NovelToon NovelToon
Istri Sejuta Luka

Istri Sejuta Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Konflik etika / Selingkuh / Pelakor / Romansa / Penyesalan Suami
Popularitas:10.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ike Ariska

Rea memilih berdamai dengan keadaan setelah pacar dan sahabatnya kedapatan tidur bersama. Rasa cinta yang sejatinya masih bertuan pada Devan membuat Rea akhirnya memaafkan dan menerima lamaran pria itu.

Sepuluh tahun telah berlalu mereka hidup bahagia dikarunia seorang putri yang cantik jelita, ibarat tengah berlayar perahu mereka tiba-tiba diterjang badai besar. Rea tidak pernah menduga seseorang di masa lalu datang kembali memporak-porandakan cintanya bersama Devan.

Rea berjuang sendirian untuk membongkar perselingkuhan Devan, termasuk orang-orang di belakang Devan yang membantunya menyembunyikan semua kebusukan itu.

IG. ikeaariska
Fb. Ike Ariska
Tiktok. ikeariskaa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ike Ariska, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Undangan

“Hm, Sayang!” sapa Devan. Pria itu sibuk menggulir layar ponsel di tangannya ia tengah duduk bersandar di sandaran ranjang.

“Ya?” sahut Rea.

Wanita secantik Putri Isnari versi semampai itu tidak menoleh pada sumber suara ia sibuk mengoles krim malam di wajahnya. Rea tampil sangat memesona mengenakan lingerie berwarna maroon. Meski tanpa makeup kecantikan dalam dirinya terpancar bagai pijar kejora. Bongkah kenyal yang menggantung di dadanya pun tidak kalah menggoda, terlebih rekah bibir ranumnya yang memerah.

Saat dirasanya cukup ia menyusun kembali peralatan kecantikan itu dengan rapi pasti ada sesuatu yang ingin disampaikan Devan, gegas Rea menghampiri pria tampan berdada bidang yang saat itu tidak mengenakan baju, hanya bawahan itu pun boxer pendek berwarna hitam.

Saat Rea melangkah untuk mendekat di mata Devan wanita itu tampak seperti bidadari yang turun dari kayangan, mungkin Tuhan sengaja mengirimkan wanita itu untuk membuatnya bahagia.

“Ah, sempurna sekali hidupku,” gumam Devan dalam hati.

Sedetik pun matanya tak mengerjap. Ia bersyukur bisa memiliki Rea, semakin lengkap dikarunia buah hati semanis Airin. Ya, walau soal pendapatan memang tak menentu, tapi di belakang itu Rea selalu membantu.

“Beruntung sekali aku,” lanjutnya bergumam.

“Ada apa, Sayang?” tanya Rea.

Ia merangkak naik ke kasur empuk berukuran sangat luas, lalu turut bersembunyi di balik selimut. Rebah di dada bidang Devan yang menjanjikan banyak kehangatan.

“Sabtu ini mama mengundang kita makan malam,” ucap Devan singkat. Ia menyimpan ponselnya karena ingin bicara serius.

“Makan malam?” Rea mengernyit sehingga dua alisnya yang runcing nyaris saja bertautan.

“Iya, makan malam,” angguk Devan.

“Memang dalam rangka apa mama mengundang kita makan malam bersama? Bukankah biasanya selalu ada acara atau hal besar baru mama mengundang kita ke sana?” tanya Rea penasaran.

Wajah Rea pun berubah serius, sebenarnya bukan tentang makan malam ataupun acaranya yang membuat Rea penasaran, tapi hubungan buruk antara dirinya dan ibu mertuanya lah yang membuat Rea enggan untuk menghadiri undangan tersebut.

Rea ingat sekali terakhir kali dirinya dan Devan menghadiri undangan makan malam bersama, saat bicara Sang Mertua selalu saja menyudutkannya. Rea tidak pernah benar di mata wanita itu, walaupun Rea menantu perempuan pertama di keluarga itu tetap saja selalu diasingkan.

“Entahlah, Sayang. Aku lupa menanyakan,” sahut Devan.

“Sabtu? Eh sekarang, 'kan Jumat berarti besok, yaa?” tanya Rea.

“Kenapa mendadak sekali?” sambungnya bertanya.

Devan tersenyum.

“Re, maaf sebenarnya mama sudah bilang jauh-jauh hari akunya saja lupa kasih tahu ke kamu,” sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Ih, kamu kebiasaan deh!” ucap Rea sambil memajukan bibirnya ke depan.

“Maaf, maaf,” Devan membujuk.

“Ngomong-ngomong gimana meetingnya tadi?” tanya Rea memperpanjang percakapan.

“Nanti saja bahas tentang itu, aku sudah tidak tahan,” jawab Devan. Pria gagah nan rupawan itu mengedipkan sebelah matanya.

Belum sempat Rea menimpali Devan sudah lebih dulu menghujaninya dengan cumbuan. Membuat malam semakin panjang, bukan lagi saling bertukar cerita melainkan berganti dengan lenguh, keluh dan desahan yang mengaum hingga samar-samar suara aneh itu menyentuh tiap sudut ruang kamar.

****

Devan terpana tidak berkedip sedetik pun saat melihat bidadari tak bersayap berdiri tepat di depannya. Rea tampil memukau mengenakan gaun pendek berwarna gelap begitu kontras dengan kulitnya yang putih mulus. Rambut hitam panjang sengaja dibuat bergelung diurai untuk menutupi bagian dada yang sedikit terbuka. Tonjolan di sana begitu menggoda, menggugah selera setiap pasang mata yang melihatnya.

Polesan makeup seadanya menambah warna di wajah cantiknya dan bibir ranum membuat para pria ingin sekali mengecupnya.

Jika diulik hingga ke bawah, tampilan Rea dibuat begitu sempurna. High heels kaca sembilan Senti membungkus kakinya, memperindah langkah kaki dengan betis yang jenjang.

“Re, kamu cantik sekali,” puji Devan.

“Aku bersyukur punya istri sepertimu.”

Rea hanya tersenyum. Ia mulai membantu Devan memasang kancing kemejanya. Bagi Rea sudah biasa mendengar puji-pujian dari Devan, hampir setiap hari pria tampan tinggi semampai itu melayangkan sanjungan.

Anehnya tiap Devan bicara seperti itu, tiap kata-kata manis itu membelai telinganya entah kenapa hati Rea selalu bertanya.

“Cantik katamu, lalu kenapa ada wanita lain dalam cerita cinta kita?”

Sialnya benak Rea sudah terlanjur merekam semua itu, bahkan Rea masih ingat hari, jam, dan tanggal Devan mengkhianati dirinya. Sebelas Januari, pukul delapan malam tepatnya di hari ulang tahunnya Rea menangkap basah Devan di kamar apartemennya.

Tanpa sadar Rea menggelengkan kepala berusaha mengenyahkan segelenyar bayangan kelam di masa lalu.

“Kamu baik-baik saja?” tanya Devan memastikan. Sadar Rea sedang memikirkan sesuatu.

“Hm, ya.” Rea melukis senyum di tepi bibirnya.

Tiba-tiba...

“Ma, Pa, kenapa lama sekali?”

Suara manja Airin mengalihkan perhatian ke duanya. Bocah perempuan itu muncul setelah lama menunggu.

“Iya, ini sudah selesai. Kita berangkat sekarang? Takut nenek lama menunggu,” jawab Devan.

“Ayo, Pa, sekarang! Aku sudah tidak sabar bertemu nenek,” balas Airin girang.

“Airin sayang, apa Mbak Erlin sudah pulang?” tanya Rea tanpa menatap. Ia berbalik badan untuk mengambil tas tangan yang tadi ditaruh di atas meja.

“Sudah, Ma. Baru saja,” jawab Airin singkat.

“Lho, kok mbak Erlin tidak pamit? Biasanya, ‘kan selalu pamit kalau mau pulang?” tanya Rea kembali mendekat.

Langkah Rea saat mendekat tampak begitu anggun, tiba-tiba saja dari pandangan Devan seperti kelopak mawar berjatuhan menimpa tubuh wanita itu. Entah karena besarnya rasa cinta atau halusinasinya saja Devan pun juga tidak tahu.

“Tadi Mbak Erlin pamit kok, Ma. Aku, ‘kan mau ke atas jadi aku bilang sama mbak Erlin biar nanti aku yang sampaikan pamitnya sama mama,” terang Airin.

“Oh, begitu.” Rea mengangguk mengerti.

Erlin wanita muda berusia dua puluh lima tahun itu adalah pekerja di rumah Rea. Rea sengaja tidak meminta wanita itu menginap di rumahnya karena alasan privasi. Ia tidak ingin orang lain tahu tentang seluk beluk urusan pribadi dan rumah tangganya. Cukup beres-beres, lalu menjaga Airin jika dipinta.

“Ayo, Pa kita jalan!” ajak Rea.

Wanita itu tersenyum manis saat kedapatan melihat Devan menatapnya sangat dalam. Rea bisa artikan tatapan itu adalah perasaan cinta dan kagum yang berlebihan darinya.

Devan mengangguk.

“Ayo!” sahutnya.

Lantas ke tiganya melangkah beriringan ke luar dari kamar menuju mobil yang terparkir di halaman.

****

Sebuah rumah yang terbilang megah dengan dua buah pilar besar menjadi penyangga di bagian depannya, rumah indah dengan nuansa putih tampak sangat asri karena banyak tamanan hias yang terawat tumbuh di halamannya.

Dua mobil mewah terparkir berjejer satu warna hitam dan satunya berwarna merah.

“Ma ternyata Om Sam juga datang, lihat itu mobilnya!” ucap Airin sambil menunjuk mobil mewah warna hitam.

“Tante Naumi juga, Ma! Itu mobilnya,” sekarang bocah perempuan itu menunjuk mobil warna merah.

“Pasti seru rame-rame, Ma.” Airin tidak berhenti mengoceh.

“Iya, Sayang,” sahut Rea. Ia menoleh ke kabin belakang tempat di mana Airin duduk.

Tidak lama setelah itu mobil yang dikendarai Devan pun berhenti. Gegas Airin turun dan tidak sabar untuk segera masuk.

Sementara itu sebenarnya sejak tadi Rea tenggelam dengan pikirannya sendiri.

“Acara apa sebenarnya hingga mama mengumpulkan semua anak-anaknya?” batin Rea bertanya.

1
Salsabila Arman
lanjut
Liem Raliem
lanjut thoooorrr
Retno Harningsih
up
Nur Adam
lnjut
Retno Harningsih
lanjut
Murni Dewita
👣
Simba Berry
baca sinopsisnya aja bikin emosi boro2 dibaca.
Anonymous
suka sama cerita nya
Anonymous
keren
Aurelia Alula
bagus ceritanya
Aurelia Alula
si Devan emg lain org ny
Aurelia Alula
hahahahaha memalukan
Aurelia Alula
sadis kali si rea
Aurelia Alula
kasian rea luka batin ny sngt dlm
Aurelia Alula
apa ini pengalaman pribadi author?
Anonymous: seperti nya iya/Chuckle/
Ike Ariska: aduh/Facepalm/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!