NovelToon NovelToon
Cinta Yang Tak Utuh

Cinta Yang Tak Utuh

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Poligami / Patahhati / Konflik Rumah Tangga-Konflik Etika / Cerai / Keluarga
Popularitas:824.8k
Nilai: 5
Nama Author: Freya Alana

Kehidupan perkawinan Thoriq Aditya dan Qiara Anjani terusik karena kehadiran Hanna Adinda.

Akankah Qiara sanggup bertahan?
Apakah Thoriq tetap menjadikan Qiara cinta sejatinya?
Sanggupkah Hanna merebut cinta Thoriq?

Kehadiran orang ketiga telah merusak cinta dan asa.

Asa yang terurai dan cinta yang tak lagi utuh.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Freya Alana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bertemu Kakek dan Nenek

“Assalamualaykum Dhanu, Qiara,” sapa Kakek dan Nenek bersamaan.

“Waalaykumussalam Kakek, Nenek, Mas Thoriq.” Dengan takzim Qiara menyium punggung tangan ketiganya. Begitu juga dengan Dhanu yang diminta datang oleh adiknya.

Nenek memeluk Qiara dengan erat. Rindu dan rasa bersalah campur aduk.

“Silakan masuk,” ajak Dhanu mempersilakan Kakek, Nenek, termasuk Thoriq. Semenjak Thoriq memperkenalkan Hanna, hilang sudah rasa hormat Dhanu pada adik iparnya. Sehingga dengan sengaja, ia memperlakukan Dhanu seolah tamu di rumahnya.

Qiara berjalan ke dapur mengambilkan camilan buatannya, klepon dan bolu kukus. Thoriq mengikuti Qiara ke dapur. Begitu sosok istrinya tidak terlihat kakek dan nenek, ia memeluk dari belakang.

“Qia, Mas kangen banget.”

Semenjak kedatangan Kakek dan Nenek, Thoriq pamit untuk tidak menginap di rumah Qiara selama satu minggu penuh sampai pestanya usai.

Qiara berusaha keras menekan rasa sakit hati, kecewa, dan cemburu. Ia memutar tubuhnya dan membalas pelukan Thoriq.

“Cantik, Sayang,” bisik Thoriq di telinga Qiara. Didekapnya erat wanita yang dirindukan siang malam.

“Qiara …” Nenek tiba-tiba masuk ke dapur.

Dua manusia langsung mengurai pelukan mereka. Thoriq menatap gemas ke wajah Qiara yang malu-malu.

“Iya Nek,” jawab Qiara.

“Kakek minta teh pahit anget katanya.” Nenek berkata sambil menatap Thoriq, sungguh berbeda cara Thoriq menatap Qiara dan Hanna. Hari ini pun Thoriq terlihat sangat bersemangat menemui Qiara.

“Baik, nanti Qia buatin, Nek.”

Nenek tersenyum ke arah Thoriq dan Qiara, terlihat sekali Thoriq ingin segera Nenek meninggalkan mereka berdua.

“Mas, Qia mau siap-siapin dulu.”

“Sebentar saja Qia, Mas mohon.”

Qia menyandarkan kepalanya ke dada Thoriq yang kembali mendekap erat seakan tidak ingin melepaskan. Thoriq tidak bisa membayangkan betapa sakitnya Qiara. Mata yang kemarin-kemarin sempat berbinar kini kembali redup.

Lagi-lagi ia merutuki dirinya yang menyerah pada permainan takdir.

“I love you Qiara Anjani, you are the love of my life.” Thoriq menghapus bulir air mata yang lolos membasahi pipi Qiara.

“Mas…” Qiara menatap Thoriq sengan tatapan penuh luka.

“Qia Sayang.” Thoriq mendekap erat lagi tubuh Qiara, keduanya menangis bersama.

“Qia.” Tiba-tiba kakek sudah berdiri di depan pintu dapur. Wajahnya pias melihat penderitaan dua anak manusia yang saling mencintai. Penderitaan yang disebabkan oleh janji yang harus ditepati.

“Maaf Kek.” Buru-buru Qiara dan Thoriq saling melepaskan diri. Kakek sempat melihat keduanya menangis sambil berpelukan. Pilu sekali rasanya.

“Kakek mau ke toilet.”

“Silakan, Kek, sebentar Qia antar camilan dan teh ke depan.”

Kakek berlalu dengan gamang. Sementara Thoriq membantu Qiara menyiapkan semuanya.

Qiara dan Hanna memiliki sifat yang sangat berbeda. Qiara lembut dan pengertian. Walau memasak bukan keahliannya namun ia belajar jika ada masakan yang disukai keluarganya.

Lain halnya dengan Hanna yang biasa dilayani. Ia baru mulai melayani Thoriq setelah melihat betapa Qiara menyiapkan makanan kesukaan Thoriq waktu mereka tiba di rumahnya.

Selain itu Hanna cenderung manja, walau sebenarnya hatinya baik, namun sering tertutup dengan sifat mau menang sendiri.

“Mas kamu di depan aja, temenin Kakek dan Nenek serta Mas Dhanu,” pinta Qiara.

Thoriq menggeleng. Ia ingin mencuri waktu bersama Qiara walau itu hanya di dapur menyiapkan cemilan dan teh.

Tak berapa lama Thoriq dan Qiara keluar membawa camilan dan teh. Dhanu melihat bekas tangis di wajah adiknya. Gerahamnya gemeretuk menahan marah.

Setelah mereka semua duduk, kakek berbasa-basi membuka pembicaraan hingga akhirnya berkata,” Qiara, Kakek dan Nenek ingin minta maaf karena telah meminta Thoriq menikahi Hanna.”

Qiara menatap Kakek dengan sendu. Baginya sudah tidak ada artinya menyesali dan meminta maaf. Cinta yang dibangun dengan tulus kini sudah retak dan tak mungkin utuh lagi.

Nenek meraih tangan Qiara. “Nenek mengerti sulit bagi wanita untuk berbagi suami. Kami minta maaf telah membebankan amanah kami pada kalian. Nenek melihat betapa Thoriq sangat mencintai kamu, Qia.”

“Setiap kami shalat, kami selalu memanjatkan doa untuk kebahagiaan kalian.”

Dhanu memperhatikan adiknya yang sedang menahan kesedihan.

“Qiara, sini duduk samping Mas Dhanu.” Naluri sebagai kakak langsung bangkit melihat adiknya sangat tersakiti.

“Mas …” Qiara merasa tidak sopan melepas tangan Nenek yang masih menggenggam tangannya.

“Kakek, Nenek dan kamu Thoriq. Saya sungguh kecewa dengan keadaan ini. Saya hanya berharap Qiara kuat. Jika diserahkan kepada saya maka saya akan minta kembali Qiara dari kamu Thoriq!”

Thoriq terkesiap, jantungnya seakan berhenti berdetak. Laki-laki itu berlutut di hadapan kakak iparnya.

“Mas Dhanu, ampuni saya. Tapi tolong jangan minta Qiara meninggalkan saya. Mungkin orang mengira enak punya dua istri. Tapi tidak bagi saya. Jika boleh memilih, saya hanya memilih Qiara. Mas tahu, saya hanya hidup setiap minggu untuk bertemu Qiara. Saya menanti hari-hari bersama Qiara dan berharap hari saya harus meninggalkannya tidak pernah datang.”

Thoriq terdiam.

“Saya memang laki-laki lemah yang tidak bisa menjaga Qiara. Bahkan saya pun tidak adil terhadap Hanna karena belum bisa mencintainya. Sekali lagi saya mohon Mas, jangan minta Qiara meninggalkan saya.”

Kakek dan Nenek tidak tega melihat cucu yang mereka besarkan kini memohon untuk cintanya. Keduanya merasa amat sangat bersalah.

Qiara mendekati suaminya. Merangkul pundaknya.

“Mas.”

Thoriq meraih tangan Qiara. Menggenggam dan menciuminya. Tatapannya memohon agar Qiara bertahan bersamanya.

“Qia, Mas mohon jangan pernah tinggalin Mas. Kamu kasih tahu Mas kalau kamu sudah tidak kuat. Mas akan tinggalkan Hanna.”

Air mata menetes dari mata bening yang diliputi kesedihan. Qiara tahu betapa hormat Thoriq pada kedua kakek neneknya.

“Mas, kita jalani hari-hari. Mari saling menjaga perasaan. Sekarang bukan perasaan Qia saja yang harus kamu jaga. Tapi ada perasaan Kakek, Nenek, dan … Hhhaanna,” ucap Qiara dengan suara bergetar.

“Qiara. Maafin Mas…” Thoriq memeluk istrinya erat. “Maafin Mas …”

“Duduk di sofa yuk, Mas,” ajak Qiara, tak tega melihat suaminya bersimpuh di hadapan kakaknya.

Thoriq menggandeng tangan istri pertamanya dan duduk di sampingnya.

Kakek dan Nenek menghela napas.

“Maafkan Kakek dan Nenek. Sepertinya kami terlalu gegabah. Ampuni kami, Qia, Thoriq.” Kakek dan Nenek menundukkan kepala mereka.

“Semua sudah terjadi Kek. Qia mohon, doakan yang terbaik bagi.”

“Doakan aku dan Qia selalu bersama dan bahagia,” ujar Thoriq meralat perkataan istrinya.

“Itulah doa Mas tiap malam. Mengertilah bahwa Mas sangat mencintai kamu. Walau Mas harus jujur, tidak dapat dipungkiri suatu saat Mas akan timbul rasa sayang pada Hanna, tapi kamulah cinta sejati Mas.”

Qia menggenggam tangan Thoriq, menyandarkan kepala ke pundak suaminya mencari kekuatan. Thoriq memeluknya dengan rasa sayang. Mengecup berkali-kali kening istrinya.

***

Kakek dan Nenek berada di hotel tempat mereka menginap.

“Bu, aku masih semedot kelingan Thoriq sama Qiara. Ra tegel sakjane.”

(Bu, aku masih nyesek inget Thoriq dan Qiara. Rasanya nggak tega sebenernya.)

“Piye yo Pak. Ndelok Thoriq ninggalke Qia, dhadhi melu nangis aku.”

(Gimana ya Pak. Liat Thoriq pamit sama Qia jadi ikutan nangis aku.)

“Salah kita ya Bu. Tapi nasi sudah jadi bubur. Semoga semua apik wae.”

“Iya Pak, kita doakan. Sambil aku mau nasihatin Hanna supaya jangan maksa-maksa Thoriq.”

***

“Mas, aku mau pesta kita di ballroom Hotel Fairymount di Senayan. Lagi hits.”

Thoriq mengernyitkan dahi. Tentu saja ia familiar dengan hotel yang dikelola perusahaannya.

“Kita hanya mengundang beberapa kerabat saja. Ballroom Fairymount terlalu besar.”

“Kita bisa mengundang kebih banyak orang, Mas. Aku ingin dunia tahu kalau aku istri Mas.”

“Mas nggak setuju.”

“Kenapa? Pasti takut Mbak Qiara sedih. Selalu Mbak Qiara yang dipikirkan. Ini perkawinan pertama dan terakhir Hanna. Wajar kalau Hanna ingin mengadakan sesuai impian Hanna.”

“Terserah.”

“Nah gitu dong, itu baru suami kesayangan.” Hanna mendekat untuk mencium bibir Thoriq.

“Mas nggak akan datang.”

Tubuh Hanna menegang. Emosinya memuncak.

“Kok gitu? Mas jahat banget. Mas nggak peduli sama perasaan aku.”

“Hanna, Mas akan biayain pesta pernikahan kita sesuai kemampuan Mas.”

“Tapi Hanna punya uang, Mas. Warisan Bapak dan Ibu cukup banyak.”

“Mas tidak menginginkan pesta yang besar. Ya memang Mas mempertimbangkan perasaan Qiara walau sedikitpun tidak afa komentar keluar darinya. Tapi kita tahu dirilah.”

“Selalu Mbak Qiara, selalu Mbak Qiara. Bahkan Nenek minta Hanna untuk menghargai perasaan Mbak Qiara. Tahu seperti ini Hanna nggak mau nikah jadi istri kedua!” Bentaknya.

Thoriq menghela napas kecewa. Sebesar-besarnya pertengkaran dengan Qiara, tidak pernah istri pertamanya itu menaikkan suara.

“Kamu menyesal? Mau kita pisah? Mas nggak keberatan. Mas bisa tetap menjaga kamu tanpa harus terikat pernikahan.”

“Nggak! Hanna nggak akan mau pisah dari Mas. Hanna cinta dan akan buat Mas hanya cinta sama Hanna!”

Thoriq menatap punggung istri keduanya yang masuk ke kamar sambil membanting pintu.

“Astaghfirullahaladzim. Maafkan aku ya Allah yang terus menyakiti istri-istri yang Kau titipkan padaku. Beri hamba petunjuk.”

Thoriq membuka aplikas Qur’an dan melantunkan ayat-ayat suci yang menenangkan. Bersama Qiara, jika mereka berdebat, salah satu akan mengajak untuk sholat atau bertilawah. Setelah tenang perdebatan berganti dengan diskusi hingga diakhiri dengan pergulatan nikmat di tempat tidur.

Sambil meresapi bacaannya, Thoriq terus memohon petunjuk pada Yang Maha Kuasa. Tak berapa lama, Hanna keluar dengan wajah cemberut.

“Mas, kok nggak susulin Hanna?” Tanyanya tanpa memedulikan Thoriq yang masih membaca Qur’an.

“Shadaqallahuladziim..,” ucap Thoriq mengakhiri bacaan.

“Duduklah di sini, Hanna.” Thoriq menepuk tempat duduk di sampingnya. Hanna duduk sambil memeluk lengan Thoriq.

“Hanna, Mas mengucapkan terima kasih karena kamu sudah menyukai Mas sejak dulu.”

“Aku sudah mencintai Mas sejak kecil. Mas itu cinta pertama Hanna.”

“Terima kasih. Tapi tidak dengan Mas. Umur kita terpaut sembilan tahun. Mas bahkan tidak terlalu memperhatikan kamu ketika pulang kampung. Tiba-tiba Mas harus menikahi kamu bulan lalu. Mas setuju bukan karena diam-diam menyukai kamu. Tidak begitu Hanna. Mas benar-benar harus beradaptasi dengan ini semua. Akan mudah jika Mas masih single. Mas sudah punya istri yang sangat Mas cintai. Mbak Qiara adalah cinta pertama Mas.”

Hanna menghapus air matanya. Kepalanya menyender di pundak Thoriq.

“Mas tidak terpikir punya dua istri, Hanna. Demikian pula Qiara. Bayangkan perasaannya ketika Mas pulang malah membawa istri baru. Kamu juga tidak membuat semua lebih mudah. Kamu beberapa kali menaruh jamu perangsang supaya Mas menyentuh kamu. Sikap manja kamu membuat Mas lelah. Dan tuntutan agar Mas langsung mencintai kamu. Mas lelah, Hanna.”

Thoriq mendengar istrinya terisak.

“Mas tidak akan menceraikan kecuali kamu yang meminta. Itulah janji Mas yang pasti menyakiti Qiara. Kamu tahu, waktu kecil Mas tinggal di Sulawesi dan orang tua Mas kecelakaan. Kakek dan nenek lah yang merawat dan membesarkan Mas. Terlalu banyak hutang budi Mas pada Kakek dan Nenek yang ternyata harus dibayar dengan kebahagiaan Mas.”

“Hanna sangat mencintai Mas …”

“Berilah Mas waktu untuk membagi hati. Walau Mas belum menjanjikan cinta.”

“Mas nggak akan tinggalin Hanna?”

“Mas akan jagain Hanna selalu, seperti janji kepada Kakek dan Nenek.”

“Maafin Hanna, Mas. Hanna berharap pernikahan kita akan baik-baik dan Mas akan jatuh cinta sama Hanna. Maaf jika Hanna memaksakan. Hanna takut kehilangan Mas.”

“Kita mulai dengan cara baru. Maafin Mas juga yang tidak tahu bagaimana harus memperlakukan istri-istri Mas.”

“Ya udah jadi acara kita di tempat semula aja ya.”

“Iya Hanna.”

“Sekarang aku panasin ayam goreng dulu, ya Mas. Tadi Hanna coba masak sendiri. Semoga Mas suka.”

“In syaa Allah…”

Hanna mencium pipi suaminya lalu beranjak ke dapur.

“Aku mengalah untuk menang.” Hanna bersumpah dalam hati untuk membuat suaminya bertekuk lutut.

Diam-diam dicampurnya jamu perangsang yang dibelinya di toko jamu di pasar belakang apartemen.

“Kamu tidak pernah berniat menyentuhku tanpa kuberikan jamu ini Mas. Aku perlu hamil agar kamu tidak pergi dariku,” batin Hanna.

***

1
pipi gemoy
betul Umar Radhiyallahu Anhu
Sri Darmayanti
Allah tidak akan memberikan ujian diluar kemampuan manusia yg diuji

keep strong Qiara

ujian Hanna Stella.. work..... sabarrrrrQi
pipi gemoy
🌹🙏
👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍
pipi gemoy
👍👍👍👍👍🌹🙏
vote Thor ✌️
pipi gemoy
😂😂😂😂😂😂😂👻
Sri Darmayanti
merebut laki orang .
pipi gemoy
good karakter Devan🌹👍
Jolanda Lengkey
bissmillah..mbak qiara yg kuat ya/Drool/
pipi gemoy
😂😂😂😂😂😂
Sri Darmayanti
lanjut thor



mewek akyu
Sri Darmayanti
semangat qiara


dukung istri 1 ..... mantan
Sri Darmayanti
cowok.... biasa

Qia kenapa jg pake spiral.......
pipi gemoy
vote lagi Thor ✌️
jodohnya kala nih
Sri Darmayanti
kok sebel ya... thoriq jg rakus.... dadar cowok
pipi gemoy
😂😂😂😂😂😂
pipi gemoy
nah ketemu Hanna yg sudah tobat
pipi gemoy
Liam jujur bener😆
pipi gemoy
betul sekali👍
Sri Darmayanti
udah gede Hanna..... ngapain dititipin.... wkkkk
Sri Darmayanti
pergi Qia.... tinggalin
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!