NovelToon NovelToon
The Disgusting Beauty

The Disgusting Beauty

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Teen School/College / Slice of Life
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: アリシア

Tidak ada yang benar-benar hitam dan putih di dunia ini. Hanya abu-abu yang bertebaran. Benar dan salah pun sejatinya tak ada. Kita para manusia hanya terikat dengan moralitas dan kode etik.

Lail Erya Ruzain, memasuki tahun pertamanya di SMU Seruni Mandiri yang adalah sekolah khusus perempuan. Seperti biasa, semua siswi di kelas akan gengsi dan malu-malu untuk akrab dengan satu sama lain. Waktu lah yang akan memotong jarak antara mereka.

Hingga dia mengenal Bening Nawasena. Teman sekelas yang bagaikan salinan sempurna Lail saat SMP.

Drama pertama kelas dimulai. Siswi toxic mulai bermunculan.

Bagaimana Lail menghadapi semua itu?

"Menyesal? Aku gak yakin."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon アリシア, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CH.21 - Gadis Berwajah Malaikat

Lail berjalan seorang diri di lorong panjang meninggalkan ruang konseling. Kakinya terus melangkah, sedangkan pikirannya melalang buana. Rupanya, alasan Pak Juan dipindahtugaskan dari SMU ini adalah karena cekcok dengan Waka Kesiswaan.

Lail tak bisa mendengar jelas pembicaraan antara Bu Dea dengan Pak Hakan sebelumnya. Namun, garis besar yang dapat Lail ambil adalah Pak Juan melaporkan ke Kepala Sekolah kalau ada salah satu guru yang memacari muridnya sendiri di sini. Guru itu juga kebetulan adalah adik dari Waka Kesiswaan.

Laporan Pak Juan sepertinya dibantah mentah-mentah oleh guru tersebut. Kepala Sekolah pun lebih condong kepada Waka Kesiswaan. Sisanya, yah bisa dilihat sekarang. Pak Hakan menggantikan Pak Juan sebagai wali kelas Lail sekaligus guru olahraga siswi tahun pertama.

Kalau aku jadi Pak Juan juga mending pindah aja daripada ngurus orang gak waras. Tapi, aku gak nyangka kalau bukan cuma muridnya yang stres, tapi gurunya

juga.

Jujur saja, Lail juga berada di sisi yang sama dengan Pak Juan.

Hubungan antara guru dan murid yang sangat intens itu melanggar kode etik tak tertulis. Di mana seorang guru harus mempunyai batasan sendiri terhadap muridnya. Bahkan menurut Lail, percintaan antara guru dan murid jauh lebih menjijikkan dari hubungan pacaran anak SD.

Lail menggeleng-gelengkan kepalanya, mengusir semua pikiran yang membebaninya.

“....?”

Sorot mata Lail menangkap sosok Jelika yang sedang duduk di bawah pohon beringin bersama Azara. Ini fenomena. Karena biasanya Azara akan bersama Welda ke manapun gadis itu pergi. Bahkan saat Welda mau bertemu dengan pacarnya yang berasal dari sekolah sebelah, Azara akan setia menemaninya.

Wajah Azara berkerut, serius mendengarkan cerita Jelika. Jelika sendiri, yang terkenal selalu tersenyum manis tak kenal waktu kini muncul guratan di dahinya yang menandakan perasaan tidak senang.

Namun, bukan itu yang menjadi fokus Lail. Melainkan fakta jika kini Jelika yang senantiasa menempel dengan Bening tak pernah terlihat berjalan bersama dengan gadis itu lagi. Waktu memang tak bisa terus berbohong. Mereka terus bergulir menciptakan evolusi kecil-kecilan di

antara pertemanan kelas 1-7.

Welda yang tak terlihat berkelompok lagi dengan pasukan oranye. Milda yang beralih dari Jelika ke Shanaya. Semua ada masanya. Kasarnya, ini dinamakan daur ulang pertemanan.

Kenapa daur ulang? Karena Lail menganggap sebagian besar temannya tidak lebih dari sampah. Mereka akan memilah dan terus memilah anggota pertemanan mereka sampai menemukan yang masih layak untuk didaur ulang.

Jahat? Tidak. Semua orang akan melakukannya dengan sadar ataupun tidak.

Lail juga melakukannya. Karena itulah dia memilih Nylam. Nylam adalah teman yang bermanfaat untuknya. Bagi Nylam juga, Lail pasti bermanfaat. Pertemanan mereka tak lebih dari simbiosis mutualisme.

Sementara alasan Lail dekat dengan Bening...

“....”

Lail diam membisu.

“LAILLLL!”

Suara cempreng Azara membuyarkan pikiran hanyut Lail. Gadis itu dengan riangnya melambai ke arah Lail yang berdiri membatu di lorong laboratorium sains. Lail menarik paksa bibirnya untuk tersenyum seraya membalas lambaian Azara.

Sementara itu, di samping Azara, Jelika tampak diam. Wajahnya yang bak malaikat itu berubah datar ketika matanya bersibobrok dengan Lail. Tatapan yang dingin dan merendahkan.

Bola mata Lail melebar sempurna.

Tadi itu apa?

Lail langsung membuang muka. Enggan menatap Jelika lebih lama.

Dari awal, Lail tak pernah menyukainya. Karena itulah dia merasa janggal saat Bening beralih dari pasukan oranye pada Jelika. Pasukan oranye memang bukan opsi yang baik, tapi Jelika jelas jauh lebih buruk dari mereka semua.

Lail tak punya intuisi kuat bak cenayang, dia sekedar merasakan keganjilan Jelika. Sama seperti Amanda, Jelika memandang orang-orang seolah lebih rendah dari dirinya.

Anehnya, belum ada yang menyadari itu. Mungkin Bening sudah, karena gadis itu tak pernah terlihat bercengkerama lagi dengan Jelika. Tapi sisanya? Mereka masih tertipu dengan wajah polos Jelika. Azara adalah salah satu korban. Atau... si tukang bolos itu berusaha untuk netral?

Mengabaikan panggilan lain dari Azara, Lail segera meninggalkan halaman belakang sekolah. Langkah kakinya bergerak lebih cepat. Sambil berjalan cepat, dia mengambil ponsel genggam di sakunya. Lail mengetik pesan, kemudian mengirimkannya.

Dia punya berita bagus untuk Nylam.

...****

...

Di kelas, Lail memperhatikan gerak-gerik Milda dan Shanaya. Mereka bercanda begitu riang, saling memperlihatkan ponsel masing-masing seperti berbagi video lucu. Lail takkan lupa, sehari sebelum hari pertama sekolah, ia memergoki Milda yang dilabrak Amanda dan Giselle. Tidak tahu apa yang terjadi, dia enggan bertanya pada Wiyan.

“Ada Isvara, gak?”

Lamunan Lail buyar, dia memandang remaja lelaki yang berdiri di pintu kelas. Dari seragamnya, siswa ini dari sekolah sebelah.

Lail mengernyit.

Emangnya anak sekolah lain boleh ke sini, ya? Mana lelaki pula.

"Ada.” Lail menjawab singkat, dia menoleh, mencari sosok Isvara di tengah-tengah pasukan oranye. “Isvara, ada yang cari kamu nih!”

“Hah?”

Adegan selanjutnya adalah sesuatu yang tak bisa ditiru oleh Lail. Ternyata siswa itu adalah pacarnya Isvara, dan dia datang ke sini, repot-repot membawa kue demi memberikan kejutan pada Isvara yang ulang tahun.

Isvara sangat senang atas kejutan yang dia dapatkan. Dia dengan wajah tersipunya terus menarik-narik lengan Khalila. Lail turut prihatin melihat Khalila yang terus didekap oleh Isvara. Saking tersipunya, butuh waktu sampai sepuluh menit hingga Isvara meniup lilin-lilin di atas kue.

Bukan hanya Isvara yang tampak senang, tapi juga teman sekelas yang lain. Setelah Isvara meniup lilin, pacarnya itu langsung pergi karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Isvara membagikan potongan kue kepada teman sekelasnya. Lail dan Bening juga dapat.

Sret!

"Oi...”

Lail mendelik tajam saat Nylam menyodorkan potongan kue miliknya pada Lail. Nylam memang tak suka makan makanan yang terlalu manis. Lail baru menyadarinya di akhir semester gasal. Bening sendiri sama seperti Lail, suka sekali dengan makanan manis terutama es krim.

“Kamu 'kan tahu aku gak suka makanan manis.” Nylam berkata sambil nyengir kuda.

Lail mendengus, dia membagi kue itu menjadi dua kemudian memberikan setengahnya pada Bening. Lail memang suka manis, tapi tidak dengan yang satu ini. Kue ini pasti dibeli di toko kue yang terletak 1 km dari sekolah.

Manis dari si kue memang pas, tapi karena tambahan whipped cream yang berlebihan, rasanya jadi kurang. Lail tahu karena dia mampir ke banyak toko kue bersama kakaknya.

Lail menelan suapan pertama.

Rasanya terlalu jauh dari kue yang sering ditraktir Iyan.

“Gak enak, La?” tanya Bening, ia melihat bagaimana ekspresi Lail saat ini.

“Bukan gak enak. Standarku aja yang jadi agak tinggi karena suka ngider ke banyak toko kue.”

“Kataku sih enak, tapi whipped cream-nya yang bikin agak kacau.”

Lail mengangguk setuju. Bening benar.

“Woi, jangan dih!”

Berbeda dari Lail dan Bening yang menikmati potongan kue dengan tenang. Zeira dan Hanin malah memainkan kue-kuenya. Krim kocok yang begitu banyak menjadi bahan permainan Zeira serta Hanin. Mereka melempar kue-kue ke udara. Bening memandang mereka miris, sebab membuang-buang makanan yang diberi secara percuma oleh Isvara.

Namun, nampaknya Isvara tak mempermasalahkan itu. Justru, dialah yang paling heboh. Semuanya terlihat menyenangkan, krim bertabur di mana-mana terutama wajah ketiganya.

"AWAS, LAAA!”

“Hah?”

Plop!

Lail membisu. Ia dapat melihat krim kocok tercecer dari kepala melalui dahinya. Alis Lail berkedut kesal. Di sebelahnya, Bening tampak syok. Namun tangannya bergerak cepat mengambil tisu dari dalam tasnya, kemudian membersihkan rambut Lail dari ceceran krim kocok.

“La, maaf!” Zeira merasa sangat bersalah, ia pun membantu Bening mengelap sisa krim kocok. Hanin juga ikut turun tangan.

“Stop!” Lail mengangkat tangannya, isyarat agar mereka berhenti. “Aku mau ke toilet aja.”

Dengan gusar, Lail melangkahkan kakinya keluar kelas diikuti Bening. Nylam yang tadinya masih syok pun kemudian mengekori keduanya. Di jalan menuju toilet, Lail tak sedikitpun menyentuh rambutnya yang kotor. Dia juga tak peduli pada siswi-siswi lain yang memandang ke arahnya heran.

Nylam berbisik pada Bening, “Harusnya mereka gak mainin tuh kue!”

“Tau ya! Padahal itu makanan!” Bening mendesis tak terima.

Di toilet.

“Gimana caranya ngeringin rambut paling cepet?” tanya Lail.

“Hair dryer.”

“Kipas.”

Bening dan Nylam yang menjawab secara bersamaan kini saling adu tatap.

“Sekolah kita gak nyediain hair dryer gratis, Ning.” Sergah Nylam.

“Kipas di kelas kita juga gak boleh diturunin, Nym.” Timpal Bening.

Lail memandang keduanya datar, lalu mendengus gusar. Ternyata dia mempunyai teman yang sangat ‘pintar’. Saking pintarnya, otak mereka tak perlu diasah lagi. Lail nyaris bertepuk tangan.

Tak lama berselang, bel masuk pun berbunyi. Lail hanya meminjam handuk dari UKS tanpa menyisir rambutnya lagi karena tak punya waktu.

Di kelas, orang pertama yang ia lihat adalah Jelika, gadis itu lagi-lagi memberikannya tatapan sinis. Lail merotasikan bola matanya malas, Jelika semakin jelas saja.

“Jel, gue minjem catatan sejarah donk!” Khalila menghampiri Jelika sambil membawa bukunya.

Jelika merubah ekspresi sinisnya dengan cepat, ia tersenyum lebar pada Khalila.

Dasar rubah.

Lail tak pernah suka gadis berwajah rubah seperti Jelika, yang senantiasa tersenyum manis namun menyembunyikan sesuatu yang buruk di balik itu. Mereka sekilas tampak ramah, tapi Lail tahu betul kalau Jelika itu egois.

Sayang sekali, dia tak pernah bercermin dan malah meneriakkan jika orang lain yang egois. Sampah lainnya di kelas 1-7 ini selain Amanda.

Jika Lail diibaratkan sebagai kupu-kupu yang indah namun menjijikkan, maka Jelika hanyalah seonggok lalat rumah.

Gadis pencari perhatian yang sudah tak bisa disebut ambisius lagi.

“La?” panggil Nylam.

“Yeah?”

“Kamu ke BK lagi, La?”

Lail mengangguk.

“Rajin amat!” desis Nylam.

“Emangnya kamu ke BK ngapain?” tanya Bening.

“Beres-beres, Ning.” Nylam yang menjawab.

Lail tak menanggapi lebih jauh. Rupanya Bening tidak tahu apa yang Lail lakukan selama ini saat ke BK. Yang Bening tahu, Lail punya jadwalnya sendiri setiap minggu untuk menghabiskan waktu istirahatnya di BK.

“Kayaknya saya emang harus lebih fokus lagi biar dapet ranking 1. Saya gak pernah dapet ranking serendah ini. Kalau saya serius sedikit aja, pasti bisa ngalahin dia.”

Lail mendelik, suara Jelika bagaikan nyamuk yang dengungannya sangat mengganggu. Bukan hanya Lail yang mendengar, rupanya Bening dan Nylam langsung mengalihkan perhatian mereka pada Jelika. Suaranya yang keras dan sangat angkuh nyaris membuat Lail muntah.

“Apaan sih, gak jelas banget!” desis Bening, ia menatap Lail dengan tatapan tajam. “Pas semester kemarin, aku muak banget sama dia yang bilang selalu juara 1 di SMP-nya. Mana sombong banget lagi pas ngomong. Lah aku juga pas SMP selalu yang teratas.”

Lail mengabaikan omong kosong Jelika. Itu hanyalah kata penenang karena dia bahkan tak masuk tiga besar. Biasanya Lail tak peduli dengan sistem ranking, tapi kali ini sistem itu ada gunanya juga. Harga diri Jelika akan jatuh seiring waktu berlalu. Lihat saja.

Jelika terlalu angkuh dan bangga terhadap kemampuannya yang tak seberapa itu. Satu hal yang harus Jelika ketahui. Lail duduk di posisi puncak, mengalahkan banyak orang, bahkan bisa berada di posisi kedua di satu angkatannya saat ini, bisa dia lakukan hanya dengan mengerahkan 70% kemampuannya.

Singkatnya, Jelika mendapat nilai 90 karena hanya sebatas itu nilai yang bisa didapatkannya. Namun, Lail mampu mencapai nilai 100 karena itulah batas maksimal yang bisa diberikan oleh guru.

Jelika harus disadarkan kalau kakinya masih berpijak di atas tanah.

TBC

1
anggita
like👍☝iklan utk Lail.. moga novelnya sukses thor.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!