NovelToon NovelToon
Ratu Dan Pria Tak Terlihat

Ratu Dan Pria Tak Terlihat

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Kisah cinta masa kecil / Cinta pada Pandangan Pertama / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: khayalancha

Dari semenjak lahir Syailendra dipaksa untuk "tak terlihat", dirumah, disekolah dan juga di lingkungan sekitarnya. Namun ternyata seorang perempuan bernama Ratu memperhatikan dan dengan jelas dan tertarik padanya. Perempuan cantik dan baik yang memberikan kepercayaan diri untuknya.

Sedangkan Ratu, Ia sosok perempuan sempurna. Ratu terkenal tak mau berkomitmen dan berpacaran, Ia seorang pemain ulung. Hidup Ratu berubah saat Ia dan Syailendra satu team mewakili olimpiade kimia dari sekolahnya. Mereka tak pernah sekelas, dan Ratu bahkan baru mengenalnya. Tapi sosoknya yang misterius merubahnya, Ratu merasakan sesuatu yang berbeda dengan pria itu, membuatnya merasa hangat dan tak mau lepas darinya.

Namun dunia tak mendukung mereka dan mereka harus berpisah, mereka lalu bertemu sepuluh tahun kemudian. Apakah kisah kasih mereka akan tersambung kembali? Atau malah akan semakin asing?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 - Sebuah Perlawanan

“Mau ke mana kamu?"

Langkah Syailendra terhenti di tengah-tengah tangga kala mendengar suara ayahnya dari arah ruang tamu. Tampak Gunawan dan istrinya—Yola—sedang menikmati secangkir teh. Mereka menoleh heran ke arahnya.

"Kamu mau masuk sekolah, ya?" Yola bertanya.

Melangkah ke arah dua orang itu, Syailendra pun terpaksa jujur. "Iya, Ma, Pa. Hari ini aku mau masuk sekolah lagi."

Wajah Yola tampak tak senang mendengarnya. Syailendra bisa memerhatikan dengan jelas perubahan ekspresi ibunya itu.

"Kamu lupa apa yang Papa bilang kemarin?!"

"Nggak, aku nggak lupa sama sekali. Tapi aku nggak bisa ketinggalan pelajaran lama-lama." Syailendra sedikit berbohong di sini. Ia belum jujur soal dirinya yang ikut olimpiade.

"Mas, kalau Endra masuk sekolah sekarang, apa nggak ditanya sama guru-gurunya? Apa nggak akan jadi pusat perhatian dianya?" ujar Yola, cemas.

Bahkan ibunya itu tak mau repot-repot bertanya bagaimana keadaannya saat ini. Yang ada di pikiran orang tuanya itu, dirinya harus bersembunyi dari semua orang. Lama-lama Syailendra lelah hidup seperti ini. Aneh. Sangat aneh menurutnya. Orang tua mana yang mengurung anak mereka sedemikian rupa?

"Sebaiknya kamu nggak usah ke mana-mana dulu. Tunggu sampai lebam di wajah kamu hilang sepenuhnya. Papa nggak mau kamu ditanya-tanya sama guru. Ini akan mencemarkan nama baik keluarga kita!"

Jika biasanya Syailendra menurut, maka sekarang tidak bisa. Seiring bertambah usianya, Syailendra merasa dirinya memiliki hak untuk mengambil keputusan.

"Aku tetap akan sekolah."

Perkataan itu membuat Yola dan Gunawan terkejut.

"Berani kamu lawan Papa?!"

"Maaf, Pa. Tapi aku nggak bisa ketinggalan pelajaran. Untuk luka di wajah aku, aku bisa jamin nggak akan ada yang tahu kalau aku habis berantem. Papa nggak perlu takut dipanggil sama guru BK-ku ke sekolah. Aku akan bilang bahwa aku habis kecelakaan."

"Endra, sebaiknya kamu nurut sama Papa. Jangan kelewatan. Kamu juga yang akan repot jalan kaki ke sekolah!" sentak Yola.

"Maaf aku nggak bisa, Ma. Ada hal penting yang mau aku lakukan. Aku harus ke sekolah hari ini. Janji nggak akan nimbulin masalah."

Sehabis itu, Syailendra menyalami tangan kedua orang tuanya. Ia tetap bersikap sopan meski sering mendapat ketidak-adilan dari orang tuanya itu.

"Pagi, Pa, Ma!"

Dirga, adik Syailendra yang baru duduk di kelas 9 SMP itu datang dari arah belakang. Kebetulan sekolah Dirga beda dari Syailendra. Anak itu sekolah di sekolah swasta yang biayanya sangat mahal. Beda dengan Syailendra yang sekolahnya bukan swasta favorit.

"Tumben udah rapi anak Mama. Sarapan dulu yuk? Mama udah masak nasi goreng pataya kesukaan kamu."

Lihat? Respon Yola langsung beda. Dirga, anak itu selain dimanja dengan kasih sayang, juga sudah dibelikan motor oleh Gunawan. Beda dengan Syailendra yang ke sekolah tiap hari naik bis.

"Sebagai hukuman, kamu nggak boleh ikut sarapan sama kami. Itu mau kamu kan? Sekolah? Ya sudah, pergi sana. Tanggung resiko atas keras kepala kamu sendiri!" kata Gunawan dengan begitu tega.

Saliva Syailendra tercekat di tenggorokan. Begitu tega ayahnya itu membiarkannya tidak sarapan. Syailendra tersenyum miris. Matanya menghangat seiringan dadanya yang terasa kian sesak.

"Ya udah nggak apa-apa. Endra sarapan di sekolah aja nanti."

Dirga langsung meledek. "Makanya, jangan nakal. Biar jadi anak kesayangan Mama Papa."

"Dirga benar. Harusnya kamu contoh adik kamu. Dia nurut sama Mama dan Papa. Kamu ini keras kepala sekali. Makin ke sini, kamu makin susah diatur!"

Gunawan misuh-misuh. Syailendra tidak mempermasalahkan itu. Biar saja dirinya dibentak oleh sang ayah. Asal keluarganya itu tidak tahu dirinya ikut olimpiade.

Maaf, kali ini aku ingin sukses dengan caraku sendiri. Terserah Papa setuju atau enggak.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!