NovelToon NovelToon
Malapetaka Batu Luar Angkasa

Malapetaka Batu Luar Angkasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Hari Kiamat
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Setelah fenomena Dukhan melanda, dunia berubah drastis dengan iklim yang semakin ekstrem dan teknologi yang lumpuh. Umat manusia harus bertahan hidup di tengah panas terik dan kemarau panjang yang tak kunjung usai.

Kisah ini mengikuti perjalanan sebuah kelompok yang berjuang menghadapi kenyataan baru. Mereka mencoba menanam di tanah kering, mencari air, dan bergantung pada kebijaksanaan lama. Di tengah tantangan yang berat, muncul momen tegang, humor, dan rasa kebersamaan yang kuat.

Mencari Harapan di Tengah Kemarau adalah cerita tentang perjuangan, keimanan, dan kebersamaan dalam menghadapi ujian akhir zaman.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari Ketiga dalam Kegelapan Dukhon

6.1. Hari Ketiga di Bunker

Hari ketiga dalam kegelapan Dukhon dimulai dengan suasana di dalam bunker yang semakin menegangkan. Meskipun suhu di luar sedikit lebih rendah dibandingkan hari-hari sebelumnya, keadaan di dalam bunker tetap sulit. Kegelapan yang menyelimuti bumi membuat semua aktivitas menjadi terhambat, dan rasa lapar serta haus semakin menghantui setiap orang.

Sarah duduk di sudut bunker yang gelap, mencoba menghibur Maria dan anak-anaknya yang mulai tampak lemah. Suara tangisan dan keluhan dari anak-anak membuat suasana semakin suram.

“Maria, aku tahu ini sangat berat,” kata Sarah sambil meraba-raba untuk mencari tangan Maria. “Tapi kita harus tetap kuat. Meskipun kita tidak tahu pasti kapan semuanya akan berakhir, setidaknya suhu di luar hari ini sedikit lebih baik.”

Maria menghela napas panjang. “Aku benar-benar berharap ini cepat berakhir. Anak-anak tidak berhenti menangis karena lapar dan haus. Aku merasa tidak bisa melakukan apa-apa untuk mereka.”

Sarah mencoba memberikan dorongan. “Kita masih memiliki sisa makanan dan air. Kita harus berusaha agar persediaan ini cukup untuk semua orang. Aku yakin jika kita tetap tenang dan berbagi dengan bijak, kita bisa melewati ini.”

Di sisi lain bunker, Ali dan Hasan tengah mengatur persediaan makanan yang tersisa. Dalam kegelapan, mereka meraba-raba kotak-kotak dan bekas-bekas persediaan dengan cermat. Suara mereka lembut tetapi penuh tekad.

“Ali, kita perlu membuat rencana untuk membagi makanan,” kata Hasan sambil memeriksa kotak berisi kaleng makanan. “Jika kita tidak hati-hati, kita bisa kehabisan lebih cepat dari yang kita kira.”

Ali setuju, “Aku setuju. Bagaimana kalau kita buat jadwal makan dan distribusi air? Dengan cara itu, setiap orang bisa mendapatkan bagian yang adil. Kita juga harus memastikan bahwa makanan dan air digunakan dengan efisien.”

Hasan mengangguk, “Ya, itu ide yang bagus. Kita bisa menggunakan tanda-tanda atau suara untuk memberi tahu orang-orang kapan giliran mereka makan.”

Di sudut lain bunker, Ahmad dan Aisha duduk bersebelahan, saling berusaha menghibur satu sama lain. Ahmad mencoba berbicara dengan lembut, berusaha memberi semangat kepada Aisha yang tampak sangat cemas.

“Aisha, aku tahu ini sangat berat,” kata Ahmad. “Tapi kita harus tetap positif. Rasa lapar dan kelelahan pasti membuat kita merasa lemah, tapi kita harus percaya bahwa ini akan segera berakhir.”

Aisha mencoba tersenyum meskipun suaranya terdengar putus asa. “Aku berharap begitu. Sekurangnya suhu hari ini tidak seburuk sebelumnya. Mungkin ini pertanda bahwa situasinya akan membaik.”

Sementara itu, di luar bunker, suhu memang sedikit lebih rendah, namun suasana tetap tidak bersahabat. Kegelapan yang menyelimuti bumi membuat lingkungan luar tampak suram. Debu dan asap yang terus menutupi langit membuat segala aktivitas di luar bunker menjadi sangat sulit. Meskipun suhu tidak sepanas hari-hari sebelumnya, suasana tetap dingin dan mencekam.

Di dalam bunker, beberapa orang mencoba untuk beradaptasi dengan situasi baru. Mereka berdiskusi tentang cara untuk membuat lingkungan di dalam bunker lebih nyaman. Beberapa orang berusaha mencari sisa bahan-bahan yang bisa digunakan untuk membuat tempat tidur atau bantalan agar mereka bisa beristirahat dengan lebih baik.

“Kita harus menggunakan bahan-bahan ini dengan sebaik-baiknya,” kata Farhan sambil memeriksa tumpukan kain. “Kalau kita bisa membuat tempat tidur yang lebih nyaman, mungkin kita bisa mendapatkan sedikit tidur yang lebih baik.”

Halimah, yang berdiri di dekatnya, menambahkan, “Ya, dan mungkin kita juga bisa membuat area khusus untuk berdoa atau berdzikir. Meskipun kita dalam kegelapan, setidaknya kita bisa merasa lebih tenang dan terhubung dengan doa.”

Selama hari ketiga, para penghuni bunker berusaha untuk tetap fokus pada kebersamaan dan saling mendukung. Mereka terus melakukan dzikir dan doa, berharap bahwa kegelapan Dukhon akan segera berakhir dan mereka bisa kembali ke kehidupan normal mereka.

Di luar bunker, suasana tetap sama: gelap, penuh debu, dan panas. Meskipun suhu sedikit menurun, kegelapan yang menyelimuti bumi tetap membuat segala sesuatu tampak suram dan tidak bersahabat. Debu dan asap yang menghalangi cahaya matahari menciptakan suasana yang membuat hidup di luar bunker menjadi sangat sulit.

Para penghuni bunker terus menunggu dengan harapan. Mereka berdoa agar kegelapan Dukhon segera berakhir dan mereka bisa kembali melihat cahaya matahari serta merasakan kembali kehidupan normal. Mereka mengandalkan kekuatan doa dan dukungan satu sama lain untuk bertahan di tengah ketidakpastian ini.

6.2. Kegiatan dan Usaha Bertahan

Suara tangisan, keluhan, dan bisik-bisik mengisi ruang yang gelap.

Di tengah kegelapan, Sarah dan Maria duduk bersama di sudut bunker yang sedikit lebih sejuk. Maria memeluk anak-anaknya yang masih menangis, dan Sarah berusaha menghibur mereka. Sarah terus-menerus meraba-raba untuk mencari barang-barang yang bisa digunakan.

“Maria, apakah kamu masih punya sedikit makanan yang bisa kita berikan kepada anak-anak?” tanya Sarah sambil meraba-raba di sekitar mereka.

Maria menggali di dalam tasnya dengan hati-hati. “Aku masih punya sedikit biskuit dan beberapa kaleng makanan. Tapi kita harus benar-benar hemat. Makanan ini hanya cukup untuk beberapa hari.”

Sarah mengangguk. “Baiklah, kita akan bagi-bagi sesuai kebutuhan. Aku akan membantu membagikannya kepada yang membutuhkan. Kita harus menjaga semua orang tetap kuat.”

Sementara itu, Ali dan Hasan mulai mendistribusikan makanan dan air dengan hati-hati. Mereka menggunakan sistem suara untuk memberi tahu orang-orang kapan giliran mereka makan. Hasan berdiri di tengah kegelapan dan menggunakan suaranya yang lantang untuk mengatur distribusi.

“Semua orang, dengarkan! Sekarang adalah giliran kelompok pertama untuk makan. Silakan ambil bagian kalian dan pastikan untuk hanya mengambil yang kalian butuhkan. Kita harus berbagi dengan adil agar semua orang bisa bertahan.”

Ali membantu Hasan membagikan makanan. Dalam gelap, mereka hanya bisa meraba-raba, namun mereka memastikan setiap orang mendapatkan porsi yang sama. Beberapa orang mencoba berbicara kepada mereka dengan suara penuh harapan.

“Terima kasih atas usaha kalian,” kata seorang pria bernama Rafiq. “Kami semua sangat menghargainya. Kami tidak tahu bagaimana kami bisa bertahan tanpa bantuan kalian.”

Di sisi lain bunker, Ahmad dan Aisha berusaha menghibur anak-anak yang mulai lemah dan cemas. Ahmad menceritakan kisah-kisah ringan dan Aisha mencoba mengalihkan perhatian mereka dengan nyanyian lembut.

“Ayo, anak-anak, ceritakan kepada kami tentang mimpi indah kalian,” kata Ahmad sambil mengusap kepala anak-anak. “Kita harus tetap positif dan berharap hari-hari mendatang akan lebih baik.”

Di sudut lain, Farhan dan Halimah terus berusaha membuat lingkungan di dalam bunker lebih nyaman. Mereka merangkai bahan-bahan yang ada untuk membuat tempat tidur darurat dan bantalan. Meskipun gelap, mereka bekerja dengan tekun untuk membuat suasana sedikit lebih baik.

“Halimah, jika kita bisa membuat beberapa tempat tidur ini lebih nyaman, mungkin orang-orang bisa mendapatkan tidur yang lebih baik,” kata Farhan sambil memasang beberapa kain di sudut.

Halimah setuju. “Ya, dan kita juga harus memastikan bahwa tempat doa atau dzikir kita nyaman. Ini bisa membantu kita merasa lebih tenang di tengah ketidakpastian.”

Kegiatan ini memberikan sedikit rasa normalitas di tengah kegelapan dan kesulitan. Setiap orang mencoba beradaptasi dengan situasi baru dan mencari cara untuk tetap bertahan. Mereka tetap berdoa dan berdzikir, mengandalkan kekuatan iman dan dukungan satu sama lain.

Di luar bunker, meskipun suhu tidak seburuk hari pertama, kegelapan tetap membara. Debu dan asap masih memenuhi udara, menciptakan suasana suram yang menyelimuti bumi. Tidak ada tanda-tanda bahwa kegelapan Dukhon akan segera berakhir, dan harapan mulai menipis bagi banyak orang.

Di dalam bunker, semua orang masih menunggu dengan penuh harapan, berharap agar kegelapan segera berlalu dan mereka bisa kembali ke kehidupan normal. Mereka mengandalkan kekuatan doa dan kekompakan untuk bertahan di tengah situasi yang sangat sulit ini.

6.3. Kesedihan yang Mendalam

Hari ketiga dalam kegelapan Dukhon membawa suasana yang semakin berat. Meskipun suhu di luar mulai menurun, kondisi di dalam bunker semakin memprihatinkan. Kegelapan yang pekat terus menyelimuti semua orang, menciptakan suasana yang mencekam dan penuh kesedihan.

Maria duduk di sudut dengan anak-anaknya, berusaha menjaga mereka tetap hangat. Ketika suasana dalam bunker mulai tenang, tiba-tiba tangisan seorang anak terdengar keras. Maria merasa cemas dan segera merangkul anaknya yang kecil, Mita, yang sedang tidur di dekatnya.

“Mita, sayang, apa yang terjadi?” tanya Maria dengan nada panik sambil mencoba membangunkan anaknya.

Namun, Mita tidak merespons. Nafasnya terengah-engah dan tubuhnya mulai terasa dingin. Maria panik, meraba-raba untuk mencari bantuan. Suara tangisannya semakin keras, memecah ketenangan sejenak dalam bunker.

“Dokter! Dokter, tolong!” teriak Maria, suaranya penuh dengan rasa takut.

Sarah, yang mendengar teriakan itu, segera mendekat. Dengan bantuan beberapa orang lainnya, mereka mencoba menenangkan Maria dan memeriksa keadaan Mita. Sarah mengamati dengan cermat, tapi tampaknya tidak ada yang bisa mereka lakukan dalam kegelapan yang pekat ini.

Tidak lama kemudian, Mita berhenti bernapas. Kesedihan dan ketidakberdayaan Maria membuat suasana semakin mencekam. Dia meratap dan menggenggam tubuh anaknya dengan erat.

“Anakku…! Kenapa harus seperti ini?” Maria terisak sambil menempelkan wajahnya pada tubuh Mita.

Kedengarannya, ulama yang telah memberikan petunjuk sebelumnya mendengar tangisan Maria. Ulama itu berdiri di tengah kegelapan dan mendekati Maria dengan hati-hati. Suaranya lembut namun penuh keyakinan saat dia berbicara.

“Sabarlah saudaraku,” kata ulama itu, suaranya penuh empati. “Dengan kepergian anakmu, mungkin ini cara Allah yang terbaik agar dia lebih bahagia di alam sana. Dalam keadaan seperti ini, kita tidak bisa memahami sepenuhnya rencana-Nya. Namun, percayalah bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk setiap makhluk-Nya.”

Maria, yang masih bergetar dengan rasa kehilangan, mencoba mendengarkan kata-kata ulama tersebut. Rasa duka yang mendalam masih memenuhi hatinya, namun kata-kata ulama itu sedikit memberi rasa tenang.

“Kita semua merasakan kesedihan ini,” lanjut ulama, “tetapi kita harus tetap berdoa dan berusaha untuk kuat. Semoga doa kita diterima dan anakmu mendapatkan tempat yang lebih baik di sisi Allah. Mari kita semua berdzikir bersama dan memohon kepada-Nya agar diberikan kekuatan dalam menghadapi cobaan ini.”

Sarah dan beberapa orang lain segera bergabung dengan Maria di tengah kegelapan, membacakan dzikir sesuai dengan arahan ulama. Meskipun suasana tetap gelap dan sulit, mereka mencoba menemukan sedikit penghiburan dalam doa dan dzikir.

Dalam kegelapan, Maria memeluk tubuh anaknya dengan lembut, membisikkan kata-kata penuh cinta dan doa. Keberadaan ulama yang menenangkan dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya sedikit mengurangi rasa sakit yang dirasakannya.

Sementara itu, suasana dalam bunker masih penuh dengan kesedihan. Beberapa orang yang mendengar berita ini juga mulai menangis, merasa tergerak oleh kehilangan Maria dan Mita. Mereka bergabung dalam doa dan dzikir, mencoba menemukan kekuatan dalam kebersamaan dan keyakinan.

Hari ketiga berlalu dengan lambat di tengah kesulitan dan kehilangan. Meskipun ada harapan dan kekuatan yang ditemukan dalam doa, kegelapan Dukhon terus membayangi dan menguji ketahanan mereka. Di tengah semua itu, keberadaan dan dukungan satu sama lain tetap menjadi sumber kekuatan yang penting.

1
arfan
semangat up terus bos
Sandy
mantap, sangat menginspirasi
Bunga Lestary
semangatt kakk🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!