Cinta Dalam Cengkeraman Mafia Kejam
Dira Amara menghela napas panjang sambil memandang gedung kampus megah di depannya. Angin pagi yang sejuk berhembus pelan, namun tidak mampu mengusir rasa lelah yang terus menyelimuti tubuhnya. Hari ini, seperti hari-hari lainnya, ia harus melanjutkan perjuangan hidup yang penuh tantangan. Sebagai mahasiswi di Universitas Negeri, jurusan Sastra Inggris, Dira tahu betul betapa sulitnya ia sampai sejauh ini. Tidak hanya sekadar berjuang untuk mendapatkan nilai yang baik, tetapi juga untuk bertahan hidup dengan segala keterbatasan yang dimiliki.
Dira berasal dari keluarga miskin. Ayahnya, seorang buruh pabrik, bekerja keras setiap hari dengan upah yang pas-pasan. Ibunya, penjual makanan keliling, berkeliling kampung untuk mencari nafkah. Dira tumbuh di rumah sederhana yang penuh dengan kenangan keras. Meski orangtuanya berusaha memberikan yang terbaik untuknya, mereka tetap tidak bisa menghindari kenyataan bahwa hidup mereka jauh dari kata cukup. Namun, Dira tidak pernah mengeluh. Bagi Dira, pendidikan adalah satu-satunya cara untuk mengubah nasib, dan ia bertekad untuk menyelesaikan kuliahnya meskipun banyak halangan yang menghadang.
Pagi itu, seperti biasa, Dira pergi ke kampus dengan tas besar di punggungnya, memikirkan ujian yang akan datang dan pekerjaan paruh waktunya di kafe yang harus ia kerjakan selepas kuliah bahkan dia berpikir akan mengambil kerja masuk malam di sebuah club untuk menambah pemasukan karena baginya semester makin bertambah biaya juga akan semakin bertambah kebutuhannya juga makin bertambah pada saat libur kuliah dia akan mengambil itu kerana baginya hidup miskin dan dengan serba kekurangan sangat menyakitkan ,dia tidak mau itu terus menerus terjadi ibunya juga butuh berobat karena ibunya memiliki riwayat penyakit yang harus di operasi namun karena ketidakadaan ya ibunya cukup minum obat dri apotek tanpa setiap Dinda mengingat itu membuat hatinya terasa sakit dia selalu punya alasan untuk semangat bekerja tanpa mengenal lelah. Rutinitas yang sudah ia jalani selama dua tahun terakhir. Setiap harinya diisi dengan belajar, bekerja, dan mencoba bertahan di tengah kerasnya kehidupan. Tidak ada waktu untuk bersantai. Dira tahu, ia tidak bisa mengandalkan siapa pun selain dirinya sendiri apalagi dia anak perempuan dan anak tunggal yang harus membawa keluarganya untuk kehidupan yang lebih baik jadi dia harus mengejar segala sesuatunya sendirian.
Sesampainya di kampus, Dira langsung menuju kelas. Sambil melangkah cepat, ia menyapa beberapa teman sekelas yang sudah duduk di bangku depan. Mereka semua tampak asyik mengobrol tentang kehidupan kampus yang penuh warna, sementara Dira hanya bisa mendengarkan dari kejauhan. Meski ia memiliki beberapa teman, seringkali ia merasa terasing. Mereka berasal dari keluarga yang cukup mapan, sedangkan Dira merasa dirinya begitu jauh dari dunia mereka.
"Hei, Dira! Ayo duduk! Kamu pasti akan ketinggalan kalau terus berdiri saja!" panggil Rina, salah satu teman sekelasnya yang selalu ceria.dia merupakan teman baik yang tak pernah membedakan bedakan antara mereka, keduanya berteman sudah sejak lama karena Rina selalu bisa akrab dan tidak selalu risih dengan keadaan yang Dira punya malahan dia senang mempunyai teman yang polos dan bik hati.
Dira tersenyum kecil, mengangguk, dan kemudian duduk di kursi kosong di dekat Rina. “Terima kasih, Rina. Aku baru saja melamun.”
Rina tertawa. "Kamu pasti mikirin ujian, kan? Jangan khawatir, kamu pasti bisa kok!"
Dira hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa. Ia tidak ingin membebani Rina dengan masalahnya. Ujian memang menjadi satu-satunya hal yang selalu ada dalam pikirannya, dia berpikir teman- temannya mempunyai uang mereka bisa mengambil les tambahan untuk menambah pelajaran yang mereka dapatkan dari kampus,tetapi yang lebih membuatnya khawatir adalah bagaimana ia akan bertahan hidup setelah kuliah selesai nanti. Impian untuk mendapatkan pekerjaan yang layak terasa semakin jauh, mengingat latar belakang keluarganya yang jauh dari kata kaya.
Kuliah di universitas bukanlah hal mudah untuk Dira. Banyak orang yang meragukan kemampuannya, bahkan beberapa kali ia merasa minder dengan teman-temannya yang memiliki akses lebih mudah ke berbagai hal. Namun, tekadnya untuk membuktikan bahwa ia mampu melawan keadaan yang serba kekurangan membuatnya terus maju, meskipun kadang ia merasa lelah.
Setelah waktunya pulang kuliah, Dira segera menuju kafe tempatnya bekerja. Ia harus mengganti pakaian dengan seragam kafe dan mulai melayani pelanggan. Meskipun pekerjaan ini tidak mudah, Dira merasa bersyukur masih ada pekerjaan untuk membantu membiayai kuliahnya dan menambah masukannya. Hari itu, seperti biasa, kafe tampak ramai. Dira menghidangkan kopi dan makanan ringan kepada pelanggan dengan senyum ramah, banyak pelanggan sering merasa untuk melihat Dira karena keramahan dan mereka selalu sering merasa senang dan puas dengan pelayanan Dira namun kebaikannya meski dalam hatinya, ia sering kali merasa jenuh. Namun, dia tahu, bekerja keras adalah satu-satunya jalan yang bisa dia tempuh untuk mengubah nasib keluarganya.
Namun, hidup Dira yang penuh perjuangan dan kesederhanaan itu harus berhadapan dengan kenyataan yang jauh lebih besar dan lebih gelap dari yang bisa ia bayangkan. Malam itu, setelah ia selesai bekerja dan hendak pulang, tiba-tiba ponselnya berdering. Nama yang muncul di layar adalah nama ayahnya.
"Dira, ayah butuh bicara," suara ayahnya terdengar khawatir, dan Dira merasakan sesuatu yang tidak biasa dari nada suaranya.
"Ada apa, Yah?" tanya Dira, rasa cemas mulai mengisi dadanya.
"Ayah... Ayah berutang banyak. Aku... aku terjerat masalah besar, Dira. Mafia... mereka datang menagih hutang." Suara ayahnya terdengar lebih gelisah. "Kamu harus hati-hati, nak. Mereka tidak main-main."
Dira merasa dunia seakan runtuh di atas kepalanya. Mafia? Hutang? Semua itu terdengar seperti sebuah mimpi buruk yang tidak mungkin terjadi dalam hidupnya. Ia tahu betul bahwa ayahnya sudah lama terlibat dalam utang karena masalah keuangan keluarga, tetapi mafia? Itu terlalu jauh dari jangkauannya.
"Ayah, apa yang harus kita lakukan?" suara Dira bergetar.
"Tidak ada pilihan, Dira... aku harus menyelesaikan ini dengan cara mereka. Aku... aku tidak ingin kamu terlibat lebih jauh. Jangan datang ke rumah malam ini," jawab ayahnya, lalu telepon itu terputus.
Dira berdiri terdiam di tempatnya. Jantungnya berdegup kencang, pikirannya kalut. Dalam sekejap, hidupnya berubah. Ia merasa terjebak dalam sebuah labirin yang tidak bisa ia hindari. Kehidupan yang penuh kesulitan ini, yang selama ini ia perjuangkan dengan susah payah, kini dihadapkan pada sebuah kenyataan baru yang jauh lebih gelap dan berbahaya.
Apa yang bisa ia lakukan? Siapa yang bisa membantunya? Dan yang lebih penting, bagaimana ia bisa menyelamatkan ayahnya dari cengkeraman mafia yang tak kenal ampun?
Dira tahu, hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Keputusannya malam itu akan mengubah segalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments