"Syukurlah kau sudah bangun,"
"K-ka-kamu siapa? Ini… di mana?"
"Tenang dulu, oke? Aku nggak akan menyakitimu.”
Ellisa memeluk erat jas yang tadi diselimuti ke tubuhnya, menarik kain itu lebih rapat untuk menutupi tubuhnya yang menggigil.
"Ha-- Hachiiih!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ellisa mengangguk
Ellisa terlihat menahan sakit di area dadanya. "Sshh..." Dengan napas tertahan, ia memeluk tubuhnya sendiri di atas perut, namun ASI yang tertahan malah semakin merembes membasahi bajunya.
Sam memperhatikan itu dengan raut wajah bingung. "Apa perlu kuberikan Elmira?" tawarnya dengan nada hati-hati.
Ellisa mengangguk, "Iya, tolong..." jawabnya lirih.
Dengan hati-hati, Sam menyerahkan Elmira kepadanya. Ellisa memangku bayi itu, membiarkan Elmira duduk dengan wajah menghadap ke arahnya.
Elmira tampak tahu secara naluriah, tangannya yang mungil bergerak menyentuh dada Ellisa, membuat wanita itu tertegun.
Sam merasa suasana semakin canggung, matanya berusaha menghindar. "Aku... aku akan keluar," ucapnya terbata, beranjak berdiri tanpa menatap Ellisa.
Namun, sebelum ia melangkah pergi, Ellisa berkata pelan, "aku akan mengatakannya." Ia berhenti sejenak, menatap Elmira dengan mata yang berkaca-kaca.
Sam terdiam di tempatnya, lalu menghela napas panjang. "Baiklah. Aku akan duduk di sini untuk mendengarmu," katanya dengan suara pelan.
Ellisa mulai membuka kancing bajunya perlahan, satu per satu, dengan posisi tubuh sedikit membelakangi Sam untuk menjaga privasi.
Elmira segera merespons, menghisap ASI dengan tenang.
Sam memalingkan wajahnya sepenuhnya, duduk di kursi dengan punggung menghadap Ellisa. Tetapi suara-suara lembut yang muncul dari interaksi antara Ellisa dan Elmira membuatnya sulit untuk fokus.
"Dia tenang sekali," gumam Ellisa sambil mengusap lembut kepala Elmira.
"Itu karna Elmira sudah lama tidak minum ASI dari sumbernya," kata Sam ringan.
"Kenapa?"
"Karna Ibunya sudah tiada. Kedua orang tuanya kecelakaan dua bulan yang lalu. Jadi, aku menggantikannya untuk merawatnya."
Rajendra Adhiyaksa, ayah Elmira Adhiyaksa, adalah kakak sulung Sam Adhipati dan Alana Adhisa.
Sebagai anak tertua, Rajendra dikenal tegas dan memiliki karakter keras yang sering disalahartikan sebagai kesombongan. Ia seorang pengusaha sukses yang sering menuntut kesempurnaan, termasuk dari keluarganya.
Misa Diandra, istri Rajendra sekaligus ibu Elmira, adalah wanita yang anggun dan penyayang. Namun, bagi Alana, kakak iparnya itu dianggap terlalu galak dan suka meremehkan orang lain.
Hubungan Alana dan Misa tidak pernah benar-benar akrab, bahkan sejak awal pernikahan Rajendra dan Misa.
Satu bulan yang lalu, sebuah tragedi merenggut kehidupan Rajendra dan Misa dalam sebuah kecelakaan mobil yang tragis.
Peristiwa itu tak hanya meninggalkan lubang besar dalam keluarga mereka, tetapi juga membuat Sam harus mengambil tanggung jawab besar untuk mengasuh Elmira, satu-satunya anak mereka.
Namun, Alana, tidak bisa menyembunyikan rasa tidak sukanya terhadap Elmira. Bagi Alana, Elmira adalah perpanjangan dari sifat-sifat Misa yang tidak ia sukai—galak, sombong, dan keras kepala.
Perasaan ini membuat Alana kerap bersikap dingin dan tidak peduli pada keponakannya itu, meskipun Elmira masih terlalu kecil untuk mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Sementara itu, Sam merasa terjepit di antara kenangan akan kakaknya, tanggung jawabnya sebagai paman, dan rasa tidak suka Alana yang semakin hari semakin nyata.
Meski belum pernah menikah atau memiliki anak, Sam berusaha semampunya untuk mengisi peran ayah bagi Elmira tanpa ibu.
Namun, saat Ellisa tiba-tiba muncul dalam kehidupannya, Sam tidak bisa menghindar dari rasa lega—dan juga bingung—melihat kehadirannya membawa sedikit kehangatan yang selama ini tidak dirasakan Elmira.
"Aku... aku ikut sedih untuk itu, maaf." Kata Ellisa merasa turut berduka.
"Sudahlah, tidak apa-apa. Sekarang, kasih tau aku, sebenernya kamu siapa?
"Aku cuma gadis biasa, namaku Ellisa. Aku tinggal di panti untuk membantu mengASIhi bayi-bayi di sana. Tapi, nggak taunya aku udah di sini."
Tangan Sam mengepal di atas lutut, mencoba bertanya tentang latar belakang Ellisa. "Itu karna kamu kemarin pingsan. Lalu, dimana suamimu?" Tanya Sam.
Ellisa sedikit terkejut tapi dia tertawa kecil. "Suami? Aku belum punya suami. Lihat, apa wajahku terlihat seperti seorang istri?"
Sam malah tertegun. "Kalo kamu belum punya suami, gimana kamu bisa--" Wajahnya tanpa sadar menoleh ke arah Ellisa.
"Jangan tanyakan itu." Potong Ellisa.
Sam langsung membeku. Agak kesal karena bantahan dari Ellisa yang menurutnya aneh.
"Pak... Sam, setelah ini. Bisakah kamu mengantarkanku pulang?"
"Pulang? Iya, benar. Harusnya aku segera membawamu pergi. Kenapa jadi aku yang merasa terjebak bersamamu," jawab Sam. Keadaan ini benar-benar membuatnya tidak bisa berfikir rasional.
“Kalo begitu, bersiap-siaplah. Aku akan mengantarmu pulang segera,” sahut Sam tegas, sembari berdiri dan merapikan jasnya.
Ellisa mengangguk pelan. “Terima kasih, Pak Sam.”
Sam menghela napas panjang, seakan merasa kikuk dengan panggilan itu. “Sam aja, nggak usah pakai ‘Pak.’ Alana aja memanggilku nggak pakai Kak...” Ia berhenti sejenak, lalu menggeleng. “Ah, sudahlah. Yang penting kau siap, biar aku segera mengantarmu.”
Ellisa tersenyum tipis, merasa sedikit lega dengan nada santai Sam. Ia pun menyelesaikan tugasnya mengASIhi Elmira, lalu kembali merapikan kancing bajunya dengan gerakan lembut.
Elmira, yang tidak tertidur setelah menyusu, tampak nyeloteh riang, meraih-raih wajah Ellisa dengan tangan mungilnya. Gadis itu tertawa kecil, menikmati momen sederhana namun penuh kehangatan itu.
“Kamu lucu sekali, Elmira,” ucap Ellisa, menundukkan wajahnya lebih dekat ke bayi mungil itu. Elmira balas tertawa, mencengkeram pipi Ellisa seakan mengajaknya bermain.
Sam, yang memperhatikan dari jarak dekat, hanya diam sambil menyandarkan diri di dinding. Tatapannya mengamati interaksi mereka, dengan sebuah perasaan yang sulit dijelaskan.
“Kamu kelihatan seperti ibu yang sebenarnya,” gumamnya tiba-tiba.
Ellisa menoleh, matanya bertemu dengan mata Sam. Sebuah senyum kecil muncul di wajahnya. “Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan. Kehadiran bayi ini membuatku merasa berarti.”
Sam menghela napas, matanya kembali beralih ke Elmira. “Tapi itu bukan tugasmu. Dan, kalau boleh jujur, aku masih nggak habis pikir kenapa kamu bisa seakrab itu sama dia.”
“Karna aku udah terbiasa dengan bayi.” sahut Ellisa tersenyum lebar menatap Elmira. Hidungnya dia gesekkan lembut di hidung Elmira. Bayi mungil itu tertawa riang.
“Mama...” celoteh Elmira tiba-tiba, suaranya kecil namun jelas, membuat kedua orang dewasa itu membeku di tempat.
Sam mengerjapkan mata, bingung dengan apa yang baru saja ia dengar. “Apa? Dia bilang apa barusan?” tanyanya.
Ellisa hanya tersenyum, “Itu hanya celotehan bayi, nggak perlu dipikirkan.”
Tapi, cara Ellisa mengelus kepala Elmira menunjukkan bahwa kata itu menggetarkan sesuatu di hatinya.
Sam menatap mereka dengan tatapan rumit, seakan ada banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan, tapi semuanya terhenti di tenggorokannya.
Akhirnya, ia hanya berkata pelan, “Mungkin dia memang butuh sosok ibu. Tapi ini tetap nggak masuk akal.”
"Elmira anak yang baik. Kalau dia merasa aku ibunya untuk sementara, biarlah begitu.”
“Untuk sementara?” Sam mengulangi, alisnya terangkat curiga. “Apa kau berencana untuk pulang lalu kembali lagi pada Elmira?"
“Aku nggak serius kok, Ellisa melet. “Aku cuma ingin dia bahagia selama aku di sini.”
Sam mengusap wajahnya dengan frustrasi, lalu berdiri. “Ellisa, aku nggak ngerti kamu. Tapi aku tetep akan mengantarmu pulang.”
Ellisa mengangguk pelan, memandang Elmira yang kini menyenderkan kepala mungilnya di dadanya. “Iya, terima kasih.”
BTW gantian ke cerita ku ya Thor. Poppen. Like dn komen kalo bs. /Grin/