Persahabatan dua generasi.
Antara seorang pemuda dengan seorang kakek tua pensiunan pegawai negeri.
Lucunya, sang kakek tidak mengetahui bahwa sahabatnya sebenarnya seorang CEO dari perusahaan terkenal.
Persahabatan yang telah terjalin beberapa tahu itu sangat terjalin erat hingga akhirnya, di penghujung akhir hayatnya, sang kakek meminta sahabatnya untuk menikahi cucu satu satunya.
Akankah sang CEO akan menuruti permintaan sahabatnya untuk menikahi cucunya yang ternyata adalah sekretaris yang bekerja dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rentenir..
"Saya tidak mau..!" Ucap Diah tegas, memalingkan wajahnya sambil memangku tangan.
Gio langsung membenturkan kepalanya pelan ke meja.
"Apa kalian tidak bisa bersabar, 2 minggu lagi kan saya cuti.." Lanjut Diah masih terdengar kesal.
"Iya saya tahu, tapi ini keinginan pak Devan, dia ingin....." Gio belum menyelesaikan perkataannya.
"Pokoknya saya tidak mau...!" Bentak Diah sambil beranjak dari duduknya membuat Gio terperanjat kaget.
"Baiklah..baiklah kalau begitu, jangan marah lagi, tidak baik untuk kandungan kamu.." Ucap Gio pelan.
Diah kembali duduk di kursi depan Gio, bosnya.
"Pak Devan itu memang banyak maunya, pantas saja tidak ada sekretaris yang tahan berlama-lama bekerja dengannya.." Diah mengomel.
"Iya..tenanglah, jangan marah lagi, saya akan menolak rencana pak Devan untuk bertukar Sekretaris, kami akan menunggu kamu cuti saja.."
"Sekarang silahkan bekerja kembali..." Ucap Gio lembut dengan senyuman manis di bibirnya.
Diah melihat Gio tajam.
"Jangan jangan ini bukan ide pak Devan, bisa saja ini taktik anda untuk semakin gencar mendekati Asha..?" Tanya Diah menelisik sambil beranjak perlahan dari kursinya, perutnya yang besar membuatnya semakin sulit bergerak.
Gio tersentak kaget.
"Mentang mentang ada sekretaris yang cantik, anda ingin membuang saya begitu saja, padahal saya sudah bekerja dengan anda sudah hampir lima tahun.." Diah terlihat menahan tangisnya.
Gio menggaruk kepalanya yang tidak gatal melihat sekretarisnya kini terlihat akan menangis, menyalahkan hormon kehamilan yang membuat Diah sekretaris kesayangannya menjadi sangat sensitif.
"Tentu saja tidak..ini memang benar-benar keinginan pak Devan, kalau kamu tidak percaya, kamu bisa menanyakannya langsung.."
"Kamu akan tetap menjadi sekretaris kesayangan saya.." Gio berusaha menghibur, dengan senyum seringai.
Diah tak merasa terhibur, dia pergi meninggalkan Gio dengan masih terlihat kesal.
Gio kembali menggaruk-garuk kepalanya.
"Seperti dia yang bosnya, dan aku bawahannya.." Gumam Gio sedih.
***
"Diah tidak mau.."
Devan mendengus kesal.
"Aku tidak bisa memaksanya, kamu tahu dia sedang hamil, hormon kehamilan membuatnya menjadi sangat galak, aku takut.."
Devan tersenyum sinis.
"Memangnya kenapa kamu ingin bertukar sekretaris..? yang aku dengar kemarin kamu memuji Asha karena dia bekerja dengan sangat baik..?" Gio penasaran.
Devan tidak menjawab, dia terlihat merenung sambil menyandarkan tubuhnya pada kursi, dia tidak mungkin memberitahu Gio bahwa dirinya tidak tahan lagi berdekatan dengan Asha karena takut akan perasaannya sendiri.
"Apa karena Angel..?" Tanya Gio lagi.
Devan langsung menganggukkan kepalanya, mungkin itu alasan paling tepat baginya sekarang.
Tok..tok..
Suara pintu diketuk dengan pelan, dan tak lama Asha masuk.
"Rapat sudah siap pak..semua orang sudah menunggu anda..."
Devan langsung beranjak dari duduknya, mengambil beberapa dokumen di atas mejanya, begitu pula dengan Gio yang beranjak dari kursi sembari menatap wajah cantik Asha yang menurutnya semakin hari semakin bertambah cantik.
"Hari ini jangan menolak lagi, kita akan makan siang bersama.." Ucap Gio sembari berjalan melewati Asha.
Asha hanya diam tidak menjawab.
***
Sementara rapat berlangsung, Asha mengerjakan beberapa pekerjaan di mejanya, sembari menjawab beberapa panggilan telepon yang terus saja berbunyi menanyakan Pak Devan, direktur utama di perusahaan itu.
Jam sudah menunjukkan waktunya istirahat makan siang, bahkan lebih, sehingga sebagian karyawan sudah keluar makan siang, namun Asha tidak berani pergi sebelum pak Devan keluar dari ruang rapat, hingga akhirnya rapat ditunda dan akan dilanjutkan lagi setelah jam makan siang berakhir, Asha melihat Pak Devan yang berjalan mengarah ke ruangannya dengan diikuti oleh Nando di belakangnya.
"Kalian berdua istirahatlah.." Ucap Devan melihat Nando dan Asha bergantian, kemudian langsung masuk keruangannya.
"Iya pak.." Jawab keduanya hampir serentak.
Nando melihat Asha dengan sumringah.
"Kita makan siang bareng.."
Asha mengangguk sembari tersenyum.
"Kitakan sudah janji akan makan siang bersama.." Secara tiba tiba Gio muncul mengagetkan Asha.
"Maaf pak saya tidak tahu.." Jawab Nando kaget.
Dia atau bahkan seluruh karyawan di kantor tahu kalau Pak Gio sedang gencar-gencarnya mendekati Asha.
"Kita makan siang bersama saja.." Ucap Asha spontan sembari melihat Nando dan Gio bergantian.
Nando menjadi salah tingkah, dia tahu Pak Gio tidak akan menyukai ide Asha.
"Tidak usah..saya akan makan siang dengan yang lain.." Nando sudah pasti menolak.
Membuat Asha kesal mendengarnya, Gio tersenyum melihat wajah kesal Asha yang menurutnya semakin menggemaskan.
Tiba-tiba ruangan Devan terbuka.
"Nando..Asha masuklah, bantu aku mengerjakan beberapa dokumen yang kurang untuk rapat, aku sudah memesan makanan delivery, kita makan siang bersama di ruanganku.." Devan melihat Asha dan Nando bergantian.
Tatapannya terhenti pada Gio.
"Kamu tidak makan siang..?"
Terlihat dari wajahnya Gio sangat kesal.
"Aku akan makan siang dengan Asha tadinya, tapi kamu menggagalkannya.."
"Asha..karena makan siang kali ini tidak jadi, bagaimana kalau diganti dengan makan malam saja.." Gio melihat Asha, berharap Asha memberinya jawaban dengan menyetujui idenya.
Namun Asha tidak menjawab, dia terlihat sibuk mengambil beberapa dokumen yang akan dibawanya ke ruangan Pak Devan.
Devan menyeringai melihat Gio yang diacuhkan.
***
Pukul 6 sore, Asha telah sampai di rumahnya, seperti biasanya, sebelum naik ke atas, dia terlebih dahulu mampir ke toko kue milik sang ibu.
Namun kali ini ada yang berbeda, Asha melihat beberapa orang lelaki berbadan tegap berada disana, mereka terlihat sangar dengan penampilan ditambah dengan raut wajah yang menyeramkan, menyambut Asha yang masuk ke toko dengan penuh tanda tanya.
Asha kaget, melihat ibu dan adiknya begitu juga sang kakek yang terduduk ketakutan seperti tengah di interogasi oleh salah seorang dari mereka.
"Kakek..siapa mereka..?" Tanya Asha mendekati kakeknya.
"Kalian siapa..?" Tanya Asha penasaran.
Bukannya menjawab, salah seorang dari mereka, seorang lelaki paruh baya, terlihat seperti pemimpin dari mereka semua, menatap Asha dari atas sampai bawah dengan tatapan matanya yang jelalatan.
"Siapa wanita cantik ini..?" Tanyanya melihat Dewi.
Dewi tidak menjawab, dari raut wajahnya dia terlihat sangat ketakutan.
"Siapa dia..?" Kali ini dengan suara lebih keras.
"Dia bukan siapa-siapa..hanya pelanggan toko ini, Asha kamu pergilah.." Jawab Kakek dengan wajahnya yang terlihat ketakutan
Asha semakin tidak mengerti dengan situasi ini, kenapa kakeknya harus berbohong mengenai dirinya kepada lelaki itu.
"Dia anak tertua dari suamiku.." Jawab Dewi lantang membuat kakek kaget.
Laki laki sangar tadi terlihat senang mendengar jawaban Dewi.
"Oh ya..saya tidak menyangka, Surya mempunyai anak secantik ini.." Ucap lelaki itu sambil terus melihat Asha dengan matanya yang berbinar.
"Kakek..siapa mereka..?" Asha kembali bertanya.
Lelaki itu mendekati Asha.
"Apa kamu tahu, kalau ayahmu mempunyai hutang kepadaku.."
Asha sedikit mengerti, mereka adalah orang-orang yang sering diceritakan ibu, para rentenir kejam yang terus saja memeras keluarganya.
"Kamu cantik sekali.." Lelaki itu terus mengagumi Asha yang berdiri tepat di depannya.
"Jangan ganggu dia.." Ucap kakek dengan nada sedikit mengancam.
Lelaki itu melihat kakek sekilas, tidak peduli dengan perkataannya, kemudian kembali melihat Asha di depannya.
"Apa kamu tahu, ibumu sudah tiga bulan tidak membayar bunga bulanan kepada kami..?"
Asha terlihat kaget, dia langsung melihat ibunya yang duduk sambil memeluk Aisha, adiknya yang berumur 10 tahun.
"Kamu tahu, hutang kalian semakin hari semakin besar, kalau dijumlahkan bisa mencapai..." Lelaki itu melihat salah seorang pengawalnya.
Seperti mengetahui apa maksudnya, salah seorang dari mereka memberikan sebuah buku kepadanya.
"600 juta lebih.." Ucap lelaki itu sembari melihat salah satu lembar dalam buku itu.
"Kenapa menjadi sebanyak itu..?" Asha tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Ayahku hanya meminjam 100 juta dari kalian.."
Lelaki itu tertawa mendengar perkataan Asha, diikuti oleh beberapa orang pengawalnya.
"Itu dulu..6 tahun lalu.."
"Karena kalian selalu menunggak pembayaran, maka bunganya akan semakin besar.." Lelaki itu semakin mendekatkan diri kepada Asha.
Asha mundur beberapa langkah.
"Dan kali ini aku ingin kalian membayar semuanya.." Ucapnya setengah berbisik sambil terus mendekati Asha yang ketakutan.
"Jangan ganggu dia..beri kami waktu, kami akan berusaha membayar semuanya.." Kakek kembali memperingatkan lelaki itu.
"Dari mana kalian akan mendapatkan uang sebanyak itu.." Jawab rentenir itu meledek.
"Kecuali, saya mempunyai penawaran menarik untuk kalian.."
"Hutang kalian lunas, tapi berikan wanita ini kepadaku.."
pikir tdi bnran jetua gangster ...