Apa reaksimu ketika tiba-tiba saja seorang gadis cantik dari planet lain masuk ke kamarmu?
Terkejut? Kaget? Ya, begitu juga dengan Nero. Hanya beberapa jam setelah ia ditolak dengan kejam oleh siswi sekelas yang disukainya, ia bertemu dengan seorang gadis mempesona yang masuk melalui lorong spasial di kamarnya.
Dari saat itulah Nero yang selama ini polos dan lemah perlahan berubah menjadi pribadi yang kuat dan menarik. Lalu membalikkan anggapan orang-orang yang selama ini telah menghina dan menyepelekannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J.Kyora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Apalagi impian seorang wanita remaja yang paling indah selain bertemu dengan pangeran berkuda yang memberinya bunga?
Lalu mereka jatuh cinta, berkeluarga, tinggal di istana dan punya anak, bahagia selamanya seperti cerita di dalam dongeng.
Lalu bagaimana jika pangeran itu adalah seseorang yang melompat turun dari dahan sebuah pohon?
Dengan wajah tertutup, kepala tertutup, sorot mata tegas namun lembut memandang, dengan gagah menyelamatkannya, menghancurkan penjahat... dan ia berlari setelah memberi sebuah kecupan kepada sang gadis.
Rizka sakit kepala, bagaimana wajah itu bisa berubah menjadi Nero?
Seseorang yang telah mengganggu pikiran dan membuatnya berangan-angan tiba-tiba berubah menjadi Nero?
Tidakkah itu sebuah kegilaan ketika jatuh cinta kepada satu hal yang telah ia hancurkan?
Kini setiap ia merangkai angan, yang terlukis hanyalah wajah acuh memandang dirinya dengan angkuh.
Nero ... akhirnya Rizka terlelap.
...
Nadia menendang kaki Nero yang masih pulas di dalam kantung tidurnya. Nero menggeliat, dan memperdalam lelapnya. Melihat itu Nadia tersenyum, kemudian bersimpuh di samping kepala anak laki-laki itu dan memencet hidungnya.
"Jahat sekali," suara aneh terdengar dari tenggorokan Nero. Nadia terbahak, ia tahu Nero hanya pura-pura tertidur.
Membuka matanya Nero bangkit duduk. "Jam berapa ini?," ia bertanya.
"Setengah tujuh," jawab Nadia.
"Kalian tega membiarkan aku tidur di luar tenda," rungut Nero.
"Hahaha... siapa suruh jadi cowok!" balas Nadia dengan ekspresi geli.
...
Nero berendam di sungai kecil di belakang tenda. Ia begitu malas ke pemandian umum dan mengantri dengan ratusan orang di sana.
Sungai itu cukup jernih, dan airnya bersih, Nero menghirup segarnya udara dan berkecimpung dengan riang.
Ia teringat Eona, dewi cantik yang kini berada di dalam kamarnya, Nero memikirkan gadis itu pasti sedang tidur di ruangannya, ia heran wanita itu tidak pernah terlihat makan, apakah manusia dari planet lain tidak perlu makan? Lalu bagaimana mereka tumbuh?
Sebuah kerikil mencemplung disampingnya, ia menoleh dan melihat Nadia berdiri di dekat tenda memandangnya.
"Apa kamu mau mandi seharian?" Nadia melemparkan satu kerikil lagi, Nero mengelak dan membenamkan seluruh tubuhnya ke dalam sungai.
...
Setelah selesai pengarahan hari kedua, para siswa menyebar menuju area perburuan, mereka bertiga menentukan area baru yang kemaren belum mereka jelajahi.
Sebuah tantangan baru, bagi siapa saja yang mendapatkan bendera emas berlogo khusus, akan mendapatkan hadiah uang tunai dua juta, dan bendera tersebut hanya ada satu di dalam area.
Nero semakin bersemangat, ia bertekad untuk mendapatkan bendera tersebut.
Hari ini Nadia memakai celana jeans tiga perempat berwarna hitam pudar, kaos abu panjang lengan dengan penutup kepala dibelakang lehernya, rambutnya diikat begitu saja lurus ke belakang. Ia membawa sebuah ransel kecil di punggungnya, melangkah riang kakinya terbungkus sepatu trainers putih yang harganya Nero tahu paling tidak seharga sebuah smartphone.
Susan mengikuti dibelakang, memakai kaos yang sama dengan Nadia namun berwarna putih dengan gambar spongebob di depan, celana katun coklat semata kaki yang sepadan dengan sneakers kremnya, ia juga membawa ransel kecil di punggung.
Nero berpikir jika saja gadis mungil ini membuka kacamatanya, dan melepas kepang rambutnya, pastilah penampilannya akan lebih menarik dari saat ini.
Nero melepas kancing atas kemeja pendeknya, memperhatikan celana jeans birunya yang telah agak berumur, lalu sepatu Nike KW yang dipakainya, bahkan ada sedikit bagian yang telah terkelupas kulitnya.
Setelah ini aku akan memperbaiki penampilan, janjinya dalam hati, memikirkan potongan rambut yang keren alih-alih model two blocknya yang sekarang. Meski tidak ketinggalan jaman, tapi ia belum pernah mengganti model rambut sejak SMP.
Nadia memimpin jalan melalui ruang di antara pepohonan, diikuti Susan dan Nero di belakang, Nero merasa agak nyaman, dengan adanya hasil perundingan tadi malam antar sekolah, setidaknya menghindari beberapa konflik, dan ia bisa fokus melakukan perburuan.
Dengan perolehan bendera mereka kemaren yang cukup banyak, Nero optimis mereka akan memenangkan perburuan. Itu dibarengi dengan dibatalkannya perolehan bendera anak-anak Armada sebagai hukuman mereka melakukan kecurangan.
"Itu ada bendera merah!" Susan berteriak senang, suara mungilnya membangunkan Nero dari lamunannya.
"Kenapa harus ditempatkan di atas pohon?" gerutu Nadia.
Nero tertawa, lalu bergegas memanjat pohon tersebut dan mengambil bendera merah itu, ia melemparkannya ke bawah, disambut Nadia dengan sumringah.
Ketika hendak turun, Nero melihat sekilas sesuatu berwarna putih di balik sebatang dahan, ia menghampiri dahan tersebut.
Semakin dekat, ia melihat sekelompok bunga putih dengan bercak merah di bagian dalam kelopak bunganya, pinggirannya dengan bintik bintik halus warna merah serupa.
Melihat bunga itu sangat cantik, Nero mengambilnya dua tangkai, lalu bergegas turun.
"Apa itu?" tanya Nadia, ia melihat Nero memegang bunga ditangannya.
Nero tersenyum mendekat, lalu memberikan kedua bunga tersebut kepada Nadia dan Susan masing masing setangkai.
Nadia terbelalak, "Anggrek Bulan lurik!," Nadia setengah menjerit,
"Ya ampun, ini bagus sekali," seru Susan juga tidak mau kalah di sebelahnya, "Ini kalau dijual satu pohonnya 200ribu!," ujar Susan lagi.
Nero tercengang, bunga seperti itu harganya 200 ribu?
"Nero, kamu ambil lagi!, tapi kamu ambil batang sekalian akarnya," suruh Nadia bersemangat.
"Untuk dijual?" Nero bingung.
"Bukan, aku mau membawanya pulang, ditanam dirumah. Mamaku suka menanam bunga," Nadia tersenyum, "Hayo naik lagi, kamu ambilkan untukku," pinta Nadia memaksa.
"Aku juga mau," suara mungil Susan terdengar malu-malu di sebelah. Itu penuh kepolosan dengan ekspresi berharap.
"Aih, kalian sungguh merepotkan," gerutu Nero agal keras. Menghela napas ia berbalik dan memanjat pohon itu lagi, dalam pikirannya ia juga akan membawakan bunga ini untuk mamanya, mama juga suka menanam bunga di pot, bahkan di sekitar rumahnya banyak sekali tanaman bunga mamanya.
Nero meraih batang-batang bunga anggrek tersebut, mengikuti saran Nadia ia membongkar dengan akarnya yang menempel di lumut-lumut sekitar batang pohon. Setelah memperhatikan, ternyata ada lebih banyak lagi bunga serupa di dahan lainnya, bahkan ada yang berwarna kuning.
Nero menjatuhkannya kebawah, Nadia dan Susan menyambut kegirangan.
Setelah menghitung semuanya, ada delapan pokok bunga yang mereka dapatkan. Nadia dan Susan membaginya masing-masing tiga, Nero mengambil dua pokok.
Begitu antusias mengumpulkan tanaman anggrek, Nadia dan Susan jadi lebih tertarik mencari keberadaan bunga itu ketimbang perburuan bendera, Nero geleng-geleng kepala dengan mereka yang sepanjang jalan berbincang tentang bunga, tampaknya mereka memiliki hobi yang sama.
...
Nadia terus memimpin jalan hingga mereka keluar dari areal pepohonan dan tiba sebuah lapangan luas. Warna kuning dan kusam tanah tandus memenuhi seluruh areal yang luas itu.
Nero mengernyit, ia melihat keanehan, bagaimana ada gurun tandus setelah pepohonan rimbun? Tempat ini seperti tanah kutukan, bahkan ia tidak melihat sehelai rumput pun yang tumbuh, dan ada garis jelas diantara tanah tandus itu dengan pepohonan di belakang mereka.
Tiba-tiba ada seperti sebuah getaran di dalam kantong celananya. Nero memasukan tangannya, namun wajahnya berubah mengetahui getaran itu berasal dari cube yang diberikan Eona untuknya.
Nero mengurungkan Niat untuk mengeluarkannya, mereka bertiga berhenti dan mengamati.
Nadia mengeluarkan peta area, lalu memeriksa tempat keberadaan mereka, "Tanah tandus ini tidak lagi termasuk area perburuan, kita harus mengubah arah," kata Nadia.
"Kemana arah kita selanjutnya?" tanya Nero.
"Kamu yang tentukan,," jawab Nadia.
"Kamu saja," balas Nero acuh, matanya memandang ketengah area tandus yang luas, rasa penasaran menggelitik hatinya.
"Kalian tunggu di sini, aku akan melihat tempat seperti apa ini," ujarnya kepada Nadia dan Susan.
Nero berjalan meninggalkan dua gadis itu, diiringi pandangan mereka yang melihatnya heran.
Tempat itu sangat panas, tidak ada pohon pelindung. Matahari terik membakar tanah tandus itu dengan kejam, Nadia dan Susan terlalu malas untuk berpanas-panasan, jadi mereka hanya membiarkan Nero sendirian.
Semakin jauh ketengah, Nero makin merasakan getaran kuat dari cube yang dipegangnya, cube itu sekarang telah berada di genggaman tangannya.
Setelah berjalan beberapa jauh, Nero tidak melihat apa pun yang menarik perhatiannya.
Menyerah, akhirnya Nero berpikir untuk menanyakan saja kepada Eona nanti sesampai di rumah.
Nero berbalik, lalu kembali ketempat Nadia dan Susan menunggunya.
Mereka memutuskan untuk menyusuri tepi hutan itu menuju kawasan pepohonan pinus yang terlihat tidak jauh dari tempat mereka sekarang. Beberapa saat berjalan, terlihat beberapa tim lain di kejauhan.
...