ngelindungin lo. Gue nggak mau lo ngerasa harus kuat sendirian.”

Fira merasa hatinya mencelos. Kata-kata Rangga terdengar seperti akhir dari segala yang mereka bangun selama ini. Ia mencoba menahan air matanya, tapi kesedihan itu terlalu besar untuk disembunyikan.

“Jadi lo mau kita putus?” tanya Fira dengan suara bergetar, seolah-olah pertanyaan itu tidak seharusnya keluar dari mulutnya.

Rangga terdiam. Dia tampak sangat terpukul dengan pilihan yang dia pertimbangkan, tapi pada akhirnya, dia mengangguk pelan. "Gue nggak mau lo tersakiti lebih jauh, Fir. Gue sayang sama lo, tapi gue nggak bisa ngebantu lo kalau gue adalah sumber masalahnya."

Fira tak bisa lagi menahan tangisnya. Air matanya jatuh tanpa henti, menghantam tanah di bawah kakinya. Ia sudah memprediksi bahwa situasi ini akan semakin rumit, tapi ia tak pernah siap untuk menghadapi kenyataan bahwa Rangga akan melepaskannya demi kebaikannya sendiri.

Rangga mendekat, memegang kedua bahu Fira dengan lembut. "Ini bukan berarti gue berhenti sayang sama lo. Gue cuma nggak mau lihat lo menderita gara-gara gue."

“Tapi, Rangga… gue nggak peduli soal gosip. Gue cuma mau bareng sama lo,” balas Fira sambil tersedu-sedu.

Namun, Rangga menggeleng lagi. "Gue peduli, Fir. Gue nggak mau jadi alasan lo ngerasa tertekan tiap hari. Gue nggak mau orang lain ngelukain lo."

Mereka berdua terdiam dalam keheningan yang menyakitkan. Fira merasakan dunia di sekelilingnya runtuh. Seberapa keras pun ia ingin mempertahankan hubungan ini, ia tahu bahwa Rangga mengatakan hal yang benar. Mereka mungkin bisa bertahan, tapi setiap hari akan penuh dengan tantangan yang semakin berat. Perasaan cinta mereka tidak akan mengubah fakta bahwa lingkungan di sekitar mereka terus mempengaruhi hidup mereka.

Rangga menarik nafas panjang, lalu menatap Fira dengan tatapan lembut, namun penuh kesedihan. “Mungkin kita butuh waktu, Fir. Gue nggak tau apa yang akan terjadi di masa depan, tapi buat sekarang… mungkin kita perlu sendiri-sendiri dulu.”

Kata-kata itu terasa seperti palu yang menghantam dada Fira. Hatinya hancur, tapi di dalam dirinya, ia tahu bahwa Rangga hanya ingin yang terbaik untuknya. Dengan berat hati, Fira mengangguk, meskipun seluruh jiwanya ingin berteriak dan melawan keputusan ini.

“Aku ngerti,” bisik Fira akhirnya. Suaranya terdengar lemah, seolah semua energinya telah terserap oleh kesedihan yang begitu mendalam.

Rangga meraih tangan Fira, menggenggamnya dengan erat untuk yang terakhir kalinya. "Gue janji, Fir. Kalau semua ini udah selesai, kalau kita bisa lewatin ini, gue akan cari lo lagi."

Fira hanya bisa tersenyum pahit, meski air mata terus mengalir di pipinya. “Makasih, Rangga.”

Setelah itu, mereka berdua terdiam. Tak ada kata-kata lagi yang bisa diucapkan. Hanya rasa sakit yang membekas di hati mereka, meninggalkan luka yang dalam dan perasaan kehilangan yang tak tertahankan.

 

Malam itu, Fira pulang ke rumah dengan perasaan hampa. Kamar yang biasanya menjadi tempat perlindungannya kini terasa begitu sepi. Ia duduk di tepi tempat tidurnya, merenungi setiap kejadian yang baru saja ia lalui. Hatinya terasa kosong, seolah semua kebahagiaan yang pernah ia rasakan bersama Rangga lenyap begitu saja.

Pikirannya berputar-putar, kembali ke momen-momen kebersamaan mereka. Senyum Rangga, tawa mereka, saat-saat manis di perpustakaan dan taman sekolah. Semua kenangan itu kini terasa seperti mimpi yang berakhir terlalu cepat.

Fira menarik nafas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Namun, semakin ia berusaha, semakin banyak air mata yang mengalir. Ia merasa tersesat dalam perasaannya sendiri, tak tahu bagaimana cara menghadapi kenyataan bahwa Rangga sudah tidak lagi menjadi bagian dari hidupnya—setidaknya untuk sekarang.

Selama beberapa hari berikutnya, Fira menjalani rutinitas sekolahnya dengan berat hati. Hubungannya dengan Rangga kini berubah drastis. Mereka tidak lagi berjalan bersama setelah sekolah, tidak lagi berbincang santai di perpustakaan, dan tidak lagi saling menatap dengan penuh kasih. Rangga tetap memperhatikan Fira dari jauh, tapi keduanya sepakat untuk memberi jarak. Rangga tidak ingin membuat Fira merasa semakin terbebani oleh kehadirannya, dan Fira pun tahu bahwa ini mungkin yang terbaik.

Namun, jarak di antara mereka terasa sangat menyakitkan. Setiap kali Fira melihat Rangga dari kejauhan—baik saat latihan basket atau sekadar berjalan di koridor—ia merasa hatinya hancur lagi dan lagi. Ketika teman-temannya bertanya tentang hubungannya dengan Rangga, Fira hanya tersenyum tipis dan menghindari pembicaraan itu. Dinda dan beberapa teman terdekatnya menyadari perubahan suasana hati Fira, tetapi mereka memilih untuk tidak menekannya.

Meski begitu, gosip di sekolah perlahan mulai mereda. Orang-orang sepertinya kehilangan minat untuk membicarakan Fira setelah mereka melihat bahwa kedekatannya dengan Rangga mulai merenggang. Namun, meski gosip berakhir, rasa sakit yang Fira rasakan tetap ada.

Di suatu sore yang sunyi, setelah pulang dari sekolah, Fira duduk di meja belajarnya. Di depannya terdapat buku catatan yang biasa ia gunakan untuk menulis jurnal. Ia membuka halaman baru dan mulai menulis, mencurahkan semua perasaannya yang tak terkatakan.

"Aku mencintai Rangga. Tapi kadang cinta saja tidak cukup. Aku ingin bersamanya, tapi ada hal-hal di luar kendaliku yang tak bisa kuhindari. Rangga, aku tahu kau hanya ingin melindungiku, tapi di hatiku, aku selalu berharap kita bisa menemukan jalan untuk kembali bersama. Mungkin sekarang bukan waktunya. Tapi suatu hari nanti, aku berharap kita bisa bertemu lagi, di waktu dan tempat yang lebih baik."

Fira menutup buku catatannya, menatap jendela yang memperlihatkan langit senja. Ia tahu bahwa ini adalah proses yang harus ia lewati. Meski sulit, ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa keputusan ini adalah yang terbaik untuk mereka berdua.

Namun, di dalam hatinya, Fira masih berharap bahwa ini bukan akhir. Bahwa suatu saat, ketika mereka sudah lebih dewasa dan lebih kuat, takdir akan mempertemukan mereka kembali.

 

Dalam bab ini, Fira dan Rangga harus menghadapi keputusan yang berat demi kebaikan mereka masing-masing, namun ada harapan bahwa masa depan bisa membawa mereka kembali bersama. Bagaimana menurutmu kelanjutan ceritanya?

1
Rea Ana
wes fir.... fir... semoga kau tak stress, hidup kau buat tarik ulur, pusing dibuat sendiri
Rea Ana
fira labil
Rea Ana
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!