Kara sangat terkejut saat Ibunya tiba-tiba saja memintanya pulang dan berkata bahwa ada laki-laki yang telah melamarnya. Terhitung dari sekarang pernikahannya 2 minggu lagi.
Karna marah dan kecewa, Kara memutuskan untuk tidak pulang, walaupun di hari pernikahannya berlangsung. Tapi, ada atau tidaknya Kara, pernikahan tetap berlanjut dan ia tetap sah menjadi istri dari seorang CEO bernama Sagara Dewanagari. Akan kah pernikahan mereka bahagia atau tidak? Apakah Kara bisa menjalaninya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ririn Yulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang Ke Rumah
Aku menunduk saat teman-teman ku dan Ibu Adisty menatap secara bersamaan ke arahku. Aku berada di tengah-tengah mereka untuk di sidang setelah tadi Disha berteriak dengan lantang bahwa aku akan menikah besok dan di dengar oleh mereka semua yang tidak jauh dari aku dan Disha berada.
Mendengar itu tentu saja mereka terkejut dan langsung bertanya kebenarannya pada Disha yang kaget dengan chat adikku Adnan. Disha tak bisa berkata banyak dan hanya memperlihatkan chat Adnan pada Bu Adisty.
"Kenapa kamu sembunyikan ini semua dari kami Kara? Pernikahan kamu itu besok loh, bukan tahun depan ataupun bulan depan," ucapan Bu Adisty semakin membuat aku menunduk, bibir ku kaku walaupun hanya sekedar menjawab.
"Untung aja adik kamu chat Disha, kalau ngga. Mungkin kami ga bakal tau. Jadi, kenapa kamu sembunyiin ini semua dari kami? Kamu pun gaada bilang apa-apa ke saya tentang cuti kalau memang kamu mau pulang sebentar malam."
Dengan mengumpulkan niat aku pun berusaha agar bisa menjawab perkataan Ibu Adisty. "Saya di jodohin Bu, saya gamau pulang," ucap ku dengan bibir bergetar.
"Apa kamu bilang, kamu gamau pulang?? Atas dasar apa kamu gamau pulang. Ini pernikahan kamu, ini bukan hal yang main-main. Kamu mau mempermalukan orang tua kamu? Kalau memang kamu di jodohkan dan ga mau, kenapa kamu ga nolak dari awal? Bukan malah pas mau harinya kamu baru nolak gini!!" ujar Bu Adisty mulai terpancing emosi.
Karna tak ingin semuanya salah paham dan terus di salahkan aku pun mulai menceritakan semuanya tentang aku yang dijodohkan tiba-tiba oleh orang tuaku, dan baru tau saat orang tua ku sudah menerima lamaran serta sudah menyusun rencana pernikahannya tanpa menanyakan terlebih dahulu padaku atau pun memberi tahu kan aku sebelumnya bahwa akan ada yang datang melamar. Karna itu aku tidak ingin pulang dan tidak memberi tahu kan hal ini kepada mereka.
Ibu Adisty dan teman-teman ku pun terdiam mendengar penjelasan ku. Disha mendekat ke arah ku dan langsung memeluk tubuhku. Sedangkan, Ibu Adisty menarik nafas pelan kemudian berkata. "Apa pun itu alasannya hari ini kamu harus pulang!! Besok adalah hari pernikahan kamu, pikirkan jika kamu tidak pulang dua keluarga akan menanggung malu dan orang tua kamu akan di benci."
"Tapi, Bu..."
Bu Adisty langsung memotong ucapan ku. "Ga ada tapi tapian, anak-anak sekarang kemasi barang-barang kalian. Kita akan pulang dan mengantar Kara ke bandara, urusan nyusul nanti kita pikirkan lagi disana," ujar Bu Adisty yang langsung di patuhi oleh yang lainnya.
"Disha, kemasi barang-barang kamu dan barang-barang Kara. Saya masih mau mengobrol dengan Kara," kata Bu Adisty dan tanpa babibu Disha pun bergegas ke kamar kami melakukan sesuai apa yang di perintah oleh Bu Adisty.
...Ω...
Tiba di bandara, Bu Adisty langsung memesankan tiket untuk ku dan Disha karna dia yang akan menemani ku pulang, sebenarnya mereka semua mau ikut menghadiri pernikahanku, tapi tak mungkin pekerjaan di kantor di tinggal begitu saja dan kami pergi semua. Aku sedari tadi diam, memperhatikan rekan kerja ku dan Bu Adisty sibuk mempersiapkan keberangkatan ku Jogja.
Aku melihat kearah Disha, ku dengar dia sedang bertelponan dengan seseorang dan itu adalah orang tua ku. Tepatnya Ibuku. Bu Adisty berjalan menghampiri dengan langkah tergesa.
"Penerbangan untuk sore ini dan sebentar malam udah habis semua tiketnya, adanya besok pagi jam empat subuh," ujarnya sedikit pusing. "Tapi gapapa, yang penting Kara bisa pulang, kamu udah hubungin orang tuanya Kara, Disha?" tanya Bu Adisty menatap ke arah Disha.
"Iya Bu, kebetulan lagi tersambung ke tante Anjani. Ibu mau bicara?" tanya Disha menawarkan ponselnya.
Tak banyak bicara lagi Bu Adisty ku lihat mengambil ponsel Disha dan mulai berbicara dengan Ibuku di seberang sana. Cukup lama Bu Adisty bercakap-cakap dengan Ibuku dengan ekspresi serius hingga wanita itu kembali lagi ke arah kami.
"Ibu kamu nangis tau kamu akhirnya bisa pulang," ujarnya padaku dan Bu Adisty menyerahkan ponsel Disha kembali. "Apa sebaiknya kita pulang dulu karna pesawat kamu berangkat nanti masih jam empat, sebaiknya juga Kara istirahat."
"Boleh aja sih Bu, ini juga baru jam dua belas siang. Saya udah ngerasa lapar dan gerah banget dari tadi," ujar Abi membuka suara sambil mengibaskan tangannya di depan wajahnya.
"Kenapa kamu ga ngomong kalau lagi lapar? Yaudah kita cari tempat makan dulu baru pulang, gimana?" tanya Bu Adisty.
"Kan masih sibuk Bu, ga mungkin saya tiba-tiba ajakin makan kalau lagi panik gini. Yaudah ayo deh Bu cari makan, udah keroncongan perut saya dari pagi belum ada apa-apa yang masuk," keluh Abi memegangi perutnya di angguki Lutfi dan Eka.
"Yaudah ayo jalan cari makan, jangan diem doang. Ayo Kara, kita cari makan dulu abis itu pulang. Nanti kamu jam dua pagi baru kesini lagi," ujar Bu Adisty menuntun ku untuk berdiri. Aku pun mengikuti langkah teman-teman ku dengan di rangkul Ibu Adisty.
...Ω...
Tadi setelah selesai makan siang, kami semua langsung pulang masing-masing. Kini malam pun tiba, tepatnya jam 3 pagi aku sudah kembali berada di Bandara bersama Disha. Karna malam, rekan kerja ku terutama Bu Adisty tidak bisa mengantar kami kebandara jadi kami berdua hanya memesan taksi online.
"Ngantuk banget gue," ucap Disha bersandar pada kursi sambil mencoba memejamkan matanya.
"Lagian kenapa lu ga tidur, malah begadang terus dari tadi," omelku padanya. Salah dia sendiri, sudah aku suruh tidur tapi tidak mau.
Seketika Disha menoleh padaku. "Takut lu kabur, jadi gue ga tidur. Bisa di bunuh gue kalau ketiduran dan pas bangun lu udah gaada di kamar. "
Aku memutar bola mata malas mendengarnya, sejak semuanya terbongkar aku tidak punya pikiran untuk melarikan diri. Sekarang aku udah pasrah dengan semuanya. "Yaudah jangan tidur, nanti aja kalau udah sampai disana, ga lama lagi kita udah mau berangkat ini," kataku pada Disha yang di balas anggukan lesu olah gadis itu.
"Demi lu yang mau nikah, gue bakal tahan ngantuk," ujarnya yang seketika ingin membuatku muntah mendengarnya.
"Lebay," cibirku.
Dan benar saja selang beberapa menit pesawat yang akan aku tumpangi akan segara berangkat, aku dan Disha pun berjalan menuju pesawat itu. Kembali ku menghela nafas, besok pagi hidupku akan berubah sepenuhnya. Aku akan menikah dengan anak tunggal dari anak sang pemilik Dewaganari Grup. Semoga pernikahan ini adalah yang pertama dan terakhir untukku, semoga aku bisa menjalaninya.