Seorang siswa SMA yang bernama Revan Abigail adalah siswa yang pendiam dan lemah ternyata Revan adalah reinkarnasi seorang Atlet MMA yang bernama Zaine Leonhart yang ingin balas dendam kepada Presdirnya.
Siapakah Zaine Leonhart yang sebenarnya? mengapa Zaine melakukan Reinkarnasi? Rahasia kelam apa yang disembunyikan Presdir itu?
Ikuti misteri yang ada di dalam cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lynnshaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 - PEMBANGKITAN MEMORI
...****************...
(KILAS BALIK) Revan Abigail duduk di bangku sekolah dengan tatapan kosong, matanya memandangi buku pelajaran di depannya, namun pikirannya melayang jauh. Dia merasa ada sesuatu yang aneh dengan dirinya, seperti ada kenangan yang bukan miliknya, namun tetap menghantui pikirannya. Ketika bel sekolah berbunyi, Revan bangkit dari kursinya dan berjalan keluar kelas, namun langkahnya terasa berat. Seperti ada suara yang membisikkan sesuatu di dalam kepalanya.
Saat berjalan pulang ke rumah, Revan tiba-tiba terjatuh pingsan di trotoar. Dalam gelapnya kesadaran, ia merasakan sebuah kilatan memori—memori yang bukan miliknya. Gambar-gambar tentang seorang pria yang tampak kuat, berotot, dengan tatapan yang tajam. Ia melihat dirinya sendiri dalam tubuh pria tersebut, bertarung di dalam arena MMA.
“Siapa dia...?” bisik Revan dalam kebingungannya.
Ketika Revan akhirnya sadar, ia merasakan perubahan dalam dirinya. Tubuhnya lebih kuat, dan otot-ototnya lebih padat dari sebelumnya. Saat menatap cermin, wajah yang ia lihat adalah wajahnya sendiri, namun ada sesuatu yang berbeda.
“D-dia siapa..? mengapa di cermin gue kaya gini..?” gumamnya.
Ingatan tentang kehidupan sebelumnya datang seperti banjir. Zaine Leonhart adalah seorang legenda MMA yang tak terkalahkan di arena, namun di luar ring, hidupnya dipenuhi dengan pengkhianatan. Ia dibunuh oleh orang yang paling ia percayai—Presdir dari sebuah perusahaan besar yang telah menghancurkan segalanya.
"Apa-apaan ini...?" tanya Revan, bingung dengan perubahan drastis ini. Kenapa dia bisa terlahir kembali dalam tubuh seorang remaja SMA?
"Ini bukan kebetulan," suara di dalam hatinya menjawab, suara Zaine yang ada di cermin.
"Kau terlahir kembali, Revan. Aku kembali melalui tubuhmu, dan kita punya satu tujuan—membalas dendam pada orang yang telah menghancurkan hidupku."
Revan mundur perlahan dari cermin itu dan ekspresinya seakan tak percaya.
“Haha... Apa gue gila...?!” kata Revan seakan tak percaya itu
“Menurutmu? Memangnya kau gila? Lalu mengapa aku berbicara denganmu seperti ini? Bukankah kalau kau tidak percaya akan membuatku merusak waktuku? Buang-buang waktu saja.” kata Zaine itu.
Revan masih tak percaya dan menatap cermin itu.
“APA MAUMU BRENGSEK!?” tanya Revan sambil menatap pria di cermin itu.
“Aku mau kita bekerja sama, kau mau?” jawab Zaine sambil menampakkan dirinya di cermin dan Zaine memakai baju pasien rumah sakit dan juga dadanya di perban.
“Balas dendam, maksud lu?” tanya Revan itu.
“Menurutmu?” kata Zaine sambil menatap dingin ke Revan.
(KILAS MAJU) Revan kembali terbangun di UKS, merasakan dadanya sesak. Matanya terbuka perlahan, dan ia melihat sekeliling. "Gue di sini lagi?" gumamnya, seakan-akan ia terjebak dalam rutinitas yang sama—terbangun di UKS, pusing, dan berusaha menyembunyikan kenyataan bahwa ia baru saja pingsan lagi.
Revan memegang kepalanya, "Aduh, kepala gue rasanya seperti baru saja dipukul tinju bertubi-tubi." Tapi begitu ia menatap dirinya sendiri, ada yang aneh. Otot-ototnya lebih besar, tubuhnya lebih kekar, dan... apakah ia terlihat lebih macho?
“Uh, Revan... lo... apa yang terjadi sama lo?” temannya, Farel, melihatnya dengan bingung.
“Kenapa lo jadi kayak habis berlatih selama 1 bulan gitu?”
Revan mengedipkan matanya, merasa bingung.
“Mungkin gue baru aja... eh... habis nge-gym keras. Iya, gitu deh,” jawabnya dengan kaku, sambil melirik dirinya di cermin.
Farel hanya mengangkat alis, “Lo nggak pernah nge-gym, Revan, lagipula lo daritadi tidur 3 hari lo taukan?”
Revan terdiam sejenak, berpikir keras. "Oh... iya ya... kayaknya gue ini mungkin efek samping pingsan atau halusinasi berlebihan."
"Efek samping pingsan?" Alisha tertawa.
“Lo ini beneran kayak orang gila aja, Revan. Tapi… ngomong-ngomong, lo lebih terlihat seperti siap untuk bertarung di UFC, ya?”
Revan mengernyitkan dahi, “Apa gue jadi kayak Zaine Leonhart, ya?
“Aduh! Jangan bikin gue pusing, Zaine! Gue cuma mau hidup normal, bukan jadi petarung MMA!” teriak Revan, tapi di dalam hatinya, ia merasa sedikit geli.
Farel mengerutkan kening. "Revan, kenapa lo ngomong sendiri?"
"Ah, nggak papa!" jawab Revan dengan cepat, berusaha menyembunyikan kekacauan dalam pikirannya.
Farel menatap Revan dengan tatapan bingung. "Lo beneran aneh kali ini, Revan. Tadi lo pingsan, dan sekarang lo nggak cuma kelihatan kayak habis berlatih 1 bulan saja, dan lo juga ngomong sama diri lo sendiri. Gimana sih?"
Revan mencoba tersenyum, meskipun di dalamnya, pikirannya sedang berperang hebat.
"Eh, mungkin gue cuma... kelelahan, ya? Lo tau kan, pelajaran fisika itu menguras otak, dan kadang otak kita suka kasih sinyal aneh."
Farel menepuk keningnya. "Pelajaran fisika? Revan, lo aja ninggalin kelas hari pertama lo. Gausah bohong deh, beneran lo jadi gila."
"Serius, gue nggak bohong!" jawab Revan sambil gelisah.
“Coba pikirin, gue ini jadi kuat banget, kan? Ini efek samping dari pingsan, pasti! Pasti ada penjelasan ilmiahnya.”
Farel hanya mendengus. "Yang ada gue muntah liat kelakuan lo gini."
Revan buru-buru menghindar, "Sialan lo!"
"Eh, ngomong-ngomong soal hal nggak menyenangkan," Farel mulai dengan nada menggoda,
"Kenapa lo bisa pingsan selama tiga hari, huh? Jangan-jangan kamu sebelum ke sekolah di rumah sibuk nonton petarung MMA, terus lupa makan, dan sekarang kamu 'terinfeksi' jadi petarung?"
Revan langsung melotot. "Lima detik lagi gue bakal terinfeksi jadi zombie kalau kamu ngomong gitu terus, rel!"
Farel menatapnya bingung. Farel bahkan mulai tertawa.
"Yah, Revan, gue kira lo cuma lebay karena kelelahan. Ternyata, lo beneran gila ya? Yaudah, tidur lagi aja. Lo nggak bakal ngerti kalo terus-terusan ngomong sendiri kayak gini."
Revan duduk kembali di tempat tiduran, menatap langit-langit sambil mengelus dada yang masih terasa berat. "Gue nggak mau jadi petarung MMA, Zaine... Gue cuma pengen jadi remaja SMA."
Namun, suara Zaine kembali terdengar dengan tawa kecil, "Bukan kamu yang memutuskan, Revan. Kamu cuma tubuhku. Sekarang mari kita bawa tubuh ini ke tujuan yang seharusnya."
Revan mengerutkan kening. "Kenapa sih lo nggak bisa ngomong dengan cara yang lebih santai?"
Farel hanya bisa bingung dan menggarukkan kepalanya ke tangannya, kemudian tersenyum penuh arti, "Nih, Revan, lo bener-bener udah jadi orang gila."
Revan hanya bisa tertawa canggung. "Ya, mungkin... mungkin gue memang orang gila."