"3 tahun! Aku janji 3 tahun! Aku balik lagi ke sini! Kamu mau kan nunggu aku?" Dia yang pergi di semester pertama SMP.
***
Hari ini adalah tahun ke 3 yang Dani janjikan. Bodohnya aku, malah masih tetap menunggu.
"Dani sekolah di SMK UNIVERSAL."
3 tahun yang Dani janjikan, tidak ditepatinya. Dia memintaku untuk menunggu lagi hingga 8 tahun lamanya. Namun, saat pertemuan itu terjadi.
"Geheugenopname."
"Bahasa apa? Aku ga ngerti," tanyaku.
"Bahasa Belanda." Dia pergi setelah mengucapkan dua kata tersebut.
"Artinya apa?!" tanyaku lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5
Tugas kelompok tata boga hari ini sudah ditentukan. Tentunya kami berempat akan menjadi stau kelompok. Sebab kami tidak terlalu dekat dengan murid yang lain.
"Di rumah lo aja," tunjuk Rina pada Arzio.
"Jangan. Di rumah gue ada nenek. Galak," sambutnya.
"Rumah lo aja!" tunjuk Rina pada Liu Xian Zhing.
"No! Nyokap gue ga suka ada tamu di rumahnya."
"Rumah gue aja. Ga ada siapa-siapa juga. Ibu gue balik kerjanya sore," ucapku.
"Oke, kita bagi tugas dulu. Gue bakalan kerjain Kliping sama Powerpoint-nya. Soal desain grafis dan ketik mengetik sih gue udah pro." Rina mengibas rambutnya yang panjang sebahu.
"Gue yang bakalan masaknya. Gue suka masak. Bokap gue chef di hotel bintang 5," ucap Arzio membuat kami menatap ke arahnya. "Gue bisa masak! Tenang aja!"
"Gue bakalan urus semua kebutuhannya. Semua biaya, biar gue yang tanggung," ucap Liu Xian Zhing.
"Terus gue ngapain?" tanyaku.
"Lo bantuin Arzio aja! Bantuin Arzio masak!" ucap Rina.
"Iya! Lo bantuin gue. Lo bisa potong-potong sayur, nyuci piring gitu bisa kan? Nah lo tugasnya bersihin semua yang kotor-kotor. Biar nyokap lo ga marah habis kita masak-masak," ucap Arzio.
"Ga ada bagian yang lain apa? Masa gue bersih-bersih."
"Ya udah, tugas lo mencintai gue sepenuh hati aja, ga susah," balas Arzio.
Aku hanya membalasnya dengan tatapan malas. "Sekalian gue dokumentasi ya?" lanjutku.
"Iya, butuh banget itu buat dokumentasi. Lo foto sama video-in ya, Ta!" Rina memegang pundakku sembari tersenyum-senyum menatap Arzio.
Entah apa maksudnya.
***
Sepulang sekolah, kami langsung meluncur ke supermarket. Sejujurnya aku jarang sekali berbelanja di sini. Karena biasanya di pagi Minggu, aku dan ibu pergi ke pasar tradisional.
Ada satu hal yang tak aku sukai ketika berbelanja di sini, yakni AC (Air Conditioner) aku tidak tahan udara dingin. Selalu merinding jika terkena suhu di bawah normal suhu tubuhku.
Setiap kali berkeliling mencari bahan masakan, aku selalu menggosok lengan kiri dan kanan agar merinding itu menghilang.
Saat kami semua berpencar untuk mencari bahan-bahan, tiba-tiba Arzio menyelimuti tubuhku dengan jaketnya yang hangat. Cukup mengagetkan. Tapi dia tampak biasa saja. Dia juga tidak mengatakan sepatah katapun. Hanya memberikan jaket itu dan berlalu.
Aku langsung mengejar dan mengikuti langkahnya. Lagi pula supermarket ini terlalu besar untukku. Bisa-bisa aku hilang di sini sebab nyasar entah ke mana.
Tiba-tiba Arzio menghentikan langkah dan menbuatku hampir menabraknya. Untuk rem kakiku masih cakram kesat.
"Bilang dong kalo mau berduaan. Suka malu-malu gitu. Ga usah malu sama pacar sendiri," ucapnya sambil tersenyum gila dan merangkul pundakku.
"Siapa yang mau berduaan? Gue ga liat Rina sama Xia. Makanya gue ngikutin lo aja," bantahku.
~Tling! Bunyi notifikasi dari ponsel Arzio yang berada di saku milikku. Aku langsung mengeceknya. Itu chat dari Dani.
"Udah pulang?" tulis pesannya.
Aku menatap ke arah Arzio yang ikut membaca pesan tersebut. Aku langsung mendorongnya menjauh. "Minggir!"
"Bilang, lo lagi di supermarket bareng calon suami lo. Lagi belanja keperluan rumah tangga," ucapnya.
"Udah, lagi ngerjain tugas kelompok," tulisku pada balasan chat tersebut.
"Kenapa ga lo bilang lagi bareng gue? Lo takut Dani cemburu?" tanya Arzio.
"Kenapa gue harus bilang ke Dani kalo lagi bareng hantu? Gue ga mau bikin Dani khawatir," jawabku.
Arzio mengangguk sembari tersenyum. "Oke, gue bakalan menghantui pikiran lo. Siap-siap ga bisa tidur lo gegara mikirin gue!" tegasnya
"Waw, mengerikaaaan!" ejekku dan berlalu.
Setelah lama berjalan, akhirnya kami bertemu dengan Rina dan Xia.
"Lo mau masak apaan sih, Zio? Bahannya masa sebanyak ini?" tanya Rina.
"Sayang mau aku masakin apa?" tanya Arzio padaku.
"Plis lah, Arzio Fabelino. Sehariiii aja lo ga gila," pintaku.
"Gimana gue ga gila, lo yang bikin gue tergila-gila," ucapnya lagi.
"Kalo lo cuma mau bercanda dengan berpura-pura suka sama gue, gue saranin mending jangan. Ntar lo suka beneran," balasku.
"Oke oke!" Arzio tertawa dan agak menjauh dariku.
Ya, sepertinya dia benar-benar hanya bermain dan bercanda pada hal ini.
***
Sepulang dari supermarket, kami menuju rumahku. Kami masak di sana. Sebenarnya bukan kami, tapi hanya Arzio yang memasak. Rina sibuk dengan laptop, Xia sibuk dengan ponselnya yang menayangkan serial Drama China. Sementara aku memotong sayuran dan mencucinya. Aku juga disuruh Arzio mengupas bumbu.
"Sakit ga?" tanya Arzio, tiada angin tiada hujan.
"Apanya?" Aku balik bertanya.
"Ga jadi," jawabnya dan kembali fokus menumis bumbu-bumbu.
Ga jelas!
***
"Cobain, enak ga?" Arzio mengangkat satu sendok bersiap untuk menyuapiku. Dan aku memakannya.
"Enak! Enak banget! Kok lo bisa masak?" tanyaku.
"Dibilangin bokap gue chef di hotel. Jiwa-jiwa tukang masak udah mendarah daging di badan gue," balasnya.
"Oh iya, HP gue kapan mau dibalikin? Gue jadi ga enak pake HP lo kelamaan. Lo-nya gimana kalo HP lo gue pake terus."
"Sekarang udah kelar sih seharusnya. Besok deh gue bawa ke sekolah."
"Makasih," ucapku.
"Apa itu makasih? Ga gratis!"
"Hah? Bayar apaan? Gue ga punya duit."
"Sebagai bayarannya, lo harus temenin gue ke rumah nenek gue besok pulang sekolah."
"Rumah nenek lo? Jauh?" tanyaku.
"Lumayan. Kan besok Sabtu. Kalo lo capek, lo bisa istirahat Minggu."
"Rina sana Xia diajak?" tanyaku lagi.
"Boleh-boleh aja sih."
***
Arzio menepati janjinya. Sepulang sekolah hari ini kami singgah di sebuah tempat reparasi alat elektronik. Tapi tempatnya lebih bersih dan rapih. Tak seperti tempat reparasi biasa.
"Ziooo!" sapa pria yang menjaga tempat tersebut. Arzio memberinya salam pria sejati.
"Gimana? Udah kelar?" tanya Arzio.
"Udah. Kalo selama kurang dari satu bulan ada kendala sama layarnya, info aja." Pria itu memberikan ponselku pada Arzio. "Ini?" tunjuknya padaku.
"Iya," jawab Arzio. Mungkin dia sudah pernah menceritakan tentangku pada pria itu.
***
Kami meluncur ke rumah nenek Arzio. Di sana untuk pertama kalinya aku melihat bangunan seperti peninggalan jaman Belanda. Rumah bernuansa putih dengan banyak jendela besar.
"Jio?" Seorang wanita tua berjalan tergopoh-gopoh menghampiri kami di depan pintu. Ada seorang suster menuntunnya.
"Nek! Kenalin ini temen-temen aku," ucap Arzio.
Tentunya untuk membuat kesan pertama yang baik, kami memberikan salam sopan santun.
"Masuk masuk!" sambut nenek Arzio.
Kami dijamu untuk makan siang. Nenek Arzio ternyata memang keturunan asli Belanda. Selama kami makan siang, beliau bercerita bagaimana dulunya bersembunyi dari pembantaian. Selesai makan, kami juga ditunjukkan ruang bawah tanah tempat beliau disembunyikan waktu itu.
"Berarti lo ada darah Belanda, Zio?" tanya Rina.
"Jauh sih. Bokap nyokap, Gonrontalo-Melayu. Cuma nenek doang yang Belanda asli," jawab Arzio.
"Pantesan muka lo ga kayak orang Indo. Kayak ada muka-muka VOC gitu," ejeknya.
"Berarti Nenek bisa bahasa Belanda?" tanyaku.
"Bisa," jawab nenek sambil tersenyum dan mengangguk.
"Coba! Mau denger!" ucapku excited. Aku tak pernah mendengar orang berbicara bahasa Belanda secara langsung.
"Je bent heel mooi," ucap nenek membuat kami melongo. "Artinya, kamu cantik sekali."
"Hebat." Aku bertepuk tangan.
"Kalo lo sama Zio, gue jamin muka anak lo good looking, Ta." Rina membuat mata kami saling menatap.
"Tapi Dani katanya bakalan kuliah di Belanda sih, sekarang kan dia udah kelas 3," sambut Liu Xian Zhing.
"Ga! Gue dukung Lita sama Arzio!" tegas Rina.
"Gue dukung Lita sama Dani!" Liu Xian Zhing tak mau kalah.
"Arzio!"
"Dani!"
"Arziooooo!"
"Daniiiiiii!"
"Arzio bisa berada di samping Lita setiap hari!"
"Dani fokus sama pendidikannya buat masa depan sama Lita!"
"Tapi Arzio yang selalu ada buat Lita!"
"Tapi Dani mempersiapkan masa depannya buat Lita!"
"Apaan sih lo berdua. Diliatin nenek!" omelku.