Aruna Nareswari, seorang wanita cantik yang hidup sebatang kara, karena seluruh keluarganya telah meninggal dunia. Ia menikah dengan seorang CEO muda bernama Narendra Mahardika, atau lebih sering dipanggil Naren.
Keduanya bertemu ketika tengah berada di tempat pemakaman umum yang sama. Lalu seiring berjalannya waktu, mereka berdua saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah.
Mereka berharap jika rumah tangganya akan harmonis tanpa gangguan dari orang lain. Namun semua itu hanyalah angan-angan semata. Pasalnya setiap pernikahan pasti akan ada rintangannya tersendiri, seperti pernikahan mereka yang tidak mendapatkan restu dari ibu tiri Naren yang bernama Maya.
Akankah Aruna mampu bertahan dengan semua sikap dari Maya? Atau ia akhirnya memilih menyerah dan meninggalkan Narendra?
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca ya, terima kasih...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon relisya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6
"Dasar menantu nggak tau diri! Udah siang gini baru bangun. Mau kamu kasih makan apa suamimu?!" Maya begitu tak bisa menjaga perkataannya, ketika melihat sang menantu yang baru saja masuk ke dalam ruang makan.
"Maaf ma, aku kecapean karena acara semalam," jawab Aruna sembari menundukkan kepalanya. Dia memang merasa tak enak, karena bangun saat matahari sudah sedikit naik ke atas.
"Ck! Alasan saja, bilang aja kalo kamu orang yang malas!" ketus Maya tidak mau menerima alasan apapun.
"Bener tuh ma! Kasihan banget kak Naren, dapat istri pemalas kek dia!" sahut Diandra tak kalah ketus dari sang mama.
Aruna menghela napasnya dalam, lalu menatap ke arah adik iparnya itu, "Aku beneran capek ma, Di,"
"Nggak usah banyak alasan kamu! Kamu itu harus sadar diri, dan sadar posisi. Emang kamu menantu di rumah ini, tapi kamu lebih pantas menjadi pembantu!" Maya menekankan kata-kata terakhirnya, tanpa peduli dengan perasaan Aruna.
Sebenarnya Aruna merasa sakit hati dengan perkataan itu, namun ia tetap tersenyum, "Iya ma, aku tau kok kalo aku emang orang yang nggak-,"
"Ada apa pagi-pagi gini udah ribut?" potong Narendra yang baru saja datang ke sana.
Narendra menghampiri sang istri yang masih terlihat berdiri, "Sayang, ada apa?"
"Ehh... Nggak ada apa-apa kok Ren. Ayo kita makan! keburu makanannya dingin," Maya segera menjawabnya, sebelum Aruna mengadu terlebih dahulu.
"Duduk sayang," titah Narendra kepada sang istri.
"Iya." Jawab Aruna dengan senyuman manis yang selalu terukir dibibirnya.
Narendra berjalan mendahului sang istri menuju ke tempat biasanya ia duduk. Lalu setelahnya Aruna yang masih sedikit takut berada di sana langsung mengikutinya dari belakang.
Setelah duduk, Aruna segera mengambilkan makanan untuk sang suami. Mula-mula dirinya menyendok nasi goreng yang sudah tersaji, lalu mengambilkan beberapa lauk pauk yang ada di atas meja makan.
Aruna terlebih dahulu menyuruh Maya dan Diandra untuk mengambil makanannya. Walaupun keduanya tidak bersikap baik kepada dirinya, akan tetap ia tetap menghormatinya. Ketika mereka berdua sudah selesai, barulah dia mengambil sarapannya.
Mereka berempat pun makan dengan tenang, dan hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring. Tak ada yang berani mengeluarkan sepatah katapun.
.
Setelah selesai sarapan bersama, Narendra mengajak Aruna ke luar rumah dan akan mengantarkannya ke butik. Setelah itu barulah ia akan pergi ke kantornya sendiri.
"Eh, aku mau cari Bibi dulu ya?" tanya Aruna ketika mereka berdua sudah berada di luar rumah.
"Cepat ya sayang, nanti aku terlambat," ucap dengan lembut.
"Iya, tunggu sebentar."
Aruna berlari kembali ke dalam rumah mewah tersebut. Ia harus segera menemui Bi Ainur yang berada di dapur, sebelum sang suami meninggalkannya.
.
Sesampainya di dapur, Aruna segera berjalan menuju ke samping wanita paruh baya yang terlihat sibuk dengan pekerjaannya itu.
"Bi, nanti tolong mandiin Lily ya?" pinta Aruna to the point.
Ketika mendengar suara Aruna, Bi Ainur yang sedang mencuci alat masak pun terlebih dahulu menghentikan aktivitasnya. Lalu ia menghadap ke arah Aruna sembari menundukkan kepalanya sebagai rasa hormat, "Baik non, setelah semua pekerjaan saya selesai, nanti saya akan langsung mandiin Lily,"
"Tapi kalo bibi nggak sibuk itu. Kalo bibi sibuk nggak usah juga nggak papa," ucap Aruna yang merasa tak enak.
"Hari ini saya nggak terlalu sibuk kok non, non Aruna tenang aja," ungkap Bi Ainur dengan senyumannya.
"Yaudah, kalau gitu terima kasih bi," jawab Aruna dengan tersenyum manis.
"Iya non sama-sama."
Setelah selesai dengan urusannya, Aruna segera menemui sang suami yang sudah menunggunya di depan sana.
.
"Sudah?" tanya Narendra ketika melihat sang istri yang baru saja keluar dari dalam rumah.
"Sudah kok," jawab Aruna yang berjalan menghampiri sang suami.
"Yaudah, sekarang ayo kita berangkat!" ajak Narendra seraya membukakan pintu mobil untuk sang istri.
Aruna tersenyum ketika mendapatkan perlakuan manis dari sang suami, "Iya sayang."
Setelah Aruna masuk, Narendra segera menutup pintu mobilnya, dan memutari mobil untuk masuk ke dalam. Dia melajukan mobilnya sedikit lebih kencang, karena hari ini mereka memang agak kesiangan.
Walaupun ini hari pertama mereka menjadi sepasang suami istri, namun keduanya sama-sama tidak mau libur. Mereka lebih memilih untuk tetap masuk dan bekerja seperti biasanya, walaupun badannya masih terasa begitu lelah.
.
Untuk Maya dan Diandra sendiri hanya berdiam diri di rumah, karena mereka berdua memang tidak memiliki pekerjaan.
Narendra juga tidak mau ambil pusing akan hal itu, karena kedua wanita beda usia tersebut memang susah untuk diatur, apalagi disuruh bekerja.
Seperti sekarang ini, keduanya sedang duduk santai di ruang keluarga, sembari menikmati acara televisi yang sedang ditayangkan. Dengan ditemani beberapa camilan dan minuman yang berada di atas meja depan mereka.
"Ma, gimana sih caranya buat tuh si miskin pergi dari rumah ini?! Aku nggak betah lama-lama serumah sama dia!" celetuk Diandra sembari terus menatap televisi, dengan pandangan angkuhnya dan tangan yang ia lipat di depan dada.
"Kamu tenang dulu, ini mama juga lagi pikirin caranya. Kamu juga bantu pikirin dong, jangan cuma ngomong aja! Kamu kira gampang apa bikin rencana buat usir tuh anak miskin!" jawab Maya sembari menatap sang anak dengan kesal.
"Kok mama malah marah sama aku sih?!" lontar Diandra dengan menatap sinis sang ibu.
"Habisnya kamu nggak mau bantu mikir!" ketus Maya.
"Emang mama sendiri nggak bisa apa cari ide? Biasanya kan mama selalu ada ide tuh, seperti waktu itu yang mau gagalin pernikahan mereka!" seru Diandra.
Maya yang mendengar penuturan sang anak pun memutar bola matanya malah, "Kamu tau sendiri kan kalo semua ide mama gagal? Sekarang bantu mama pikirin caranya, supaya rencana ini nggak sia-sia,"
"Yaudah deh iya! Aku bantu mikir." Jawab Diandra akhirnya.
Maya dan Diandra pun terdiam sejenak dengan tangan kanan untuk menopang dagu, sembari menatap lurus ke depan.
Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya Diandra yang membuka suara terlebih dahulu.
"Eh ma, gimana kalo kita suruh kak Haikal tinggal di sini aja?" usul Diandra sembari menatap sang mama dengan menaik turunkan alisnya.
Maya yang tidak mengerti maksud Diandra pun mengernyitkan alisnya, "Untuk apa kamu suruh dia ke sini?"
"Ish! Mama ini gimana sih, nanti kan kita bisa suruh dia buat dekati Aruna. Nanti kita harus bisa buat mereka bersatu, lalu kak Naren cerai dengan Aruna!" Diandra terlihat begitu yakin dengan rencana yang melintas di kepalanya.
"Dan nanti pasti si miskin itu pergi deh dari rumah ini," sambungnya lagi.
Maya yang mendengarnya langsung tersenyum smirk, "Ide kamu bagus juga."