"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Masih hidup
"Hilman?" gumam Indira pelan, saat dia melihat adiknya berada di sana. Dia mengamuk ditempat itu, bahkan berani mendekat ke arah Juno dan memukulnya didepan orang banyak.
"Kakakku baru meninggal 1 minggu, tapi lo tega banget nikah lagi sama cewek lain! Baj*ng*n lo JUNO BASTIAN!" bentak Hilman, setelah dia memukul wajah Juno dan membuat pria itu terjengkang ke belakang.
"Mau apa adik si wanita kampung itu kesini? Penjaga kerjanya apa sih!" ucap Bu Lusi dengan kesal melihat kedatangan Hilman ke sana.
Jenny juga terlihat tidak suka dengan kedatangan Hilman. Baginya Hilman dan Indira adalah benalu, kecoa yang menganggu kehidupan kakaknya. "Iya. Apa-apaan sih dia? Bikin malu aja, sama kayak kakaknya."
"Penjaga! Seret dia!" perintah Bu Lusi pada penjaga yang ada di pernikahan itu.
Dua orang penjaga itu mendekati Hilman dan berusaha untuk menyeretnya pergi dari sana. Namun Hilman enggan pergi, dia menepis tangan dua orang penjaga itu dengan kasar. Tatapan matanya begitu tajam pada Juno, dan penuh kemarahan.
"TEGANYA LO SAMA KAKAK GUE! KAKAK GUE BELUM LAMA MATI, DAN LO UDAH NIKAH LAGI. EMANG GILA LO, NGGAK PUNYA HATI!" teriak Hilman dengan penuh kekecewaan, kemarahan dan kesedihan bercampur didalam sorot mata juga perkataannya.
Tentu saja Juno, tidak diam saja ketika Hilman terus menyudutkannya di depan semua orang. Sifat Juno pada dasarnya memang tidak mau kalah dan terlihat buruk di mata orang lain.
"Jangan cuma nyalahin saya saja. Kakak kamu sendiri yang kabur sama selingkuhannya dan bawa uang saya. Lalu apa saya tidak boleh bahagia dengan yang lain? Saya juga tersakiti disini!" seru Juno dengan suara lantangnya.
"Jangan menuduh kakak kakak gue. Jelas-jelas lo yang bejat disini, lo cowok yang gak punya hati... disaat istrinya baru meninggal seminggu yang lalu. Dan sekarang udah nikah lagi. Lo benar-benar kejam, padahal kakak gue cinta banget sama lo! Dia nggak mungkin selingkuh dari lo, yang ada... mungkin elo yang selingkuh dari kakak gue!" ucap Hilman dengan berang, bahkan dia menggunakan bahasa yang kurang sopan digunakan kepada orang yang lebih tua darinya. Rasa hormatnya kepada Juno, menghilang bersamaan dengan rasa marah dan kecewa dihatinya. Bagaimana bisa Juno menikah dengan wanita lain, disaat kakaknya baru saja disemayamkan satu Minggu yang lalu karena kecelakaan mobil.
Atensi semua orang pun tertuju kepada Juno dan Hilman yang sedang terlibat perdebatan di depan sana. Para tamu mulai membicarakan tentang Juno yang menikah lagi dalam waktu cepat dengan wanita yang diketahui adalah mantan kekasihnya dulu.
"Bawa dia pergi Pak! Kalian ini nggak ada gunanya ya!" hardik bu Lusi pada dua orang penjaga yang hanya diam saja di sana seperti orang bodoh.
"Iya bu!"
"Jangan biarkan dia masuk ke dalam sini dan mengacau lagi! Paham kalian!" ujar Bu Lusi pada dua orang penjaga keamanan itu.
Dua orang itu memegang tangan Hilman dengan erat. Tanpa mereka sadari, Indira melihat dan mendengar semuanya dari kejauhan. Dia menangis melihat adiknya diperlakukan seperti itu. Namun, dia ragu untuk melangkah ke sana, ke hadapan orang-orang yang sudah menyakitinya. Terutama Juno dan Sheila.
"Maaf dek, adek harus keluar dari sini. Atau terpaksa kami menyeret kamu," ucap salah seorang petugas keamanan itu.
"DENGARKAN INI BAIK-BAIK! UNTUK KALIAN SEMUA ANGGOTA KELUARGA BASTIAN...Kalian tidak akan pernah hidup tenang dan akan mendapatkan balasan dari Allah, atas semua yang kalian lakukan kepada kakak saya selama ini. Kalian akan mendapatkan karma! Lihat saja!" ucap Hilman dengan berurai air mata, hatinya sangat hancur karena kakaknya selalu direndahkan oleh keluarga suaminya dan disakiti oleh suaminya. Bahkan sampai Indira mati pun, mereka masih menyakitinya dengan dalam. Seolah tak puas, meski kakaknya sudah berada di keabadian.
Juno dan Sheila terdiam, mereka berpura-pura tidak mendengar apa yang diucapkan oleh Hilman. Pak Edwin pun mendekati Hilman yang saat ini masih menjadi tontonan di sana.
"Nak, dengarkan kakek-"
"Kakek juga sama saja. Kakek yang membawa kakak saja dalam perjodohan dengan cucu kakek yang BIADAB itu. Saya kecewa pada kakek, tapi saya tidak bisa menyalahkan apa yang sudah terjadi. Termasuk perasaan kakak saya pada cucu kakek. Hanya saja, saya... tidak bisa memaafkan semuanya."
Pak Edwin meneteskan air mata, dia merasa bersalah pada Indira dan Hilman. Dialah yang membawa Indira masuk ke dalam keluarganya dan membuatnya terjebak dengan Juno. Dia bahkan membuat Indira jatuh cinta sedalamnya pada Juno, yang membuatnya harus mengalami semua kemalangan ini.
"Nak Hilman, kakek minta maaf...kakek..."
"Saya pergi, semoga anda sehat selalu Pak Edwin. Terimakasih atas semua yang sudah bapak lakukan untuk kakak saya selama hidupnya."
Ucapan Hilman sangat menusuk hati Pak Edwin, sampai pria tua itu memegang dadanya. Air matanya luruh tak tertahankan lagi. Kenapa pula dia yang meminta maaf? Penyebab penderitaan Indira adalah Juno sebenarnya.
Hilman pergi dari sana sendiri, setelah dia melepaskan dirinya dari dua orang penjaga itu. Dia terlihat kacau, setelah kehilangan kakaknya.
"Kakak..."
"Hilman, bisa kamu ikut saya?" Hilman dikagetkan dengan seseorang yang tiba-tiba saja menepuk bahunya.
"Bapak siapa?" Hilman bertanya.
"Saya diminta Kakak kamu untuk mengantarkan kamu ke suatu tempat." Pria itu hanya berkata demikian.
"Kakak saya?"
Awalnya Hilman tidak begitu mempercayai orang asing yang baru saja dilihatnya dan baru ditemuinya ini. Sampai akhirnya dia masuk ke salah satu kamar hotel di sana, dan dia bertemu dengan kakaknya.
"Kak Indi..." lirih Hilman yang langsung lemas begitu melihat kakaknya yang ada dihadapannya. Dia tercengang dan tidak percaya.
"Iya...ini kakak Man." Indira mengangguk-anggukkan kepalanya, matanya berurai oleh cairan bening yang hangat.
"Kakak masih hidup?"
****
penyesalan mu lagi otw juno