Sugih Ronggeng merupakan kisah terdahulu hingga kini yang tidak pernah usai (terkecuali). Nadia merupakan gadis cantik dari keluarga Kartaca yang ia ketahui bahwa dirinya merupakan cucu ke 7. Banyak kejadian yang tidak Nadia pahami, namun Nadia yakin, di ujung sana "pasti ada penawarnya".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RAYYA , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tahun 2005
"Hey Nad, bagaimana menurutmu?" Ucap Sandi yang merupakan sepupu Nadia.
"Bagus, mungkin perlu di di rapihkan sedikit" Jawab Nadia.
Nadia merupakan gadis cantik yang terlahir dari pasangan Amirudin dan Arum. Nadia lahir dan besar di kota, hari ini adalah hari pertama Nadia melihat kediaman kakek neneknya pada zaman dahulu. Kakek Nenek Nadia sudah berpulang sebelum Nadia lahir, jadi kedua orangtua Nadia memutuskan untuk pindah ke kota selepas kepergian kedua orangtuanya. Dan ya! Nadia adalah cucu ke 7 dari Jaya dan Acum.
Nadia memiliki sifat kritis, apapun yang Nadia ingin tahu, pasti akan di cari tahu. Namun sifat kritis tersebut membuat Nadia tidak di sukai teman - temannya, karena apapun yang di lakukan teman - temannya, pasti selalu di komentari oleh Nadia. Walau begitu, Nadia tetap teguh pada pendiriannya, yakni kritis.
Usia Nadia saat ini sekitar 23 Tahun. Ayah Ibunya selalu bertanya kepada Nadia.
"Neng, kapan kenalin calon ke Ayah sama ke Ibu?" Ucap Ibunya.
"Iya Neng, Ayah semakin tua, ingin segera gendong cucu" Jawab Ayahnya.
"Aduhhhhh, Ayah Ibuku tersayanggggg, sabar ya, Neng kan baru saja lulus kuliah, belum ada terpikir ke arah sana" Jawab Nadia sambil merangkul kedua orangtuanya.
Nadia merupakan anak semata wayang, tentu apapun yang Nadia butuhkan dan inginkan selalu terpenuhi oleh kedua orangtuanya.
Tepat di usianya yang ke 23 tahun, Nadia meminta izin kepada kedua orangtuanya untuk pergi ke kampung halaman tempat dimana kedua orangtuanya di besarkan.
Ya, desa Aden.
Kita tahu bahwa desa ini terkenal makmur. Namun seiring berjalannya waktu, desa tersebut menjadi leweung (hutan) tidak berpenghuni.
Kedua orangtua Nadia sempat khawatir karena desa tersebut sudah tidak terjamah. Walaupun harta benda, tanah, sawah yang masih menjadi hak waris kedua orangtua Nadia, tapi kedua orangtua Nadia seolah - olah memutus garis hak waris dan memilih tinggal di kota.
Setiap hari Nadia selalu bertanya mengenai kisah kedua orangtuanya di desa Aden. Alih - alih membuat Nadia takut, Nadia semakin bertekad ingin segera berkunjung dan melihat desa tersebut secara langsung.
Nadia memang tidak pernah di ajak ke desa Aden, namun album foto hitam putih yang Nadia cetak ke foto berwarna membuat Nadia semakin penasaran. Terlihat bangunan - bangunan di desa Aden identik dengan rumah panggung (rumah kayu).
"Ayah, Ibu Neng pamit ya, minta izin, doakan Neng selamat sampai tujuan" Ucap Nadia kepada orangtuanya.
"Iya sayang, Ibu selalu mendoakan yang terbaik untuk Neng" Jawab Ibunya.
"Begitupun dengan Ayah, kalo ada apa - apa telpon ya Neng! Dan aa Sandi, titip Neng Nadia ya" Ujar Ayahnya.
"Muhun Mang, nyuhungkeun widi na" (Iya Paman, minta izinnya) Jawab Sandi.
Sandi sendiri merupakan sepupu Nadia yang terlahir dari pasangan Atik dan Surya. Ya Sandi merupakan anak dari kakaknya Arum yakni Atik. Arum dan Atik memang kaka beradik yang tidak memutuskan silaturahmi. Kendati beda kota, namun Arum dan Atik selalu intens berkomunikasi.
Sebelum menuju ke desa Aden, memang ada beberapa kila - kila (peringatan/pemberitahuan/tanda - tanda) supaya Nadia dan Sandi tidak jadi pergi ke desa Aden. Namun namanya anak zaman sekarang, tidak percaya akan tahayul. Sandi dan Nadia pun sudah siap berkemas dan siap berangkat.
Transportasi yang digunakan Sandi dan Nadia yakni mobil pribadi mereka, tepatnya mobil Nadia, dan Sandi yang menyetir.
