Daisy Moreland diusir dari rumah, dikhianati kekasih dan berakhir di ranjang bersama pria asing.
Berniat melupakan masalah yang terjadi, kedatangannya ke kelab malam justru menambah daftar panjang masalahnya.
Daisy terjebak menikah dengan Daren karena memiliki wajah yang sama persis dengan calon istrinya yang kabur.
Bagaimana bisa?
Bagaimana nasib Daisy selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei-Yin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diculik
Suara benturan keras dan guncangan yang cukup terasa membangunkan Daisy dari mimpi indah. Wanita itu terkejut ketika asap mengepul dari bagian depan mobil. Lebih terkejut lagi ketika pintu mobil di sebelahnya terbuka dan sebuah todongan pistol mengarah pada kepala. Seketika tubuhnya gemetar karena takut. Dia tak pernah berada pada situasi mencekam seperti saat ini. Tubuhnya diseret paksa keluar dari mobil, dia melihat Arfa dan Raina juga sama-sama ditodong senjata.
“A-apa yang kalian mau? Ambil semuanya tapi tolong jangan sakiti kami,” mohon Daisy dengan air mata berlinang.
Dia kira saat ini dirinya tengah dirampok, makanya dia berpikir untuk menyelamatkan nyawa dibandingkan barang-barang yang tak seberapa itu. Nyawanya jauh lebih berharga, karena jika sudah mati dia tak akan bisa menikmati apa pun lagi.
Salah satu pria itu mendorong Daisy keras hingga tersungkur. Suara pekikan kesakitan membuat fokus semua orang teralihkan. Raina dan Arfa segera menangkis pistol yang diarahkan ke mereka dan mulai melawan. Suara letusan peluru dan raungan kesakitan menggema karena mereka berada di jalanan yang sangat sepi. Seolah tidak ada kendaraan lain yang berniat lewat.
Daisy menatap semua itu dengan tubuh terguncang, suara letusan pistol menggema di telinga dan membuat kepalanya didera rasa sakit yang teramat. Tangan menarik rambutnya kasar karena rasa sakit itu benar-benar tak tertahankan.
“Ahhh,” pekik Daisy semakin keras membuat Raina lengah dan satu peluru bersarang tepat di bahu.
Raina dan Arfa sebenarnya bisa saja menang melawan 15 orang itu. Namun, fokus mereka terpecah dengan keadaan Daisy yang tampak aneh. Tidak melawan dan hanya bisa memohon dengan tangisan. Sama sekali bukan Della Hargrove yang selama ini tak pernah tunduk, bahkan oleh calon suaminya.
Satu letusan peluru bersarang di paha Arfa agar pria itu tak bisa mengejar Daisy yang telah dimasukkan ke dalam mobil dalam keadaan tak sadarkan diri.
Setelah mobil yang membawa Daisy pergi, tak lama kemudian anggota Black Eagle datang yang dipimpin langsung oleh Daren.
“Di mana istriku?”
*
Daisy terbangun di sebuah ruangan dengan tubuh terikat. Matanya mengedar mengamati sekitar yang tampak dipenuhi barang-barang tak terpakai. Seperti gudang yang telah lama ditinggalkan.
Suara pintu berderit membuatnya kembali pura-pura memejamkan mata.
“Sayang, bangun. Sampai kapan kau akan tidur,” bisiknya sambil menyentuh wajah Daisy lembut.
Menjijikan. Tangan itu meraba, membingkai seluruh wajah Daisy hingga membuat wanita yang tengah memejamkan mata itu tak tahan lagi untuk berpura-pura.
“Jangan menyentuhku, Brengsek!” umpatnya dengan tatapan jijik.
Pria di depannya menyeringai kejam. Tiba-tiba menarik rambut Daisy hingga dia mendongak dan mata mereka bertemu pandang.
“Mulutmu selalu beracun, tapi aku menyukainya. Apalagi saat milikku terbenam di dalamnya. Ohh, kau selalu nikmat, Della.” Pria itu semakin menunjukkan wajah menjijikan yang membuat Daisy mual.
Terjawab sudah pertanyaan yang berkecamuk di dalam pikiran. Pria itu mengira dia adalah Della, seperti yang lain.
“Kenapa kau menghindariku? Semakin lama kau semakin menjauh dan tak bisa ditebak. Apa yang sebenarnya kau inginkan, Della?”
Daisy diam karena dia tidak tahu siapa pria ini dan apa hubungannya dengan Della.
“Katakan!”
“Menjauh dariku. Apa yang kau inginkan!” pekik Daisy saat pria itu dengan lancang menelusuri tengkuk lehernya.
Suara tawa menggema memenuhi ruangan membuat Daisy bergidik ngeri. Entah apa yang merasuki Della sehingga bisa berurusan dengan para berandalan seperti ini.
“Kau melupakan pengorbanan yang kulakukan, Sayang. Semuanya demi dirimu, tapi kau membuangku dan berlari ke pelukan mafia gila itu.”
“Mafia gila? Siapa yang dimaksud. Apa jangan-jangan ....” batin Daisy bertanya-tanya.
Kepala Daisy kembali terasa berat saat pria itu kembali menarik rambutnya dengan kasar, suara ringisan pelan dari bibirnya tak mampu ditahan.
“Kenapa kau menjadi lemah? Apa pria itu yang membuatmu jadi berubah seperti ini?”
Plak
Satu tamparan mendarat di pipi hingga kepala Daisy menoleh ke samping.
Plak
Plak
Seolah belum puas pria itu kembali mendaratkan pukulan di wajah hingga bibirnya robek dan mengeluarkan darah.
“Hentikan! Aku tidak tahu apa yang kau maksud, tolong jangan sakiti aku lagi.”
“Justru kau yang menyakitiku, Della!”
Pria itu kembali menghajar membabi buta, memukul, mencekik bahkan tak segan melukainya dengan pisau. Daisy sudah pasrah akan hidupnya, tubuhnya seperti mati rasa dan semuanya menjadi gelap.
*
“Sudah kau dapatkan lokasinya?”
“Sudah, Tuan.”
Setelah mendapatkan titik keberadaan Daisy, Daren segera membawa pasukannya menuju lokasi.
Sesampainya di sana terjadi baku tempak antara kedua kubu. Daren menyelinap hati-hati masuk ke dalam sebuah bangunan bekas pabrik yang tak terpakai.
Suara tawa seseorang yang keras membuat Daren menghampiri sumber suara. Emosinya langsung memuncak begitu melihat jika di dalam ruangan itu ada istrinya. Lebih tepatnya dia marah melihat keadaan Daisy yang mengenaskan.
Pintu terbuka dan Daren langsung memuntahkan isi pelurunya, membidik beberapa orang di dalam ruangan yang tak sempat melawan.
Kakinya melangkah cepat menuju ke arah Daisy, melepas ikatan dan mengecek keadaannya. Masih bernapas.
Daren melihat ke arah satu pria yang kini tengah meraung kesakitan akibat dua tembakan yang mengenai dada dan perutnya. Sebelum membawa Daisy, pria itu kembali mengeluarkan isi peluru yang tersisa tepat di kening pria bajingan dalang penculikan istrinya.
Anggota Black Eagle berhasil melumpuhkan mereka semua saat Daren membawa Daisy keluar. Sebelum pergi dia minta pada Steve untuk membersihkan lokasi kejadian.
James yang mengemudi langsung sigap tancap gas begitu sang tuan dan nyonya masuk ke dalam mobil. Sebelum sampai di mansion dia menghubungi Gina untuk memanggil dokter.
Begitu sampai di mansion, Daisy langsung diperiksa dan diobati lukanya.
“Dia baik-baik saja, kan?”
*
Begitu mendengar kabar jika putrinya diculik, Maggie dan Felix langsung pergi ke Red Mansion.
Sejak tiba dan melihat kondisi Daisy yang babak belur, Maggie terus menangis di samping putrinya. Sementara Felix menatap dengan kening berkerut, heran.
“Jangan menangis, Ma. Dia hanya pingsan, tidak mati,” kata Felix membuat istrinya melotot tajam.
“Kau berdoa putrimu mati? Maka aku akan membuatmu menemaninya!” ancamnya membuat pria itu meringis.
Meninggalkan Maggie bersama putrinya, Felix keluar diikuti Daren yang mengekor di belakang. Pria paruh baya itu jelas meminta laporan siapa yang telah melakukannya.
“Sean Caviar, mantan kekasihnya.”
Sean hanyalah pria terbuang yang tak diinginkan karena statusnya hanyalah anak dari wanita simpanan. Demi untuk membuat Della bisa bersanding dengannya, Sean melakukan pembantaian pada keluarga sendiri untuk menduduki singgasana yang seharusnya dimiliki anak dari istri sah.
Ternyata Della hanya memanfaatkan Sean untuk kepentingannya sendiri. Itulah sebabnya pria itu menaruh dendam setelah hubungan mereka cukup lama terjalin.
“Papa tidak perlu khawatir, aku sudah membereskannya. Maaf aku tidak datang tepat waktu hingga Daisy harus terluka,” kata Daren.
“Terima kasih, Nak. Maafkan semua tingkahnya yang membuatmu susah.”
Felix tak mengatakan apa yang tengah ada dalam pikiran. Sejujurnya dia heran dengan perubahan sang putri yang bisa dikatakan sangat mendadak. Dari yang awalnya kasar dan pemberontak, menjadi sosok yang manis dan menyenangkan.
Ada senang yang dirasakan, tetapi juga membuatnya curiga. Della pintar bela diri, menggunakan senjata juga cukup lihai. Wanita itu dibesarkan dengan didikan mendiang kakeknya yang seorang petarung, sehingga dia diajarkan cara untuk melindungi diri. Namun, dari cerita Raina dan Arfa yang menggambarkan bagaimana lemahnya sosok Daisy, membuatnya jadi bertanya-tanya.
Apakah perubahan ke arah lebih baik dari putrinya juga melumpuhkan segala ingatan dan keahliannya?
To Be Continue ....
mati terhormat ditangan orang jahat
bukan mati kelaparan sebagai gelandangan... ahay
kalo mau nafsu makan... pesen aja nasi liwet.. ikan asin.. lalapan.. jangan lupakan pete sama jengkol ya