Aulia Aisha Fahmi Merupakan sepupu Andika, mereka menjalin cinta tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Andika adalah cinta pertama Aulia dan ia begitu mencintainya. Namun, kejujuran Andika pada ayahnya untuk menikahi Aulia ditentang hingga Andika perlahan-lahan hilang tanpa kabar.
Kehilangan Andika membuat Aulia frustrasi dan mengunci hatinya untuk tidak menerima pria lain karena sakit di hatinya begitu besar pada Andika, hingga seorang pria datang memberi warna baru di kehidupan Aulia... Akankah Aulia bisa menerima pria baru itu atau masih terkurung dalam masa lalunya.
Penasaran dengan kisah selanjutnya, yuk ikuti terus setiap episode terbaru dari cerita Cinta untuk sekali lagi 😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aninda Peto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 14
"Aku, perlahan-lahan mulai merindukannya dan ingin terus menghabiskan seluruh waktuku bersamanya... Dia adalah pria yang yang dulu, karena perasaan terpaksa aku menerimanya, perlahan-lahan menjadi terbiasa. Kemudian cinta mulai tumbuh sampai menciptakan kerinduan yang mendalam"
Setiap hari menghabiskan waktu berdua, membangun cinta yang dulu tak ada bahkan memikirkan untuk membalas cinta Ryan tak terlintas sedikit pun di pikiran Aulia. Namun, kebiasaan bersama melahirkan perasaan terbiasa dan ingin selalu bersama. Suka maupun duka telah mereka lewati, mulai dari rumitnya hubungan mereka yang tak direstui.
Perempuan itu, menjadi takut akan kisahnya yang tragis yang akan terulang kembali, tapi prianya yang kali ini tidak sepengecut yang pertama, berjuang demi cinta dan membuktikan janji yang telah terucap.
Di hari sebelum Aulia akan menjalankan ujian kelulusan, dirinya dihadapkan pada kenyataan pahit oleh ketidaksetujuan dari keluarga Ryan, sebab mereka telah mengikrar janji tentang perjodohan sang putra dengan gadis pilihan mereka.
Kilas Balik
Aulia diminta untuk datang ke rumah Ryan karena ada sesuatu hal yang ingin dikatakan oleh perempuan paruh baya yang merupakan ibunda Ryan. Aulia menurut, setelah isya dirinya datang dan masuk ke sebuah bangunan bertingkat dua, sementara sore itu ia tak melihat Ryan, mungkin saja pria itu sedang pergi, entah kemana dirinya pun tidak tahu.
Aulia dipersilakan duduk di sebuah sofa ruang tamu, tak lama kemudian seorang perempuan paruh baya datang menghampiri dan menjatuhkan bokongnya di atas sofa yang menghadap ke arah Aulia. Perempuan itu menatapnya dengan penuh santai, tak lupa melemparkan senyum tipis di bibirnya.
"Kamu pasti sudah tahu kan kalau Ryan telah dijodohkan dengan Dara?" Aulia mengangguk membenarkan pertanyaan perempuan paruh baya itu.
"Jika demikian, kenapa kamu masih bersama dengan Ryan? Bukankah kamu harus memutuskan hubungan kamu dengan putra saya?" Aulia menghela napas berat, dirinya menatap lekat-lekat wajah paruh baya itu dan melempar senyum hangat pada manusia di depannya.
"Aku tidak dapat mengingkar janji yang sudah aku buat, jika memang hubungan kami tidak ibu restui maka mintalah anak ibu untuk memutuskan hubungan ini..."Jawab Aulia dengan penuh kelembutan. Namun sorot matanya mengisyaratkan ketegangan yang tak bisa digugat. Dia adalah perempuan yang teguh pada pendiriannya dan tak tergoyahkan jika ia telah merajut janji, sebab dirinya pernah merasakan bagaimana dikhianati oleh sebuah janji, dan dirinya tidak akan membiarkan Ryan merasakan hal tersebut.
"Ryan tidak akan pernah melakukannya, itu sebabnya saya memohon kepadamu untuk mengakhiri hubungan kalian secara sepihak"
"Maaf, aku pun tidak bisa membantu... Jika tidak ada hal lain aku pamit dulu" Ucap Aulia seraya berdiri dan membungkuk kecil pada tuan rumah, dan meninggalkan perempuan paruh baya yang masih duduk di sofa tanpa melihat Aulia pergi.
Di luar rumah, Aulia berpapasan dengan Ryan dan Dara, melihat mereka, Aulia hanya melempar senyum tipis dan langsung melengos pergi. Jika ada yang bertanya apakah ia merasakan sakit? Jawabannya tidak. Karena ia pernah merasakan sakit sampai ia lupa bagaimana rasanya sakit itu.
Setelah kepulangannya dari rumah Ryan, tak terasa kakinya membawanya pergi ke suatu tempat yang membuatnya merasa tenang, ia mendengar deburan ombak yang mengalun indah, hingga membuatnya merasa tenang. Ia berdiri di hamparan pasir hitam dan merasakan terpaan angin laut yang terasa sejuk sampai matanya tertutup sejenak, menikmati semilir angin dan desiran dari ombak yang menggulung pelan.
"Haah... Terkadang, menangis adalah cara terbaik untuk meringankan beban hati" Gumam Aulia pelan, lalu menghirup udara sebanyak-banyaknya karena ia merasa kesulitan memasok oksigen, entah karena ucapan ibu Ryan atau melihat Ryan bersama perempuan lain.
"Tidak akan ada yang bisa menggulingkan hubungan kita, kecuali kematian" Bisik seorang pria membuat mata Aulia terbuka dan perlahan-lahan menoleh ke sumber suara. Ia melihat Ryan telah berdiri di sampingnya dan memandangi wajah kekasihnya yang telah dibasahi oleh air mata, bahkan perempuan itu tidak menyadari jika dirinya sedang menangis.
"Bisakah engkau percaya padaku? Sesulit apapun masalah kita aku tetap akan memperjuangkanmu"
"Walaupun itu adalah titah ibumu?" Aulia tertawa mengejek pada pria di sampingnya. Ryan menggenggam jemari tangan Aulia, sangat erat bahkan tak memberikan ruang sekat sekecil pun.
"Aku akan berdosa jika melakukan itu, tetapi aku bukanlah pria yang dengan mudah mengingkar janji. Karena telah berjanji aku harus menepatinya, bahkan jika itu harus membantah perintah ibuku" Jelasnya dengan sorot mata hangat memandangi wajah sang kekasih. Aulia mengangguk pelan, mengiyakan permintaan Ryan untuk mempercayainya, bahkan jika pria itu tidak mengatakannya ia tetap percaya.
Aulia menyandarkan kepalanya di pundak Ryan yang kekar, sembari menikmati angin malam yang membuat jiwanya tenang.
MASA KINI
"Kini, sepenuhnya aku percaya pada takdirku, tidak selamanya akan berakhir buruk... Kini, aku sungguh menyadari bahwa tidak semuanya pria adalah pecundang, nyatanya dia telah memenangkan seluruh jiwaku dan aku pun memberinya dengan penuh keikhlasan, bahkan jika suatu saat nanti aku disakiti kembali, aku akan tetap mencintainya karena sepenuhnya diri ini telah runtuh pendiriannya oleh kasih yang diberikan, bukanlah sebuah kalimat manis. Namun, pembuktiannya membuatku tenang"
Aulia menyunggingkan senyum yang begitu manis pada seorang pria yang sedang berjalan ke arahnya. Hari ini adalah hari kelulusan mereka dan dinyatakan lulus seratus persen.
Pandangan Ryan tak pernah lepas dari pesona wajah milik Aulia yang begitu tenang dan sangat menyejukkan hati sampai perempuan itu berpaling karena malu.
"Aku ingin sekali memelukmu tetapi kau sangat berharga, hingga aku tak berani melakukannya" Ucap Ryan membuat mata Aulia berkaca-kaca, merasakan ketulusan cinta dari Ryan yang jika dibandingkan pada masa lalunya, ia sungguh terlihat buruk bahkan merasa malu melihat dirinya yang seperti itu.
"Aku sungguh malu karena memilikimu, yang mau menerimaku padahal aku adalah seonggok barang tak memiliki nilai, aku yang tak suci ini tak pantas disandingkan dengan kamu" Tutur Aulia menundukkan kepalanya, menahan tangis pilu yang menyesakkan hati.
"Bukankah semua manusia tempatnya salah? Maka jangan bandingkan dirimu yang sekarang ini dengan masa lalu mu... Kamu adalah sebongkah berlian yang sangat bernilai, dan aku sangat beruntung memiliki kamu... Dan akan selalu menerimamu bagaimana pun wujud kamu, atau keadaan kamu yang sangat terpuruk, karena cinta yang kumiliki adalah sungguhan bukan ilusi maupun bohongan"
Ryan menangkup wajah Aulia dan mengusap air mata yang membasahi wajah kekasihnya, hatinya ikut merasakan sedih kala melihat perempuannya menangis.
Entah kenapa hatinya sangat rapuh jika menyangkut perasaan sang kekasih, bukan karena dirinya cengeng atau lebay tetapi saat hati ini sepenuhnya mencintai, maka akan mudah rapuh dan mudah tersentuh.
"Jika kamu setuju, aku akan menikahimu secepatnya, agar tak ada lagi yang bisa mengganggu kita"
"Tidak Ryan, aku harus belajar bagaimana menjadi istri yang baik dan menjadi ibu yang baik, aku ingin mempelajari hal-hal di dalam rumah tangga. Agar ketika badai datang melanda, kita telah menyiapkan pondasi yang kuat, dan tidak mudah merasakan kecewa maupun sakit".
.
.
.
Lanjut part 15