Judul: Bunga yang Layu di Hati Sahabat
Sasa dan Caca adalah sahabat karib sejak SMA. Mereka selalu bersama, berbagi impian, tawa, dan bahkan tangis. Sasa, yang dikenal lembut dan penuh kasih, melanjutkan hidupnya dengan menikahi Arman setelah menyelesaikan kuliah nya, pria yang selama ini menjadi cinta sejatinya. Sementara itu, Caca, yang masih berjuang menemukan cinta sejati, sering merasa kesepian di tengah gemerlap kehidupannya yang tampak sempurna dari luar.
Namun, retakan mulai muncul dalam hubungan persahabatan mereka ketika Caca diam-diam menjalin hubungan terlarang dengan Arman. Perselingkuhan ini dimulai dari pertemuan yang tak disengaja dan berkembang menjadi ikatan penuh godaan yang sulit dipadamkan. Di sisi lain, Sasa merasa ada sesuatu yang berubah, tetapi ia tak pernah membayangkan bahwa sahabat yang paling dipercayainya adalah duri dalam rumah tangganya.
Ketika rahasia itu terungkap, Sasa harus menghadapi penghianatan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon icha14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jalan yang berliku
Pagi itu terasa lebih dingin dari biasanya, meskipun matahari bersinar terang. Sasa terbangun dengan mata yang sembap. Ia tidak tidur semalaman, memikirkan bagaimana kehidupannya yang selama ini terlihat sempurna bisa berubah menjadi mimpi buruk. Di sisi lain, Arman masih mencoba bersikap normal, tetapi kegelisahan di wajahnya sulit disembunyikan.
Mereka duduk berhadapan di meja makan, tetapi tidak ada percakapan di antara mereka. Piring-piring tetap penuh, karena tidak ada yang punya selera makan. Sasa akhirnya memecah keheningan.
“Mas,” ucapnya tanpa menatap Arman. “Aku pikir kita butuh waktu.”
Arman meletakkan sendoknya. “Waktu untuk apa, Sa?”
“Untuk semuanya. Untuk aku berpikir. Untuk kamu juga,” jawab Sasa tegas. Suaranya tidak lagi gemetar seperti malam sebelumnya.
Arman menunduk. “Aku ngerti kalau kamu marah, tapi aku janji, aku bisa perbaiki ini, Sa.”
Sasa menggeleng perlahan. “Aku enggak tahu, Mas. Aku enggak tahu apakah perasaan aku masih sama setelah ini.”
Mendengar itu, Arman merasa hatinya diremas. Ia ingin memeluk Sasa, tetapi jarak di antara mereka terasa seperti jurang yang tak terjembatani. Ia hanya bisa mengangguk pelan. “Kalau itu yang kamu mau, aku akan kasih waktu.”
---
Sementara itu, Caca sedang duduk di apartemennya, memandang keluar jendela. Telepon dari Sasa malam sebelumnya terus terngiang di kepalanya.
“Sahabat seperti apa kamu, Caca? Aku percaya sama kamu, dan kamu malah begini?”
Kata-kata itu menghantamnya seperti badai. Caca tahu bahwa ia telah melukai seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Ia menghabiskan sepanjang malam memikirkan langkah apa yang harus ia ambil. Akhirnya, ia memutuskan untuk bertemu dengan Sasa dan berbicara secara langsung.
Caca menghubungi Sasa, tetapi panggilannya tidak dijawab. Ia mencoba lagi, kali ini mengirim pesan.
Sasa, aku tahu aku salah, tapi tolong izinkan aku untuk bertemu dan menjelaskan semuanya.
Tidak ada balasan. Namun, Caca tetap memutuskan untuk pergi ke rumah Sasa.
---
Ketika Caca tiba di rumah Sasa, ia merasa seperti orang asing di tempat yang dulu begitu akrab baginya. Tangannya gemetar saat ia mengetuk pintu. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka. Sasa berdiri di sana, wajahnya tanpa ekspresi.
“Ada apa?” tanya Sasa dingin.
“Sasa, aku mau minta maaf. Aku tahu aku enggak punya hak untuk datang ke sini, tapi aku enggak bisa terus seperti ini,” kata Caca sambil mencoba menahan air matanya.
Sasa menghela napas panjang. “Masuk.”
Mereka duduk di ruang tamu, di mana dulu mereka sering berbagi tawa dan cerita. Tetapi kali ini, suasananya terasa begitu berat.
“Aku enggak tahu harus mulai dari mana,” ujar Caca.
“Mulai dari kenapa kamu bisa mengkhianati aku,” potong Sasa tajam. “Aku pikir kamu sahabat aku, Caca.”
Caca menunduk, tidak berani menatap Sasa. “Aku enggak punya alasan, Sa. Aku tahu aku salah. Aku tahu aku enggak seharusnya membiarkan perasaan ini berkembang. Tapi aku... aku benar-benar minta maaf.”
“Maaf?” Sasa tertawa kecil, tetapi tidak ada humor di dalamnya. “Kamu pikir maaf bisa memperbaiki semua ini? Kamu bukan cuma nyakitin aku, Caca. Kamu hancurin kepercayaan aku.”
Air mata Caca mulai mengalir. “Aku ngerti, Sa. Aku enggak minta kamu memaafkan aku sekarang. Aku cuma... aku cuma mau kamu tahu bahwa aku benar-benar menyesal.”
Sasa memandang Caca lama. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tetapi ia merasa lelah. Akhirnya, ia hanya berkata, “Aku enggak tahu apakah aku bisa maafin kamu, Ca. Tapi aku harap kamu benar-benar ngerti apa yang udah kamu lakuin.”
Caca mengangguk pelan, merasa lega meskipun luka di hatinya belum sembuh. Ia tahu bahwa perjalanan untuk memperbaiki semuanya akan panjang, tetapi setidaknya ia telah memulai langkah pertamanya.
---
Arman, di sisi lain, mencoba mencari cara untuk memperbaiki hubungannya dengan Sasa. Ia menghubungi seorang konselor pernikahan dan meminta sesi konsultasi.
“Mas, aku udah atur sesi konseling. Aku harap kamu mau ikut,” katanya kepada Sasa suatu malam.
Sasa menatapnya dengan ragu. “Aku enggak tahu, Mas. Aku masih belum yakin apakah hubungan kita bisa diperbaiki.”
“Tapi aku mau coba, Sa. Aku enggak mau kehilangan kamu,” ujar Arman, suaranya penuh dengan kejujuran.
Sasa menghela napas. “Aku enggak janji apa-apa, tapi aku akan ikut.”
---
Pada sesi konseling pertama, suasana terasa canggung. Arman mencoba menjelaskan perasaannya, tetapi sulit baginya untuk menemukan kata-kata yang tepat.
“Saya merasa seperti kehilangan arah,” ujar Arman kepada konselor. “Bukan karena saya enggak mencintai Sasa, tapi karena saya... saya merasa ada sesuatu yang hilang dalam diri saya sendiri.”
Sasa menatapnya dengan mata yang penuh air mata. “Dan kamu pikir solusinya adalah mencari itu di orang lain?”
Arman terdiam, merasa malu dan bersalah. Konselor mencoba memandu percakapan mereka, membantu mereka memahami akar masalahnya. Perlahan, mereka mulai mengungkapkan perasaan yang selama ini terpendam.
Sesi itu menjadi awal dari perjalanan panjang mereka untuk menyembuhkan hubungan yang telah retak. Meskipun tidak ada jaminan bahwa mereka akan kembali seperti semula, setidaknya mereka telah memutuskan untuk mencoba.
---
Caca, yang kini mencoba menjauh dari kehidupan Sasa dan Arman, memutuskan untuk fokus pada dirinya sendiri. Ia mulai menjalani terapi untuk mengatasi perasaan bersalahnya dan mencari cara untuk berdamai dengan dirinya sendiri.
ketiga tokoh utama mulai menemukan jalan masing-masing, meskipun perjalanan mereka masih penuh dengan tantangan. Sasa, yang merasa dikhianati, harus memutuskan apakah ia bisa memaafkan Arman dan Caca. Arman, yang merasa terjebak dalam dilema moral, harus menemukan cara untuk membuktikan bahwa ia pantas mendapatkan kesempatan kedua. Dan Caca, yang telah melukai sahabatnya sendiri, harus belajar untuk hidup dengan konsekuensi dari tindakannya.
Apakah mereka akan menemukan jalan kembali satu sama lain, atau justru memilih untuk melangkah ke arah yang berbeda? Perjalanan mereka masih jauh dari selesai.