Kisah cinta Halalillah dan Hilal dimulai dari sebuah rumah tahfidz, mereka memilih menjadi Volunteer, dan itu bukanlah keputusan yang mudah, berani menggadaikan masa muda dan mimpinya pilihan yang amat berat.
Menjaga dan mendidik para penghafal qur'an menjadi sebuah amanah yang berat, begitu juga ujian cinta yang dialami Halal dan Hilal, bukan sampai disitu, kehadiran Mahab dan Isfanah menjadi sebuah pilihan yang berat bagi Hilal dan Halal, siapa yang akhirnya saling memiliki, dan bagaimana perjuangan mereka mempertahankan cinta dan persahabatan serta ujian dan cobaan mengabdikan diri di sebuah rumah tahfidz?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emha albana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fatimah Di Penghujung Zaman
Malam semakin larut, Rizka dan Hilal masih menunggu kabar tentang keadaan orang tua mereka, keadaan perut keduanya pun kosong, menahan lapar.
"Aku nggak bawa uang lagi Riz, ketinggalan di rumah, kamu ada?"
"Alhamdulillah ada sedikit Lal, cukup untuk makan malam ini." Rizka mengeluarkan selembar uang Dua Puluh Ribu Rupiah.
"Kamu laper yah?"
"Heeem... seharian aku lupa makan."
"Yaudah, kita keluar sebentar beli roti dan minuman untuk ganjel perut." Ucap Rizka.
"Makasi Riz.... "
"Nggak usah bilang terima kasih, sudah kewajiban. Aku izin dulu sama sekuriti, kalo nanti ada yang cari kita, setidaknya petugas tahu keberadaan kita."
"Yah... "
Mereka segera menemui petugas keamanan dan meminta izin untuk keluar sebentar.
"Pak, kalo ada yang cari kami, kami izin keluar sebentar, mau beli air dan makan. "
"Oh iya silahkan, tapi jangan lama yah...Mba, bisa minta tolong, gerobak yang mba bawa tadi jangan parkir deket IGD yah, bisa taruh dulu di baseman atau parkiran di belakang."
"Iiii.. iya Pak, maaf yah... "
"Nggak apa-apa mba... "
Mereka sambil mendorong gerobak dan memindahkannya ke halaman parkir belakang, sekalian cari makan.
"Allah, pasti punya maksud yah-kan Riz? Dengan keadaan kita seperti ini?! " Tanya Halal yang terlihat menyimpan rasa lelah dengan keadaan, ia sambil menuntun gerobak.
"Pasti Lal, Allah punya maksud dengan semua ini, nggak mungkin Allah berikan ujian seperti ini tanpa maksud terntentu. "
"Taa... tapiii sampai kapan Riz?! "
"Yah, bisa jadi sampai benar-benar kuat keimanan kita Allah tidak menyuruh kita untuk mencari jalan keluar tetapi Allah hanya mengingatkan kita, kalo setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan, kita sama-sama belajar berbaik sangka dengan Takdir Allah."
"Semoga Allah menggantikan air mata kita dengan senyum bahagia dan penuh syukur. "
"Amin, kalo kamu capek biar aku yang bawa gerobak nya. " Tawar Rizka.
"Kalo aku sudah biasa bawa gerobak ini Riz, aku takut kamu pegel-pegel kalo bawa gerobak, tangan kamu kan anak rumahan... Hehe... "
"Ah sama aja, aku juga buruh kasar, kamu kan tahu pulang sekolah aku lanjutin kerjaan Ibu di laundry."
"Yah, Kalo lagi ngalamin susah kaya gini, aku jadi inget bagaimana sulitnya hidup seorang Fatimah Binti Rasulullah, beliau anak Rasul yang hidup-nya di jamin Allah, masih mengalami kesulitan hidup, apa lagi kita cuma perempuan di penghujung akhir zaman. "
"Moga kita diberikan keberkahan dari anak kesayangan Rasulullah, dan diberikan keluasan hati untuk terus bersabar."
"Amin Riz. "
"Udah taro gerobak-nya disini, jangan kamu bawa-bawa keluar juga."
"Haha.. lupa aku."
Selepas menaruh gerobak-nya, Halal dan Rizka jalan menuju keluar rumah sakit, karena kantin dan warung hanya ada di luar area rumah sakit.
Tepat di depan warung, mereka mulai memilih roti dan minuman.
"Kalo ini berapa Mas? "
"Delapan Ribu Mba."
Mereka mengambil dua buah roti, dan dua botol air mineral.
"Semua totalnya, Dua Puluh Lima Ribu," Ucap penjaga warung dan mereka saling beradu pandang, karena tahu kalau uang merka hanya Dua Puluh Ribu.
"Kalo begitu, airnya satu aja deh mas." Pinta Rizka.
Rizka menanggukan kepala, seakan memberi isyarat kalau minum-nya bersamaan saja. Halal pun mengangguk seakan paham apa yang dimaksud Rizka.
Mereka kembali berjalan menujuh Rumah Sakit dan kembali duduk di depan Ruang IGD, tak lama petugas medis memanggil keduanya dan segera mereka menemui perawat yang memanggil mereka.
"Mba-mba, silahkan urus administrasi nya yah, di loket depan, dan ini surat pengantarnya, Oh ya, bawa BPJS kan?"
"BPJS?!" Kembali Rizka dan Halal beradu pandang, mereka tidak tahu apa itu BPJS.
"Maaf Sus, kita nggak tahu BPJS itu apa?! "
"Kartu Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial, setiap warga pasti dikasih oleh pemerintah. "
"Maaf Mba, kami nggak pernah ngurus dan dapet informasi tentang BPJS."
"Yaudah gini aja, Mba-Mba ke loket dulu untuk daftarin orang tua nya dulu, nanti bilang ke petugas minta atau cari informasi tentang BPJS, persyaratannya. "
"Ya Sus, terimakasih. "
Mereka bergegas menuju loket bagian pendaftaran pasien, dan menanyakan perihal persyaratan BPJS.
"Assalamualaikum,... "
"Waalaikumsalam," Jawab petugas loket.
"Mas, ini surat pengantar dari ruang IGD, disuruh susternya kasih ke petugas loket." Kata Halal.
Petugas pun mengambil surat-surat yang diberikan petugas IGD dan meng-input nama pasien serta menanyakan penanggung jawab.
"Untuk pasien atas nama Asrullah, siapa yang menjadi penanggung jawabnya?! "
"Saya Mas, Halaliyah."
"Status sebagai?! "
"Anak.'
"Kalo atas nama Mariah?! "
"Saya Mas, Rizka, selalu anak. "
Petugas kembali memasukkan kedua nama tersebut.
"Oh iya Mas, kami belum punya BPJS, untuk persyaratan nya bagaimana yah? "
Petugas memberikan form isian, dan mereka menulis semua data yang diminta petugas.
"Silahkan isi ini yah... "
"Untuk persyaratan lainnya seperti kartu keluarga dan pengantar dari desa kami belum urus. "
"Yaudah besok pagi mesti dilengkapi dulu yah, untuk sementara registrasi nya kami tahan dan besok kami input kembali sampai mba-mba nya bawa persyaratan BPJS. "
"Iiii.. iya Mas, tapi bagaimana dengan orang tua kami?! Apakah ditanganin Mas? " Tanya Rizka.
"Pasti di tanganin, tenang aja yah... "
"Terimakasih sebelum nya ya Mas, semoga Allah mudahkan urusan Mas, karena sudah memudahkan urusan kami."
"Yah, sama-sama dan memang sudah tugas kami Mba, dan bawa surat ini ke Ruang IGD yah, biar orang tua Mba-Mba-nya segera di tangani tim medis. "
"Terima kasih Mas. "
Mereka kembali ke ruang IGD dan menemui suster yang semula memberikan mereka surat pengantar tersebut, belum sampai surat itu ke tangan petugas. Rizka dan Halal dikejutkan dengan pemandangan, kedua orang tuanya di tanganin serius oleh beberapa petugas yang nampak begitu sibuk memasang selang dan infus.
Apa lagi dengan Ayah, petugas medis lebih terlihat sibuk melebihi sibuk-nya menangani Bu Maridah.
"Sus, ada apa dengan orang tua kami?! "
"Kondisi kesehatan nya menurun, jadi perlu penangan intens, semoga kedua orang tua Mba bisa melewati masa-masa kritis yah, banyak berdoa aja, kami petugas medis hanya berusaha semaksimal mungkin, urusan lainnya kita serahkan ke Tuhan. "
Mendengar pernyataan suster dan melihat kejadian tersebut, mereka semakin panik dan cemas yang bertambah-tambah, keduanya saling memeluk erat dan meneteskan air mata.
"Kita serahkan semua sama Allah yah Lal. "
"Iya Riz, semoga orang tua kita baik-baik aja. "
"Yuk, kita cari musolah, ini sepertiga malam, waktu yang tepat untuk Allah Ijabah semua harapan dan doa kita. " Ajak Rizka.
Mereka pun mencari Musolah, segera mereka menyucikan diri, memasrahkan semua-nya kepada Allah.
"Setelah Tahajud dan Solat Taubat, baca surat Assajadah Ya La. " Pinta Rizka.
"Yah Riz. "
Petugas medis dengan serius dengan segala kemampuan dan disiplin ilmu nya menangani Asrullah dan Maridah, alat pemantik jantung pun dipasang dan mereka mencoba untuk mengembalikan detak jantung orang tua Rizka dan Halal.
Didalam Musolah, Rizka dan Halimah bertarung dengan sujud dan doa, mereka nampak khusus menunaikan Solat dan dilanjutkan dengan membaca surat Assajadah, yah, surat dalam Alquran yang memiliki keutamaan ;
kalo kita pandai bersyukur,apapun yg Alloh kasih,akan terasa nikmat
kefakiran tidak menjadikan kalian kufur nikmat
Rizk & iskandar🥰🥰