"Gue ga nyangka lo sanggup nyelesain 2 tantangan dari kita" Ardi menepuk pundak Daniel
"Gue penasaran gimana caranya si culun Rara bisa jatuh cinta sama lo?" Tanya David.
Daniel kemudian mendekati David dan berkata "lo harus pintar - pintar ngerayu bro.. bahkan gue ga nyangka kalo bisa dapat perawannya dia" dengan bangganya Daniel berkata demikian kepada para sahabatnya.
Eric yang duduk di atas meja langsung berdiri "gila! Yang bener lo bro! Lo ga bohongin kita kan?" David dan Ardi hanya melongo menatap Daniel tak percaya
"Emang selama ini gue pernah bohong apa" ucap Daniel menyakinkan mereka.
Ardi melemparkan kunci mobilnya ke meja David "karena lo menang taruhan, mulai sekarang mobil gue jadi hak milik lo. Surat-suratnya semua ada di dalam mobil" Ucap Ardi menambahkan.
Tanpa mereka sadari, Rara yang mendengarnya, tak kuasa menahan laju air matanya. Hatinya begitu sakit mengetahui bahwa dirinya hanya di jadikan taruhan. Kehamilannya di jadikan taruhan. Pandangan Rara mulai kabur, dan semakin lama semakin gelap. Hingga ia jatuh tak sadarkan diri
Baaaaaaappp
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LidyaMin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengkhianatan
Jadi ini yang kalian lakukan di belakangku!!!!"
Ardi menoleh kebelakang dan terperanjat. Seketika pelukannya terlepas. Wajah Clara pucat karena tidak menyangka kalau Eric menangkap basah mereka bahkan sebelum mereka mengatakan yang sebenarnya pada Eric. Kakinya melemas bahkan tubuhnya terasa gemetar. Dia tidak mampu berkata apapun.
Eric sudah tidak mampu lagi menahan amarahnya. Dia merasa di khianati oleh sahabat dan juga kekasihnya.
Bugh
Bugh
Bugh
"Brengsek lo!!"
"Gue gak nyangka lo khianatin gue!! Gue sahabat lo!!"
Suara Eric menggema di lorong apartemen. Dia menumpahkan semua kemarahannya. Air matanya pun mengalir deras. Ardi tidak mampu melawannya. Dia pasrah saja menerima semua pukulan Eric di wajahnya.
David berusaha menahan pergerakan Eric dengan sekuat tenaga.
"Eric lo tenang dulu. Kita harus dengar penjelasan mereka."
"Lo bilang tenang!!! Lo liat dia udah khianatin gue!! Dia yang gue anggap udah kayak sodara, tapi ini yang gue dapat. Gimana gue bisa tenang!!!!" Eric seperti orang kesetanan. Dia terus menghajar Ardi.
Bugh
Bugh
Kembali Eric melayangkan pukulannya ke wajah Ardi. Ardi sudah tersungkur di lantai. Dia tidak sanggup lagi menahannya. Clara diam tak mampu bergerak. Dia sangat shock melihat kejadian yang tidak dia sangka terjadi. Tiba-tiba saja dia merasa di bagian perut bawahnya terasa sakit. Dia meringis kesakitan.
"Aaaauuu. Ss-sa-sakit. Ar-ardi." Seketika penglihatan Clara gelap dan–
Baaapppppp
Clara jatuh pingsan di atas tubuh Ardi. Ardi terkejut saat melihat Clara tidak sadarkan diri. Tenaganya yang sempat hilang seperti kilat kembali ke raganya.
"Clara lo kenapa? Clara.!!" Ardi menepuk wajah Clara berkali-kali membangunkannya.
Dia panik dan bangkit berdiri kemudian mengangkat Clara untuk segera di bawa ke rumah sakit. Saat Eric ingin mengangkat Clara, dengan kasar Ardi menepis tangannya.
Wajah Eric pucat pasi seketika. Dia masih tidak mengerti apa yang terjadi selain satu kata di kepalanya 'pengkhianatan'.
"Kita susul mereka." David menarik tangan Eric segera memasuki lift dan menyusul Ardi dan Clara.
.
.
.
Sampai di rumah sakit, Ardi berteriak meminta pertolongan pada petugas disana. Dia tidak mempedulikan kondisinya lagi. Yang dia pedulikan hanya Clara dan anaknya yang ada dalam kandungan Clara. Air matanya terus menetes takut terjadi sesuatu pada Clara.
Perawat segera membawa Clara ke IGD untuk di lakukan tindakan. Ardi tertunduk lemas di depan pintu. Tidak lama David dan Eric datang. Eric panik karena melihat keadaan Clara. Dia menarik kerah baju Ardi.
"Lo apain Clara, brengsek?!!"
Eric tidak mampu menahan emosinya. Ardi tidak menjawab dia hanya diam menunduk. David menarik Eric menjauh dari sana.
"Lo bisa tenang gak sih!!! Kalau lo terus seperti ini yang ada lo gak bakal dapat penjelasan apa-apa dari mereka!!" Geram David.
Dia membawa Eric untuk mencari tempat duduk yang jauh dari Ardi. Dia kewalahan menjadi tiang tengah untuk Eric dan Ardi. Eric diam dan menurut saja dengan perkataan David. Setelah melihat Eric mulai tenang, David merogoh ponsel dari saku celananya. Dia menghubungi Daniel.
"Susul gue ke rumah sakit."
"Siapa yang sakit?"
"Lo datang aja. Bentar gue kirim alamatnya."
"Ok. Gue ke sana."
Setelah mematikan sambungan teleponnya David menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya kasar. Sambil memegang kepalanya, dia melirik Eric yang tertunduk dan terlihat sangat kacau.
"Hhuuuuhhhh." Gumam David.
Tidak berselang lama, Daniel dan Rara datang ke rumah sakit dan menghampiri mereka. Bertepatan dengan keluarnya dokter dari ruang IGD.
"Wali dari pasien bernama Clara?" Tanya Dokter sambil melihat sekitarnya.
Ardi yang ada di depan pintu spontan berdiri "Saya dok." Ujar Ardi dan Eric bersamaan.
Saat dokter keluar tadi Eric langsung berlari menghampiri dokter. Mendengar jawaban mereka, dokter menatap mereka bergantian kemudian mengibaskan tangannya di depan mereka. David, Daniel dan juga Rara berdiri tidak jauh dari mereka.
"Ahh sudahlah. Jadi begini saya katakan disini saja. Kondisi pasien sekarang sudah stabil. Untunglah pasien segera dia bawa ke sini. Andai saja terlambat, maka pasien akan kehilangan bayinya." Dokter memberikan penjelasannya.
"Ba-bayi? Maksud dokter apa?" Eric bingung dengan perkataan dokter tentang bayi.
"Pasien saat ini sedang mengandung. Kandungannya sangat lemah. Jadi tolong jangan membuat dia banyak pikiran. Karena akan berpengaruh pada janinnya." Setelah mengatakan hal itu dokter itu pun pergi meninggalkan mereka.
"Jelasin buat gue apa maksud ini semua!!!" Eric sangat frustasi sekarang.
Setelah mengetahui tentang perselingkuhan kekasihnya, sekarang dia di kejutkan kalau kekasihnya sedang hamil. Tentu saja itu bukan anaknya. Karena selama ini dia selalu menjaga dan menghargai Clara. Dia tidak pernah menyentuh Clara melebihi batas. Kepalanya mau pecah dan rasanya dia ingin sekali membunuh seseorang sekarang.
"Sayang, tolong kamu jaga Clara dulu ya."
Rara yang juga terkejut dengan kejadian hari ini hanya mampu menggangguk pelan. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Hanya sorot mata nya yang masih tidak memahami situasi apa ini. Daniel mengerti tatapan Rara padanya.
"Aku akan jelasin nanti ke kamu."
Lalu Daniel menyeret Eric untuk mengikutinya. Sedangkan David melakukan hal yang sama pada Ardi. Mereka berempat sudah berada di rooftop rumah sakit. Eric dan David berada tidak jauh dari Daniel dan Ardi.
Posisi mereka sekarang Daniel dan David berada di tengah mereka berdua. Jaga-jaga agar tidak ada pukulan lagi yang melayang ke wajah Ardi. Karena wajah Ardi sekarang sudah babak belur. Eric menatap Ardi penuh dengan amarah. Sedang kan Ardi hanya mampu menunduk.
"Sekarang lo jelasin semuanya pada Eric. Dan gue harap setelah semua ini persahabatan kita tetap baik-baik saja." Daniel memecahkan kesunyian di antara mereka.
Ardi mendesah berat, memberanikan menatap Eric yang juga sedang menatapnya.
"Gue minta maaf sebelumnya sama lo. Gue akan jelasin semuanya dari awal. Setelah lo dengar semuanya, terserah lo kalau memang lo akan membenci gue atau gak mengganggap gue sahabat lo lagi. Gue melakukan ini sebagai bentuk tanggung jawab gue pada Clara. Itu berawal saat gue dan Clara sama-sama menghadiri event dari perusahaan temen gue 2 bulan yang lalu."
Ardi menceritakan semuanya persis seperti yang dia ceritakan pada Daniel dan David. Eric mengepalkan tangannya, dadanya terasa sesak menerima kenyataan pahit ini. Dua tahun hubungannya dengan Clara harus berakhir seperti ini.
Padahal dia sudah merencanakan akan melamar kekasihnya pada ulang tahunnya dua bulan lagi. Tapi semuanya tidak akan terwujud. Kekasihnya yang sangat dia cintai sudah menjadi milik orang lain. Milik sahabatnya. Eric tak kuasa menahan tangisnya. Tubuhnya merosot dan terduduk lemas sambil mengacak rambutnya.
"Gue akan segera menikahi Clara. Tolong maafin gue. Gue gak pernah punya pikiran untuk mengkhianati lo apalagi persahabatan kita. Lo sudah lama kenal gue." Usai mengatakannya Ardi hanya menatap langit yang mulai mendung. Dia sudah tidak memiliki tenaga lagi sekarang. Harapannya hanya satu, bahwa semuanya akan baik-baik saja setelah ini.
Eric berusaha bangkit dan berdiri. David yang ingin membantunya di tepis oleh Eric. Dia berjalan dengan gontai menuju pintu keluar. David mengikutinya dari belakang.
"Lo harus obatin luka lo." Ujar Daniel pada Ardi.
Clara sudah di pindahkan keruang inap. Rara masih setia menjaganya sampai Daniel dan yang lain datang.
"Kamu sudah sadar?"
Rara beranjak dari duduk kala mendengar suara erangan dari ranjang pasien. Clara berusaha untuk menyesuaikan pencahayaan yang masuk ke indera penglihatannya. Dia sadar kalau saat ini dia sedang berada di rumah sakit.
Suara derit pintu yang terbuka membuat Rara dan Clara mengalihkan perhatiannya ke sumber suara. Tampaklah Daniel, David, dan Ardi yang masuk. Rara beranjak dari sana dan menghampiri Daniel dan mempersilahkan Ardi mengambil tempatnya.
Dengan Rasa kuatir Ardi membelai lembut kepala Clara. "Apa ada yang sakit?" Tanya Ardi.
Clara menggelengkan kepalanya. Tangannya terangkat menyentuh wajah Ardi yang lebam kebiruan. Bahkan ada luka sobek kecil di sudut bibirnya.
"Kamu gak papa?"
"Aku ga papa." Jawab Ardi sambil menggenggam tangan Clara yang menyentuh wajahnya. Dan kemudian tangan satunya menyentuh perut rata Clara. "Dia juga baik-baik saja tadi kata dokter."
Ardi tersenyum kala menyadari cara bicara mereka berubah tidak seperti biasa. Sekarang rasanya dia merasa semakin dekat dengan Clara.
Daniel, Rara dan juga David yang masih ada di sana saling melempar pandang. Satu hal yang mereka ketahui sekarang bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi di antara Ardi dan Clara.
🌼🌼🌼🌼🌼
Sedih buat Eric😢😢
Moga cepat move on dan ketemu jodohnya ya mas Eric😊