Hanum Salsabiela terpaksa menerima sebuah perjodohan yang di lakukan oleh ayahnya dengan anak dari seorang kyai pemilik pondok pesantren tersohor di kota itu. Tidak ada dalam kamus Hanum menikahi seorang Gus. Namun, siapa sangka, Hanum jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat sosok Gus yang menjadi suaminya itu. Gus Fauzan, pria yang selalu muncul di dalam mimpinya, dan kini telah resmi menikahinya. Namun siapa sangka, jika Gus Fauzan malah telah mencintai sosok gadis lain, hingga Gus Fauzan sama sekali belum bisa menerima pernikahan mereka. “Saya yakin, suatu saat Gus pasti mencintai saya“ Gus Fauzan menarik satu sudut bibirnya ke atas. “Saya tidak berharap lebih, karena nyatanya yang ada di dalam hati saya sampai sekarang ini, hanya Arfira..” Deg Hati siapa yang tidak sakit, bahkan di setiap malamnya suaminya terus mengigau menyebut nama gadis lain. Namun, Hanun bertekad dirinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 5
Hanum tersenyum saat ummi Sekar mengenalkannya kepada beberapa ustadzah yang kebetulan saat itu ada di depan ndalem. Mereka semuanya sangat ramah, dan bahkan sangat kagum pada sosok Hanum yang jika berbicara sangat lembut.
"Saya ustadzah Rahayu, Ning Hanum. Kalau ada yang ingin Ning Hanum tanyakan seputar pondok pesantren nanti, bisa tanyakan dengan saya."
Hanum tersenyum dengan kepala yang mengangguk. "Terimakasih ustadzah, insyaallah saya akan datang pada ustadzah besok."
"Wah, Gus Fauzan sangat beruntung ya, Ning Hanum ini Masya Allah, sudah cantik, dan suaranya lembut sekali."
Hanum menundukkan kepalanya, di puji seperti itu, bukan hal yang baik bagi dirinya. Di rasa dirinya sama seperti yang lain, masih sama-sama harus banyak belajar lagi. Apa lagi tentang agama, Hanum tak begitu jauh dalam mendalami agama.
"Maaf, saya biasa saja, di antara dengan ustadzah semuanya, saya tidak ada apa-apanya."
Semuanya berseru kagum, dengan kerendahan hati seorang Hanum, mereka bahkan sangat memuji sosok Hanum.
Sedangkan Gus Fauzan yang mendengar itu hanya mendengus, di dalam hati beristighfar karena merasa tak suka pada beberapa ustadzah yang memuji terlalu berlebih-lebihan seperti itu.
'Arfira bahkan anak pemilik pondok pesantren juga. Akhlaknya lebih bagus, karena dia di besarkan di pondok pesantren, ini cuman anak orang biasa saja, sudah di puji berlebihan seperti itu. Cckk mereka berlebihan sekali.' Batin Gus Fauzan, lalu mengucapkan istighfar saat mengingat ucapannya.
"Astaghfirullah, hampuni hamba." Monolog Gus Fauzan.
Ummi Sekar tanpa sengaja melihat gelagat anaknya itu, dan sesekali Gus Fauzan melirik ke arah luar sana. Ummi Sekar langsung mengulum bibirnya saat menyadari sesuatu.
Langsung saja, wanita berhijab panjang itu berjalan menghampiri Hanum dan beberapa ustadzah yang tengah bercengkrama.
"Assalamualaikum ummi" ucap semuanya serentak.
"Waalaikum salam" sahut ummi Sekar, lalu matanya menoleh ke arah menantunya. "Kayaknya sudah malam, eum Hanum juga haru istirahat." Ucap ummi Sekar.
"Ya ampun, maafkan kami, ummi, kami lupa. Ning Hanum maafkan kami ya," seru ustadzah Rahayu.
Hanum mengerjapkan kedua matanya, dirinya belum paham apa maksud dari perkataan mereka.
"Maafkan kami sekali lagi, ya Ning. Mungkin Gus Fauzan saat ini sudah kesal karena ulah kamu" ucap mereka lagi.
Hanum mengernyitkan sebelah alisnya. Kenapa Gus Fauzan harus kesal?
"Yasudah, ummi bawa Hanum dulu ya. Ummi permisi, assalamualaikum"
"Waalaikum salam."
Para Ustadzah juga pergi dari ndalem, mereka akan kembali pada asrama mereka. Beberapa ustadzah memang ada yang menginap di pondok pesantren itu.
Hanum masih bertanya-tanya dengan apa yang di maksud oleh mereka, namun ummi Sekar sama sekali tidak mengatakan apapun.
"Itu kamar kalian, nak. Yasudah ummi ke dalam kamar ummi dulu ya" ucap ummi Sekar sambil menunjuk ke arah sebuah kamar yang ada di sisi kiri, berpintu coklat.
Hanum menganggukkan kepalanya, ummi Sekar langsung berlalu dari sana, dirinya melangkahkan kakinya menuju kamar itu, namun suara seseorang menghentikan langkahnya.
"Pssst psssttt mbak?!" Panggil seseorang.
Hanum menoleh, dan dirinya melihat seorang gadis bergamis panjang berdiri tak jauh darinya. Dirinya ingat, itu adik suaminya. Namanya Ramiah.
"Ramiah?"
"Mbak Hanum, sini dulu" Ramiah melambaikan tangannya.
Hanum menurut, melangkahkan kakinya menuju ke arah Ramiah. Sampai di depan Ramiah, adik iparnya itu langsung menarik lengannya, masuk ke dalam kamar yang bersebrangan dengan kamar suaminya.
"Eh, kamu mau membawa saya kemana?"
"Udah, mbak ikut Ramiah dulu aja. Nanti mbak juga bakalan tau" kata Ramiah sambil terkekeh kecil.
Hanum hanya pasrah saja, dirinya rupanya di bawa ke dalam kamar gadis itu.
Ramiah mengambil sebuah paperbag yang ada di atas nakasnya sana, lalu memberikannya pada Hanum.
"Ini?"
"Ini hadiah untuk mbak Hanum."
Hanum tersenyum. "Tidak perlu repot-repot Ramiah, mestinya mbak yang belikan kamu hadiah."
Ramiah tersenyum lebar. "Kalau mbak mau belikan hadiah untuk Ramiah, boleh kok. Besok ya, kita pergi ke mall. Tapi jangan sampai tau Abi, dan ummi. Mbak bisa kasih alasan yang lain supaya kita bisa jalan-jalan." Sahut Ramiah sambil terkekeh.
Hanum terkekeh, kepalanya mengangguk. "Boleh, kalau minta ijin juga mungkin nggak akan di marah kok."
"Iya, tapi mbak yang harus minta ijin, soalnya besok Ramiah ada les bahasa Arab"
"Yah, kalau begitu, kamu nggak bisa pergi. Karena mana mungkin mbak meminta ijin kalau kamu mau belajar. Sayang dong kamu harus melewatkan satu hari les"
Ramiah terkekeh, lalu mengalungkan tangannya pada lengan kakak iparnya itu. "Kalau aku nggak les, mbak janji ya bawa aku."
Hanum menganggukkan kepalanya. "Insyaallah."
Ramiah tersenyum lebar, "mbak, nanti haru pakai baju ini ya."
Kening Hanum berlipat. "Memangnya ini baju apa?"
Ramiah tersenyum tipis. "Itu baju yang buat bang Fauzan pasti bahagia. Udah, mbak pasti tau nggak perlu Ramiah jabarin lagi. Pokoknya mbak hari pakai," Ramiah memaksa Hanum.
Mendengar itu, Hanum tersenyum, entah mengapa dirinya ingin sekali membuat suaminya bahagia. "Iya nanti mbak pakai."
"Yaudah mbak ke kamar sana, pasti bang Fauzan udah nungguin, selamat menikmati malam ini mbak, malam pertama" goda Ramiah yang semakin membuat pipi Hanum bersemu merah. Hanum tau apa maksud dari Ramiah.
Hanum mengucapkan terimakasih pada Ramiah lalu dirinya melangkahkan kakinya menuju ke kamar yang akan di tempati olehnya. Sungguh jantung Hanum berdegup sangat kencang, dirinya membayangkan apa yang akan di lakukan olehnya malam ini dengan sang suami.
Hanum sampai memukul kepalanya, dan beristighfar karena telah membayangkan hal-hal yang tidak-tidak, tapi tidak salahkan dirinya? Dirinya membayangkannya dengan sang suami, pria yang sudah halal untuknya.
Jangan tanya Hanum tak tau tentang hal-hal tersebut, usianya sudah dua puluh empat tahun, dan sedikit banyaknya walaupun tak pernah melakukannya tapi Hanum pernah mendengarkan hal seperti itu dari teman-temannya.
Hanum memegang handle pintu, dengan gugup dirinya membuka pintu. Namun, saat masuk, dirinya tak mendapati keberadaan sang suami. Hanum memutari kamar itu, sampai di kamar mandi, dan tidak ada Gus Fauzan di sana.
Hanum menghembuskan nafasnya kasar, dirinya akan membersihkan dirinya terlebih dahulu, bukankah dirinya harus terlihat sempurna di depan suaminya nanti, dan tidak membuat suaminya kecewa.
*
*
Ceklek
Hanum menggigit bibirnya dengan kencang saat pintu terbuka dan suaminya masuk ke dalam kamar. Jantung Hanum berdegup sangat kencang, dirinya sungguh benar-benar gugup sekali. Hanum saat ini sudah mengenakan pakaian yang di berikan oleh Ramiah-adik dari Gus Fauzan tadi. Gaun panjang yang indah, namun transparan, kata Ramiah, Hanum harus mengenakannya supaya malam ini berjalan dengan lancar.
Hanum tampak ragu, namun dirinya tetap mengenakannya. Tapi, lengan atas yang terbuka itu Hanum tutupi dengan sebuah blazer, dan Hanum mengenakan hijab panjang.
Dirinya sungguh rasanya malu sekali.
Deg
Hanum menoleh dan pada saat itu Gus Fauzan sama menoleh ke arahnya. Jantung Hanum berdebar sangat kencang kala wajah tampan itu terus menatapnya.
"Mas.."
"Ekhm, maaf, saya harus mengatakan hal ini"
Kening Hanum berlipat mendengar suara suaminya, apalagi saat Gus Fauzan melengos membuang mukanya ke samping, tak mau menatap ke arahnya. Nada bicaranya juga terkesan sangat datar.
"Mau bicara apa mas?" Tanya Hanum lembut.
Gus Fauzan menghela nafasnya kasar. "Maaf, karena saya tidak bisa menerima pernikahan ini, saya terpaksa menerima perjodohan ini, karena saya tidak mau membuat kedua orangtua saya kecewa."
Deg
Bagai ada ribuan pisau yang tiba-tiba terbang dan menusuk hati Hanum, perkataan suaminya tadi sungguh membuatnya sakit.
"Apa? Maksudnya? Kenapa kamu tidak menolak tadi?" Bahkan air mata sudah mengalir di pipinya.
Hanum merasa di permainkan.
"Saya tidak punya kuasa. Saya tidak mau membuat kedua orang tua saya kecewa."
"Tapi, kamu sudah membuat aku terluka mas. Pernikahan bukanlah suatu permainan, tapi pernikahan itu suatu yang sakral, bahkan kamu sudah berjanji di hadapan Tuhan."
"Ya saya tau, saya tau saya salah. Tapi sekali lagi, saya tidak bisa berbuat apa-apa."
"Jadi, sekarang kita bagaimana?" Tanya Hanum masih menguatkan hatinya.
"Kita tetap menikah, tapi saya tidak bisa memberikan nafkah batin untukmu, Hanum"
Deg
Hanum memejamkan kedua matanya, sungguh sesak sekali hatinya. Itu berarti suaminya tidak akan menyentuhnya?
"Sampai kapan mas? Sampai kapan kamu tidak mau menyentuh aku?" Tanya Hanum dengan suara yang bergetar.
"Maaf sekali lagi, saya tau saya seorang Gus, tapi untuk nafkah batin ini, saya tidak bisa. Saya tidak bisa karena hati saya sudah milik wanita lain. Dan itu artinya sampai kapanpun saya tidak akan pernah menyentuh kamu"
Deg
Semakin hancur hati Hanum mendengar perkataan suaminya.
...
ada yah Gus macam itu
🤦🤦🤦🤦
bikin Emosi dan Kesel soal Gus Abal-abal yg sok Suci dan Bener itu 😡😤
biar ucapannya dilihat sendiri... siapa yg demikian hina nya melakukan apa yg dituduh kan nya itu 😡😡😡😤
itulah akibat nya, bergaul dengan lawan jenis walau disebut Klien..
intinya Barangsiapa telah melanggar aturan Alloh, pasti ada Akibat yg di Tanggung nya !!!