Selamat datang di novel ku
menerima kritik dan saran
feedback & folback bisa folow instagram juga ;@namjoneya_0594
Pernikahan biasanya didasari oleh cinta namun tidak dengan Hira dan Axell/Gus Mahen. Keduanya menikah karena sebuah insiden naas menimpa calon istri Axell dan Hira berada diTKP.
Hira sebagai pengantin penganti namun setelah menikah kehidupannya penuh dengan teror, hingga membuat nya sempat mengalami gangguan kecemasan. Hingga suatu tragedi membuat nya tak bisa sadar dalam waktu lama , Sedangkan Axell tanpa sadar menyayangi istri dengan berlindung dibalik kata “Aku akan bertanggung jawab menjadi seorang suami”.
Keduanya tetap harus mencari tau siapa pelaku peneror dan pembunuhan misterius.
Dan akankah mereka menemukan pelakunya? Akan kah cinta mereka menjadi kekuatan untuk melawan segala lika-liku kehidupan atau justru malah salah satu dari mereka berhasil dibunuh lagi? .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tini Timmy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 05
Ummi meraih tubuh Hira dan memeluknya erat, mengusap punggung nya dengan lembut. Sedangkan Axell yang bersembunyi dibalik katupan tangan segera ia mengalihkan atensi nya pada seorang gadis berbaju cream dengan hijab pashmina berwarna soft pink .
Ia berpikir mungkin ini gadis yang diceritakan Ning Rea saat setelah ia mengisi kajian di masjid Ar-Rasyid.
“Nggak, ini gak mungkin!” Elak Hira,lalu masuk kedalam dan menemukan tubuh Ning Rea sudah terbujur kaku.
Ia menangis sejadi-jadinya hingga Ummi menghampiri Hira.
“Kamu pasti Nak Hira kan, dia sering cerita sama Ummi tentang kamu. Sekarang dia sudah tidak ada, tolong ikhlaskan ya nak supaya anak Ummi tenang disana dan doa kan dia. Maafkan jika anak Ummi ada salah kata ataupun perilaku yang kurang berkenan dihati nak Hira.”
Tanpa sadar Ummi ikut menangis, sedari tadi ia mencoba tetap kuat namun kini ia juga ikut tumbang.
“Kemarin Ning Rea udah janji sama Hira katanya mau temenin Hira hijrah total tapi… Dia malah pergi terlebih dahulu.”
Setelah keduanya saling berpelukan mereka memutuskan keluar ruangan.
“Udah yuk kita urus pemakaman nya, Kamu kuat Mahen. Do'akan anak Abah ya semoga ditempatkan disisi Allah.”
Axell hanya diam ia masih bingung dengan apa yang terjadi karena terasa seperti mimpi. Kenyataan pahit namun harus ditelan mentah-mentah.
Dengan kata apa ia menjelaskan kepada seluruh tamu undangan saat hari pernikahan itu tiba.
Dan apakah setelah kepergian Ning Rea ia dapat bersemangat menjalani hari-harinya.
“Aku tidak tau Abah , apa yang harus aku lakukan setelah in____”
“Dia! Dia pembunuh itu!” Teriak Hira seraya menunjuk seseorang berbaju serba hitam dengan niqob di wajah nya.
“Sudah nak tak usah dikejar, kita fokus untuk pemakanan saja.”
Mencegah Axell yang hendak mengejar sosok misterius itu.
...Flashback off...
“Mas, kenapa diam saja? Aku minta maaf karena tidak mencegah peristiwa itu. Andai aku memblokir belati itu pasti ini gak akan terj___”
“Sudah lah semua terjadi karena kuasa Allah. Ikhlas gak ikhlas ya harus ikhlas. Aku yang minta maaf karena belum bisa mencintai kamu namun tak perlu khawatir sebisa mungkin aku akan bertanggung jawab selayaknya suami.”
Keesokan harinya.
“Sudah siap?makan sarapan dulu, aku masak nasi goreng sama ada jus mangga dan potongan buah apel.”
Axell yang ingin langsung berangkat kerja mengurungkan niat nya. Berbalik menuju meja makan dan duduk, Hira tersenyum manis lalu menyajikan makanan.
Keduanya makan bersama namun tak ada obrolan di antara mereka, setelah selesai makan Axell pamit pergi .
Mencium punggung tangan suaminya dan berdoa semoga ada keberkahan disetiap langkah suaminya. Seusai mengantar ia menutup pintu namun terdengar ada yang melemparkan sesuatu dari jendela..
Satu kotak kecil tergeletak di dekat pecahan kaca jendela kamar tamu . Dengan ragu serta hati-hati Hira meraihnya lalu ia buka.
Sebuah belati dengan noda darah yang mengering serta sedikit ada urat-urat yang melingkar di ujung belati.
“Aaa… !!!!!”
Teriakan nya terdengar oleh beberapa maid dirumah dan langsung menghampiri nona muda mereka.
“Singkirkan itu dari hadapan ku!!!” Dengan tangis histeris , tubuh yang bergetar hebat serta air mata yang luruh begitu saja.
Para Maid segera menyingkirkan belati tersebut dan salah satu dari mereka memberi kabar kepada Tuan Muda nya. Dengan apa yang terjadi pagi ini, Axell yang sudah sampai kantor ingin berbalik pulang namun asisten nya mengatakan ada info terbaru.
Axell mendengarkan penjelasan asisten terlebih dulu…
“Tim kami sudah mulai menemukan tanda-tanda bukti atas pembunuhan Ning Rea namun kami perlu waktu untuk itu. Dan seperti nya pelaku tau jika kami sedang menyelidiki perbuatan nya.” Seraya menundukan kepala.
Dirga sadar seharusnya orang lain jangan sampai tau karena ini misi rahasia namun entah dari mana pelaku itu tau jika ada yang ingin mengulik kasusnya.
“Waspada dan jaga istri saya 24 jam jangan sampai bodyguard kosong.”
Dering telepon genggam Axell berbunyi tertera nomor telepon rumah.
“Saya pulang dulu, rapat hari ini kamu tunda semua,” Ujarnya dengan suara dingin.
Axell sedikit berlari meninggalkan kantor, Dirga yang melihat itu langsung mengikutinya dari belakang . Ia menyaksikan Axell mengemudi mobil sendiri setelah beberapa tahun terakhir ia pulang pergi dengan bodyguard serta supir.
Axell mengemudi dengan kecepatan tinggi hingga tak butuh waktu lama mobil Mercedes Benz CLA-Class mulai memasuki halaman rumah.
Membuka pintu mobil, menapakkan kaki lalu berjalan memasuki rumah. Ada beberapa orang yang menyambut nya, tepat di depan pintu ia menghentikan langkah kaki nya.
“Dimana istri saya?”
“Nona masih ada dikamar dan menyuruh kami keluar karena beliau takut dengan kami.” Jawab seorang maid yang ditugaskan menjadi asisten pribadi Hira.
Axell diam sejenak mengamati pintu kamar yang ada di hadapan nya, lalu menarik nafas dalam-dalam. Mengibaskan tangan nya dua kali sebagai isyarat agar semua nya meninggal kan area kamar.
Perlahan ia memasuki kamar yang sangat terang namun penghuninya meringkuk dibawah selimut yang tebal.
Ia duduk di samping ranjang lalu menepuk bahu Hira pelan.
“Hira..” Panggilnya dengan lembut. Sang empu menoleh dengan mata sembab nya.
Melihat Axell di depannya malah membuat Hira semakin menangis , dengan sigap Axell mendekap hangat tubuh ringkih Hira.
“Pergi, pergi jangan ganggu aku lagi.” Gumamnya sambil memberontak dalam dekapan suaminya. Axell tetap mempererat pelukan sampai sang empu dirasa tenang.
“Jangan menangis, semua akan baik-baik saja , oh ya aku mau ajak ke suatu tempat tapi syarat nya kamu harus tenang dulu.”
Melonggarkan dekapan suaminya ,“Kemana?” Mendongak kan kepala .
“Ada lah, ayo jalan,” Ajaknya seraya menggandeng tangan Hira.
Sepanjang perjalanan Hira hanya diam dan fokus dengan pikirannya hingga tak sadar jika keduanya sudah sampai di tempat yang dituju.
“Masjid Ar-Rasyid?” Gumam nya yang mampu didengar oleh Axell
Axell menganggukan kepala, lalu keluar terlebih dahulu karena ia membukakan pintu untuk Hira. Kaki Hira mulai menyentuh lantai area depan masjid, senyum simpul terulas begitu saja di bibirnya.
“Aku ada kajian disini, ayo kita masuk.”
Hira menganggukkan kepala atas ucapan suaminya itu lalu berjalan masuk ke dalam masjid namun mereka berpisah di batas suci shaf wanita dan pria.
Perlahan Hira melangkah , memijak kan kaki di atas karpet masjid dan satu hal yang paling ia ingat adalah Ning Rea. Dia yang telah membawanya ke Masjid Ar-Rasyid hingga bertekad untuk hijrah .
Dan disini pula ia bertemu dengan Axell atau Gus Mahen , di pikiran nya tak pernah terlintas jika Axell menjadi suaminya.
Tanpa di sadar ia terus berdiam diri sembari memandangi area mimbar suaminya.
“Zaujati, duduklah nanti kakimu lelah,kalau terus berdiri seperti itu.”
Ujarnya lewat pengeras suara.
Sejenak Hira mencerna siapa pemilik suara tersebut, mengedarkan pandangan ke seluruh sudut dan akhirnya ia sadar ketika tatapan nya kembali bertemu dengan Axell yang sedang mengulas senyuman manis ke arah nya.
“Astaghfirullah malu nya aku, semua mata tertuju padaku,” Batinnya lalu duduk dan mendengarkan kajian dengan hikmat hingga tak terasa sudah selesai.
Keduanya keluar dari masjid dengan senyuman yang mekar.
“Gimana perasaan mu?” Tanya Axell.