NovelToon NovelToon
SAYAP PATAH MARIPOSA

SAYAP PATAH MARIPOSA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Lari Saat Hamil
Popularitas:274
Nilai: 5
Nama Author: Essa Amalia Khairina

Seharusnya di bulan Juni, Arum tidak menampakkan dirinya demi mendapatkan kebahagiaan bersama seseorang yang di yakini bisa mengubah segala hidupnya menjadi lebih baik lagi. Nyatanya, sebelah sayapnya patah. Bukan lagi karena hujan yang terus mengguyurnya.

Sungguh, ia begitu tinggi untuk terbang, begitu jauh untuk menyentuhnya. Dan, begitu rapuh untuk memilikinya...

Langit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Essa Amalia Khairina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SEBUAH PUJIAN YANG BERARTI

Jalanan ibu kota belum terlalu padat. Langit mengemudikan mobilnya dengan kecepatan stabil, membiarkan kota perlahan terbangun di hadapan mereka.

Deretan kendaraan masih jarang, hanya beberapa motor yang melintas dan angkutan umum yang berhenti sebentar menaikkan penumpang. Begitu pun dengan bunyi klakson kendaraan yang belum ramai terdengar, hanya digantikan suara mesin yang berbaur lembut dengan udara pagi.

Perlahan, sinar matahari menyelinap di sela gedung-gedung tinggi, memantul di kaca etalase toko yang baru setengah terbuka. Setelah cukup lama menatap isi jalan dari luar kaca mobil, Arum kemudian menoleh sejenak menatap Langit yang begitu fokus pada kemudi.

"La-Langit?" Kata Arum kemudian.

Langit menoleh sekilas ke arahnya, alisnya terangkat tipis sebagai isyarat ia mendengar. “Hm?” Sahutnya singkat, sebelum pandangannya kembali tertuju ke jalan, tangannya mantap menggenggam setir, seolah memberi Arum ruang untuk melanjutkan kalimatnya.

"A-Aku..." Lirih Arum. "Aku gak tahu gimana caranya untuk membalas semua kebaikan kamu."

Langit tersenyum mendengar pujian itu.

"Tapi aku janji..." Sambung Arum, menatap lekat rahang tajam pria itu dari tampak samping. "... selama aku dapat gaji, mulai bulan ini... aku akan mencicil uang untuk membayar..."

"Gak perlu." Potong Langit cepat, tapi tenang.

Arum memposisikan duduknya lebih condong ke arah Langit. "Kenapa kamu melakukan ini untukku? Sungguh, uang yang kamu bayar ke Bu Wati itu gak sedikit. Aku bisa merasakan betapa susahnya cari uang sendirian..."

Langit menarik napas pelan, lalu melirik Arum sekilas sebelum kembali menatap jalan di depannya. Sudut bibirnya terangkat tipis, bukan senyum yang dipaksakan, melainkan ketenangan yang lahir dari keyakinan. “Jangan khawatirkan soal itu,” Ucapnya lembut namun tegas. “Aku ikhlas bantu kamu. Bantu keluarga kamu juga. Selama aku masih mampu, itu bukan beban buatku.”

"Aku... sudah tidak memiliki keluarga." Jelas Arum, membuat pria itu tersentak.

Di saat yang sama, Langit menepikan mobilnya usai mereka tiba di depan toko bunga, tempat Arum bekerja. Mesin kemudian mati. Saat itu juga, ia menatap Arum sepenuhnya.

Napasnya tertahan. Ia tak menduga bahwa jarak mereka saat ini begitu dekat. Aroma bunga yang segar dan lembut perlahan menyusup ke inderanya, menenangkan sekaligus membuat dadanya terasa hangat, seolah ada sesuatu yang tak terucap namun nyata.

Arum tertunduk sejenak. Tak lama, ia mengangkat wajah, menatap Langit yang ternyata telah mengunci geraknya.

"Ibuku sudah lama berpulang." Jelas Arum lirih, nyaris berbisik. "Hampir tiga tahun ini... aku tinggal sendiri."

"Kamu tidak memiliki Ayah, Kakak... atau adik?" Tanya Langit semakin penasaran

Arum menggeleng, "Ayah?" Ulangnya.

Arum mendesis sambil menggeleng. "Aku tidak punya Ayah di dunia ini, bahkan aku tak pernah sama sekali mengenal siapa dia. Maka dari itu, aku ini anak tunggal. Dan itu sebabnya, aku harus bertahan... berjuang sendirian demi kehidupan aku sendiri."

Langit menelan saliva, jakunnya tampak bergoyang naik turun—gerakan kecil yang mengkhianati kegugupan yang tak sempat ia sembunyikan.

"Maaf..." Kata Arum sambil menyeka bola matanya yang terasa basah. "... maaf, aku jadi—"

"Enggak apa, Arum." Potong Langit. "Aku mengerti dan memahami seperti apa rasanya jadi kamu. Aku... kagum sama kamu."

Langit melempar senyum. "Kamu adalah gadis yang kuat dan mandiri."

Arum terdiam. Matanya berkedip pelan, seolah butuh waktu untuk mencerna setiap kata Langit. Ada hangat yang tiba-tiba menjalar ke pipinya, membuatnya refleks menunduk sejenak, berusaha menyembunyikan senyum kecil yang tak sengaja lolos.

Ia menarik napas dalam, lalu kembali menatap Langit. Tatapannya melembut, bercampur rasa haru yang nyaris membuat matanya berkaca-kaca.

Jarinya saling menggenggam di pangkuan, berusaha menenangkan diri. “Terima kasih,” lanjutnya pelan. “Ucapan kamu… berarti banget buat aku.”

Langit mendesis, tertawa pelan, nyaris seperti luapan bahagia yang tak sanggup ia sembunyikan oleh pujian itu. "Artinya... mulai saat ini, aku adalah seseorang yang berarti dong buat kamu?" Celetuknya.

Arum membisu. Jantungnya berdetak tak beraturan, seolah pertanyaan itu mengetuk sesuatu yang ia kunci rapat. Bibirnya terkatup, matanya justru menatap ke luar jendela, mencari pegangan pada lalu lintas yang bergerak perlahan di balik punggung Langit.

Ia tahu jawabannya ada, sangat dekat di ujung lidahnya—namun belum cukup berani untuk diucapkan. Bukan karena terlalu cepat atau terasa singkat, melainkan karena ia takut jika sekali terucap, perasaan itu tak lagi bisa ia tarik kembali.

"Aku... harus pergi sekarang." Ucap Arum kemudian.

Langit mengangguk. "Hati-hati." Tangannya, lembut penuh perhatian. "Aku pun... harus segera pergi, karena pagi ini ada jadwal kampus."

"Kamu kuliah?"

"S1 Jurusan Bisnis Digital." Angguk Langit dengan penuh percaya diri. "Oh, ya..." Matanya menelusuri penuh wajah Arum. "Kamu pulang jam berapa?"

"Sama seperti jam kemarin. Kenapa?"

"Kebetulan," Angguk Langit.

"Kebetulan... kebetulan, apa?"

"Aku pulang kampus jam segitu. Kalau aku jemput kamu... terus, kita makan malem bareng. Gimana?"

Arum terkesiap. mimpikah aku?

"A-Arum?" Desak Langit—kali pertama ia menyebut nama yang membuatnya susah tidur semalaman kemarin.

Ada jeda sesaat. Bukan jeda yang kosong, melainkan penuh, oleh tarikan napas yang tertahan, oleh detak jantung yang tiba-tiba terasa terlalu nyaring. Arum menunduk, jari-jarinya saling menggenggam di pangkuan. Kemudian, ia hanya mengangguk tanpa suara.

****

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!