NovelToon NovelToon
RAMALAN I’M Falling

RAMALAN I’M Falling

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Enemy to Lovers
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Tinta Selasa

Soraya adalah gadis paling cantik di sekolah, tapi malah terkenal karena nilainya yang jelek.
Frustasi dengan itu, dia tidak sengaja bertemu peramal dan memeriksa takdirnya.

Siapa sangka, selain nilainya, takdirnya jauh lebih jelek lagi. Dikatakan keluarganya akan bangkrut. Walaupun ada Kakaknya yang masih menjadi sandaran terahkir, tapi Kakaknya akan ditumbangkan oleh mantan sahabatnya sendiri, akibat seteru oleh wanita. Sementara Soraya yang tidak memiliki keahlian, akan berahkir tragis.

Soraya jelas tidak percaya! Hingga suatu tanda mengenai kedatangan wanita yang menjadi sumber perselisihan Kakaknya dan sang sahabat, tiba-tiba muncul.



Semenjak saat itu, Soraya bertekad mengejar sahabat Kakaknya. Pria dingin yang terlanjur membencinya. ~~ Bahkan jika itu berarti, dia harus memaksakan hubungan diantara mereka melalui jebakan ~~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Selasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 6

“Jangan takut, belum terlambat untuk melakukan sesuatu. Bukankah tadi kamu bilang sendiri, gadis itu baru tiba? itu artinya belum terlambat melakukan sesuatu. Berusahalah mengubah takdirmu.”

Mendengar ini, Soraya sedikit tertegun. Dia yang putus asa, tiba-tiba menegakkan punggungnya kembali. Beberapa ide melintasi kepalanya, dan membuat dia tersenyum.

Nenek peramal yang melihat ini, merasa bangga karena menyelamatkan seseorang dari hal yang buruk. “Jadi, kamu siap mengubah takdir?”

Soraya mengangguk mantap. “Nenek benar, aku harus mengubah takdirku, aku harus menikahi pria kaya sebelum keluargaku bangkrut.”

“Ck, bodohnya!” Tepuk dahi sang peramal, setelah mendengar kesimpulan Soraya. Dia yang sudah bersusah payah menjelaskan agar gadis itu berusaha lebih keras dalam hidup, malah berakhir mendengar konsep yang salah.

Karena lelah memberi pemahaman, dia akhirnya menyerah. Setidaknya dia telah berusaha yang terbaik, untuk membantu gadis malang di depannya ini.

“Ya sudah, terserah saja. Diriku yang tua ini lelah menjelaskan.”

Begitulah mereka mengakhiri pembicaraan, tapi waktu ternyata berjalan lebih cepat dari yang dikira. Soraya yang mengecek ponselnya, terkejut dengan banyaknya panggilan tak terjawab. Barulah dia ingat, bahwa ponselnya ada dalam mode senyap ketika dia menolak mengangkat panggilan Rafael sebelumnya.

Ada banyak nama yang memanggilnya, termasuk Gamma, Rex dan Melati. Tapi Rafael adalah yang terbanyak. Menatap foto profil Kakaknya dalam kontak itu, matanya tiba-tiba memanas. PLAK.

“Dewaaaa!!” Kaget nenek peramal, manakala Soraya menampar pipinya sendiri.

Soraya yang tadinya ingin menangis, akhirnya tidak jadi setelah menampar pipinya sendiri. Dari semua tangisan, dia tidak merasa nyaman menangisi sang Kakak.

Melihat tingkah aneh Soraya, nenek peramal tidak mau menahannya lebih lama lagi. Dia memaksa gadis di depannya itu cepat pulang. Takut Soraya akan menggila, dan dia yang renta akan menjadi korban.

“Baiklah, baiklah, aku akan pergi. Tapi satu pertanyaan lagi, pertanyaan terakhir, aku janji.”

Nenek peramal menarik nafas pasrah, “Cepat katakan!”

•••

Pada akhirnya Soraya pulang ke rumah dengan perasaan bimbang. Dia yang sempat senang karena memiliki rencana, kini ragu-ragu setelah mendengar jawaban dari pertanyaan terakhirnya.

Dalam perjalanan pulang penuh dengan beban, Soraya yang sudah di jalan depan rumah, tiba-tiba menerima panggilan. Tidak ingin menunda, dia yang berpikir itu mungkin sang Kakak, segera menepikan motornya.

Tapi ketika dilihatnya nama yang terpampang di layar, Soraya lebih dari terburu-buru menggesek layar.

–“Darling, bagaimana harimu?”--

Mendengar suara ceria dari seberang telepon, Soraya menjadi sangat antusias. Namun menghadapi pertanyaan itu, entah bagaimana dia bisa menjawab, bahwa dia baru saja kembali dari mendengar nasib buruk. Namun karena orang ini adalah Bibinya, maka tidak ada yang tidak bisa Soraya katakan padanya.

Soraya tanpa ragu mengambil waktu lebih untuk bicara pada sang Bibi, meski posisinya di pinggir jalan, di depan gerbang rumahnya sendiri. Jika orang tidak tahu, dia akan terlihat seperti penguntit saat ini.

“Bibi, ini membuatku kesal dan takut bersamaan!” Keluh Soraya.

Beruntung wanita yang merupakan adik sang Ibu itu, termasuk lebih dari peduli. Dia bahkan bersedia untuk datang demi kegundahan hati Soraya. —“Sudah, jangan terlalu dipikirkan untuk sementara. Bibi mengirimkan uang jajan, jadi belanjakan sepuasmu. Bibi akan segera mengunjungimu.”--

~~

Begitulah panggilan diakhiri diantara mereka. Tapi meski sudah menceritakan kegundahan itu pada sang Bibi, Soraya masih tidak merasa lebih baik. Jadilah dia duduk termenung di atas motor, di seberang jalan rumahnya. Tidak sadar, bahwa di sisi lain, tidak jauh darinya, sebuah lampu mobil sempat menyorotnya.

Dari dalam mobil, Sean yang membawa mobil Rafael, baru saja datang untuk mengembalikan mobil itu. Namun dia dikejutkan dengan keberadaan Soraya, di depan jalan rumah gadis itu sendiri.

Sekarang dia bingung, antara melewati gadis itu begitu saja, atau menegurnya yang terdiam seperti patung. Jika menegur, dia benci akan mendengar umpatan. Tapi jika lewat begitu saja dia juga tidak enak, karena mobil ini merupakan mobil Kakaknya.

Mempertimbangkan hal ini, Sean memilih menghubungi Rafael, dan membiarkan pria itu keluar untuk mengurus adiknya sendiri.

Sementara menunggu Rafael keluar, Sean memperhatikan gelagat aneh Soraya dari dalam mobil. Keterdiaman gadis itu benar-benar tidak masuk dalam ingatannya sama sekali.

Hingga tidak lama kemudian, momentum akhirnya kembali bagi pasangan kakak adik. Rafael yang keluar tanpa menggunakan sendal akibat terburu-buru, membuka gerbang dengan tidak sabar. Betapa terkejutnya dia ketika menemukan Soraya duduk diam di depan, sementara di sisi lain, ada Sean dengan mobilnya.

“Sora? Sora! Apa yang kau lakukan disini! Kenapa kau tidak menjawab panggilan Kakak hah?” Omel Rafael yang setibanya langsung meraih kedua pundak Soraya.

Soraya yang akhirnya kembali dari pemikiran, hanya menundukkan kepala menghadapi pertanyaan Rafael. Dia yang sedikit terkejut, memilih menatap ke bawah menghindari percakapan. Namun saat dilihatnya kaki Rafael, dia malah menjadi yang membuka percakapan. “Kenapa tidak memakai sandal?”

“Kakak mengkhawatirkanmu, jadi langsung berlari kemari sampai lupa memakai sandal.”

“Lah, dari mana Kakak tau aku disini?” Bingung Soraya, yang kini juga jadi kebingungan Rafael.

“Eh, anu ….”

Dia menggaruk tengkuknya bingung. Entah alasan apa yang akan dia berikan, ketika keduanya sama-sama tahu, bahwa penjaga gerbang sedang izin seminggu ini.

“I-itu cctv.”

Alis Soraya menukik sesaat. Namun melihat raut khawatir Rafael, badai di hatinya kembali berguncang.

“Sora….”

Hanya itu yang bisa Rafael katakan, saat Soraya tiba-tiba masuk ke dalam pelukannya. Tubuhnya sempat kaku menerima inisiatif kasih sayang ini.

“Kak Ael,”

DEG. Tubuhnya yang kaku, semakin menjadi mendengar panggilan ini. Sesuatu yang hilang, seolah dibawah kembali dengan panggilan ini. Sebuah nama kesayangan yang diberi sang adik padanya. Hal yang sudah tidak didengarnya bertahun-tahun yang lalu.

“Katakan lagi,” Pinta Rafael, yang sudah gemetar.

Mendengar getaran dalam suara Kakaknya, Soraya mengangkat sudut bibirnya paksa. Tapi sayang, itu tidak akan bisa menahan panas di matanya.

Tahu bahwa dia akan segera menangis, Soraya berniat mengurai pelukan itu. Tapi Rafael yang sudah lama merindukan keharmonisan saudara, jelas tidak akan melepaskan.

“Lepas Kakak …,” rengek Soraya.

Tapi Rafael mengeratkan pelukannya. Dia tidak tahu ada keajaiban apa hari ini sampai Soraya mau memanggilnya seperti tadi, dan bahkan memberikannya pelukan. Sesuatu yang Soraya telah tolak untuk lakukan, setelah insiden di antara mereka.

“Kakak merindukanmu. Merindukan adik kecil Kakak,” Ujar Rafael dalam. Ya, dia merindukan sosok Soraya kecil, yang selalu menyayangi dirinya. Karena walaupun Soraya ada dengannya saat ini, tapi beberapa hal telah berubah.

Soraya yang mengerti maksud Rafael, tidak bisa menahan senyum getirnya. Sebuah memori bertahun-tahun lalu, kembali diputar dalam ingatannya seperti kaset. Sebuah akar yang menjadi patah hatinya pada sang Kakak.

Namun bahkan jika Soraya mengingat kembali dan mendapati Rafael bersalah, dia tahu bahwa dasar dari semua itu adalah uang. Jadi mempertimbangkan ramalan, dan bagaimana Rafael mencoba menebus-nya sekarang, dan bahkan di masa depan, Soraya putuskan untuk sedikit berdamai.

“Kakak, aku tidak mau mati. Aku tidak mau hidup miskin meskipun aku bodoh. Aku juga mau memiliki kekasih yang baik.”

“Hah?” Rafael tertegun mendengar keluhan yang sudah diiringi mata berkaca-kaca ini. “Sora kau bicara apa? tunggu, lepaskan dulu ….”

Kali ini Rafael mencoba melepaskan pelukan mereka, agar bisa menatap Soraya langsung. Tapi Soraya yang sudah terlanjur menangis, menolak untuk melepaskan hingga perasaannya stabil.

Dalam pikiran Rafael, dia menduga adiknya baru saja putus cinta karena bicara hubungan. Tapi begitu, dia tidak bertanya lebih. Hanya memberi jawaban penuh kepastian.

“Sora … kau ini bicara apa? Tidak mungkin kau hidup miskin. Bahkan jika kau tidak ingin melakukan apapun dalam hidupmu, kau masih bisa mengandalkan Kakak. Bahkan jika kau menikah, kau masih bisa mengandalkan Kakak. Selamanya, kau bisa mengandalkan Kakak.” Itu bukan hanya kata-kata belaka, tapi juga janji Rafael pada Soraya.

Mendengar hal ini, Soraya seolah bisa melihat bagian dari ramalan itu. Bahwa Rafael pasti akan melindunginya, tidak peduli apa yang terjadi. Hatinya menjadi luruh memikirkan hal ini.

“Kak, aku akan melepaskan masa lalu kita, selama kakak memegang ucapan Kakak.” Ujar Soraya yang terasa tidak jelas bagi Rafael.

“Baiklah, biarkan Kakak menatap matamu.” Pinta Rafael, yang kembali khawatir. Dia menambahkan kekuatan agar bisa melepaskan pelukan Soraya, guna menatap gadis itu. Tapi sayang, Soraya menempel lebih erat dari perangko, sambil tenggelam dengan berbagai hal dalam pemikirannya. Termasuk langkah awal menjauhkan Rafael dari ramalan, yakni PLAK.

Rafael memegang pipinya yang panas dengan tidak percaya. Dia sangat kosong sekarang. Adiknya yang memeluk dengan kasih sayang, tiba-tiba menampar. Siapa yang tidak terkejut.

“So-sora?”

“Tidak perlu marah, itu bentuk protesku, karena Kakak memiliki selera yang buruk terhadap wanita. Tapi jangan khawatir, aku akan mengajari Kakak cara memilih.”

1
Esti Purwanti Sajidin
wedewwww lanjut ka sdh tak ksh voteh
Nixney.ie
Saya sudah menunggu lama, cepat update lagi thor, please! 😭
Ververr
Aku udah rekomendasiin cerita ini ke temen-temen aku. Must read banget!👌🏼
Oralie
Masuk ke dalam kisah dan tak bisa berhenti membaca, sebuah karya masterpiece!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!