Kepergok berduaan di dalam mobil di daerah yang jauh dari pemukiman warga membuat Zaliva Andira dan Mahardika yang merupakan saudara sepupu terpaksa harus menikah akibat desakan warga kampung yang merasa keduanya telah melakukan tindakan tak senonoh dikampung mereka.
Akankah pernikahan Za dan Dika bertahan atau justru berakhir, mengingat selama ini Za selalu berpikir Mahardika buaya darat yang memiliki banyak kekasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32.
"Mau nggak Bu dokter menikah dengan papahnya Zaki, biar Bu dokter bisa jadi mamahnya Zaki?." Melihat gurat terkejut diwajah para orang dewasa, bocah itu justru memperjelas maksud ucapannya. Mungkin Zaki merasa orang dewasa yang berada di ruangan tersebut tidak sepenuhnya paham dengan perkataannya sehingga bocah itu pun memperjelasnya.
Setelah kembali menunjukkan mimik wajah biasa saja, bahkan menambahkan seulas senyum manis diwajahnya, dokter Yuli menjawab.
"Mungkin nak Zaki belum sepenuhnya paham dengan apa yang nak Zaki katakan barusan, tapi jika nak Zaki ingin menganggap Bu dokter seperti mamahnya nak Zaki, silahkan! Dengan senang hati, Bu dokter memperbolehkan nak Zaki menganggap Bu dokter seperti mamahnya nak Zaki." kata dokter Yuli sambil menggenggam tangan bocah itu. Ya, sebagai dokter spesialis anak terkadang dokter Yuli harus pandai-pandai menghadapi situasi seperti saat ini, karena yang dihadapi adalah anak-anak. Akan Tetapi, selama ia menjadi dokter spesialis anak baru kali ini ada pasiennya yang ingin menjadikan dirinya sebagai ibunya. Jika diruangan tersebut tidak ada ayahnya mungkin permintaan Zaki akan dianggap sebagai lelucon, akan tetapi saat ini Abil pun tengah berada diruangan tersebut sehingga yang ada bukannya terasa lucu melainkan membuat suasana menjadi canggung, hanya saja dokter Yuli tetap berusaha bersikap professional dalam menanggapinya.
"Bu dokter nggak mau ya menikah dengan papahnya Zaki?." dokter Yuli berpikir perkara sudah selesai, tapi Faktanya bocah itu masih saja melontarkan pertanyaan lainnya.
"Bukan begitu nak..... Ada beberapa urusan orang dewasa yang mungkin belum bisa untuk nak Zaki pahami." Dokter Yuli mengusap lembut puncak kepala Zaki. "Sekarang sebaiknya nak Zaki beristirahat! Bu dokter pamit dulu ya..." imbuh Dokter Yuli dan Zaki mengangguk dengan pelan.
"Kalau begitu saya permisi dulu, tante.... tuan...." tak lupa dokter Yuli juga berpamitan pada Abil dan juga mama Livia.
"Iya, nak Yuli." mama Livia yang menjawab sedangkan Abil hanya meresponnya dengan anggukan sekilas.
Sungguh, Abil tidak menyangka putranya akan mengutarakan permintaan mengejutkan seperti itu, terlebih kepada seorang wanita yang belum lama dikenalnya. Padahal abil tahu betul bahwa putranya itu tidak mudah dekat dengan orang baru.
Sepeninggal dokter Yuli, Abil mendudukkan tubuhnya di sofa, menyadarkan tubuhnya pada sandaran sofa seraya menghela napas dalam. Setelah drama hari ini, entah drama apalagi yang akan dibuat oleh putranya ke depannya nanti.
Setelah mengupaskan buah apel untuk cucunya, mama Livia mendekat pada putranya, menempati sisi sofa yang kosong di samping Abil.
"Jika seandainya nak Yuli bersedia, apa kamu mau menikahinya?." Baru saja berniat menenangkan pikiran, pertanyaan ibunya kembali membuat otak Abil jadi mumet.
"Sudah beberapa hari Abil nggak ke kantor, pasti sudah banyak kerjaan yang terbengkalai. Kalau begitu Abil pergi dulu mah, titip Zaki." Abil bangkit dari duduknya, mengulurkan tangan menyalami ibunya dan berlalu usai berpamitan pada putranya. Sesungguhnya, Abil hanya ingin menghindari pertanyaan ibunya yang pasti akan terus membahas tentang permintaan putranya, bukan benar-benar ingin menyelesaikan pekerjaannya. Karena faktanya setibanya di perusahaan, Abil hanya duduk termenung di kursi kebesarannya.
Dua tahun lalu ibunya memang pernah bilang jika gadis yang memberi tumpangan padanya masih muda dan juga cantik. "Mama lupa menanyakan pada gadis itu apa dia sudah punya kekasih atau belum. Kalau belum punya, kali aja gadis itu mau jadi menantu mama." Masih teringat jelas di memori Abil celetukan ibunya saat itu. Siapa sangka setelah dua tahun berlalu ibunya kembali dipertemukan secara tidak sengaja dengan gadis yang pernah menolongnya itu, dan secara bersamaan pula putranya mengutarakan permintaan yang menurut Abil sangat tidak masuk akal, kepada gadis itu.
"Argh.... kepalaku rasanya seperti mau pecah." lirih Abil.
*
Saat jam istirahat makan siang, Za mengunjungi kamar perawatan keponakannya.
Setelah mengetuk pintu beberapa kali dan mendapat sahutan dari dalam, Za pun memutar handle pintu kamar perawatan Zaki. "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam..." Jawab papa Abimana, mama Livia, Oma dan juga Zaki, hampir bersamaan.
"Zaliva...." Papa Abimana langsung beranjak dari sofa, menghampiri keponakannya itu.
"Bagaimana kabar, Om Abi?." tanya Zaliva setelah menyalami pamannya itu.
"Alhamdulillah... kabar Om baik, nak. Yang om lihat wajah kamu makin bersinar saja setelah menikah." Balas papa Abimana sengaja menggoda keponakannya itu.
"Aura pengantin baru emang beda, pah." sambung mama Livia sambil tersenyum.
"Tante bisa saja." Balas Za sambil menyalami mama Livia, dan selanjutnya menyalami Omanya.
"Gimana kabar keponakan gantengnya aunty hari ini?." Za mendekat pada tempat tidur Zaki.
"Alhamdulillah kabar baik, Aunty." jawab Zaki dengan ekspresi kurang bersemangat, sehingga membuat Za langsung melempar pandangan pada Oma dan juga mama Livia. Sorot mata Zaliva seolah bertanya ada apa gerangan sehingga keponakan tercintanya itu terlihat kurang bersemangat seperti ini.
Belum sempat mama Livia ataupun Oma menjawab, Zaki kembali bersuara.
"Aunty...."
"Iya sayang." Za mendudukkan tubuhnya di tepi tempat tidur Zaki.
"Apa Zaki boleh minta bantuan pada aunty?."
Tanpa berpikir panjang Zaliva langsung menjawab. "Boleh dong." Zaki pasti ingin dibelikan mainan baru atau semacamnya dari dirinya, karena permintaan anak-anak pasti tak jauh-jauh dari mainan, begitu pikir Zaliva.
"Memangnya Zaki pengen apa dari aunty, sayang?." Za tersenyum sambil mengulurkan tangannya, mengusap lembut puncak kepala bocah itu.
"Zaki ingin aunty membantu menagih janji papah pada Zaki!."
Za mengembangkan senyumnya, kalau hanya untuk membantu menagih janji pada kakak sepupunya itu bukanlah perkara sulit, pikir Zaliva. Mungkin Abil pernah berjanji akan membelikan mainan baru untuk Zaki tapi karena kesibukannya, Abil belum menunaikan janjinya, Za masih berpikir seperti itu.
"Memangnya papa menjanjikan apa pada Zaki?."
"Papa janji setelah Zaki sembuh, papa akan memberikan mamah baru buat Zaki. Dan sekarang Zaki sudah sembuh, Zaki ingin aunty Za membantu Zaki menagih janji papa."
Senyum di bibir Za perlahan surut tak berbekas. Bagaimana ia bisa membantu, Jika sepengetahuan Zaliva, Abil sangat mencintai mendiang istrinya dan tidak pernah berpikir untuk menikah lagi.
Cukup Lama Za terdiam, memutar otak untuk mencari jawaban yang pas. Za menatap pada Oma, mama Livia dan juga papa Abimana, sebelum memberikan jawaban pada keponakannya itu.
"Nanti Aunty coba bicara sama papanya Zaki ya....." Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Zaliva, ia tak berani menjanjikan apapun sebab tak yakin Abil bersedia menikah lagi.
"Makasih ya aunty....."
"Iya, sayang." Za mengusap punggung Zaki yang kini menghambur ke pelukannya.
Za nampak menghela napas berat setelah meninggalkan kamar perawatan Zaki.
Jujur, Za merasa iba pada keponakannya itu, dirinya saja yang berpisah dengan ibunya ketika sudah menikah dan ikut serta bersama sang suami, masih saja bersedih, Apalagi Zaki yang sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu sejak terlahir ke dunia ini. Membayangkan ada di posisi Zaki, kedua bola mata indah milik Za nampak berkaca-kaca.
atau Bimo udah menaruh hati ma Hilda nih makanya gak keberatan dengan kata kata Za 😆...
/Chuckle/
udah lama
apalagi part dokter Yuli sama Abid SE uprit banget
moga jadi istri sungguhan aminn.lnjut Thor 💪💪💪