Sepasang suami istri yang terlihat memiliki hidup bahagia namun tersimpan banyak teka-teki pada setiap hubungan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sia Masya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5
"Ada yang bisa aku bantu?"
Suara seorang pria dari belakangnya membuat ia terkejut.
"Kamu..." Aleta menghela napas panjang, " bikin aku kaget saja." Kata Aletta saat tahu orang yang menawarkan bantuan tersebut adalah Gion.
"Nggak perlu, aku kuat angkat sendiri kok."
"Kamu kelihatan kesusahan mengangkatnya, sini biar aku bantu."
"Aku bisa sendiri, sebaiknya kamu hati-hati dengan tanganmu itu." Kata Aleta memberikan perhatian penuh pada lukanya.
"Apa kamu sudah menggantikan perbannya?" Gion hanya menggelengkan kepala memberitahu bahwa ia tidak bisa melakukannya seorang diri.
"Ya sudah, kamu tunggu di sini dulu. Setelah selesai membuang sampah ini aku akan membantu menggantikan perbanmu itu." Gion hanya mengiyakan.
Aleta berusaha keras memasukan sampahnya ke dalam lift untuk di buang ke bawah. Karena kebetulan setiap hari akan ada truk sampah lewat. Aleta membayar seharga 10k untuk sampah yang ia buang. Kalau ia yang bawah sendiri ke tempat pembuangan sampah mungkin ia tidak perlu membayar. Tetapi begitulah hidup harus menolong orang lain karena justru dengan ada nya pekerjaan pengangkut truk sampah pekerjaan nya menjadi lebih ringan. Baginya 10 ribu atau 20 ribu tidak menjadi masalah.
Aleta kembali ke atas, saat pintu lift terbuka, ia melihat Gion yang duduk di pintu apartemen menunggu dirinya.
"Kita akan melakukan nya di mana?"
"Di rumah ku saja, lagian aku takut nanti suamimu marah."
"Suamiku lagi kerja, tapi ya sudah kalau itu maumu. Eh, tunggu dulu. Apa aku pernah mengatakan kalau aku sudah menikah? Dari mana kamu tahu?"
"Kamu tidak perlu mengatakan nya pun aku sudah tahu. Cincin di jari manis mu itu."
"Oh gitu.." Aletta mengangguk paham. "Kapan-kapan jika suamiku punya waktu, aku akan mengenalkannya padamu."
Untuk kedua kalinya Aleta kembali menginjakkan kaki di rumah Gion. Rumah yang masih terlihat seram baginya.
"Kamu selalu menyewa pelayan ya untuk membersihkan rumahmu ini?" Tanya Aleta karena di saat ia datang rumah Gion sangat bersih dan rapi walaupun suasananya terkesan sunyi.
"Aku nggak menyewa siapa-siapa kok."
"Masa, emangnya kamu yang bersihkan?"
"Iya, emang aku yang melakukannya. Soalnya aku belum mencari pembantu karena baru pindah juga."
Aleta menganga tak percaya mendengar perkataan Gion.
"Kamu mana bisa dengan tanganmu yang seperti itu."
"Aku memang membersihkan nya, tetapi aku tetap hati-hati dengan lukanya."
"Orang yang akan menjadi istrimu itu pasti bangga jika tahu kalau kamu sangat rajin."
"Benarkah, aku jadi tersanjung mendengar pujian mu."
"Percaya deh sama omongan ku."
"Kotak p3k mu masih di tempat yang sama kan?"
"Iya."
Aleta mengambil kotak tersebut di tempat yang sama. "Aku permisi ya," kata Aleta dengan sopan sambil membuka perban milik Gion dengan hati-hati.
"Sebaiknya kamu periksa ke dokter, takutnya nanti lukamu malah infeksi." Saran Aleta.
"Aku juga berencana namun sayangnya aku belum bisa menyetir mobil dengan tangan yang seperti ini."
"Kenapa kamu nggak meminta bantuan ku saja?"
"Aku tidak enak jika harus terus merepotkan mu."
"Nggak masalah kok, kita kan tetanggaan jadi harus saling tolong menolong."
"Apa suami mu nggak marah?"
"Kenapa marah, kita kan nggak melakukan sesuatu yang bukan-bukan. Emangnya kapan kamu mau periksa?"
"Kalau hari ini gimana?"
"Boleh juga, kebetulan hari ini adalah hari libur ku. Nah sudah beres." Kata Aleta setelah selesai mengikat perban Gion.
"Makasih ya Aleta, kamu baik sekali. Seandainya kita dipertemukan lebih dulu." Kata Gion dengan suara yang mengecil seperti berbisik di bagian akhir.
Aleta yang tidak mendengar jelas ucapan dari Gion hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kamu sudah makan?"
"Belum,"
"Jam berapa kamu makannya?"
"Dari kemarin malam aku belum makan. Aku hanya minum sereal penguat tubuh. Jadi karena tertidur belum sempat makan apapun."
"Apa," Aleta terkejut mendengar perkataan Gion yang santai.
"Kamu nggak bisa masak? Emangnya nggak ada yang membuatkanmu makanan? Kenapa nggak bilang ke aku biar aku membungkusnya untuk mu."
"Aku sudah sangat merepotkan mu dan aku tidak ingin lagi melibatkan mu ke dalam urusanku."
"Sudah, sudah. Sekarang aku mengerti. Kamu tunggu di sini sebentar." Aleta bangun dari duduknya dan keluar berjalan menuju apartemennya. Ia menyendok nasi ke atas piring beserta lauk-pauknya dan kembali ke kamar Gion dengan membawa piring tadi.
"Ini, kamu makan dulu."
Aleta menaruh piring tadi di hadapan Gion.
"Makasih Aleta." Gion mengambil makanan tersebut lalu menyuap satu sendok ke dalam mulutnya.
"Hmm, enak sekali masakanmu. Aku pernah mencobanya sekali saat kamu mengantarkan ku serantang sebagai ucapan selamat datang."
"Iya, makanya kalau nanti kamu mau cari istri, carilah yang pintar masak."
"Sepertinya akan susah mencari istri yang pintar memasak seperti kamu."
"Siapa bilang, kalau kamu nggak mencari dengan benar, yah kamu nggak mungkin mendapatkan nya."
"Kalau gitu kamu yang bantu carikan, siapa tahu kamu punya kenalan yang bisa dikenalkan padaku."
"Sebaiknya kamu cari sendiri saja, teman-temanku kebanyakan nggak bisa dipercaya."
"Hahaha, masa kamu nggak percaya sama teman-teman mu sih, siapa tahu salah satu dari mereka memiliki keterampilan seperti kamu."
Aleta menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan ucapan Gion, karena ia sangat mengenal sifat teman-temannya, yang hobbynya cuma bergosip serta befoya-foya dengan uang mereka. Aleta sendiri terkadang ingin keluar dari perkumpulan yang tidak jelas itu karena bahasan mereka kebanyakan menyombongkan diri, pamer, atau bahkan menceritakan nama orang lain. Ia nggak mungkin mengenalkan mereka pada Gion yang terlalu sempurna untuk mereka. Sedangkan teman yang paling akrab dengan nya hanya satu, dan dia pun sudah menikah.
Makanan yang di bawah Aleta disantap habis oleh Gion tak tersisa, bahkan piringnya ikutan bersih.
"Kamu kalau buka restoran pasti laku keras,"
"Benarkah, aku cocoknya buka restoran saja ya,"
"Iya, masakan mu ini seratus persen sangat enak. Beruntung sekali orang yang menjadi suamimu itu, bisa merasakan masakanmu ini setiap hari."
"Aku lebih beruntung karena menikah dengannya."
Gion bangun membawa piringnya.
"Eh, kamu mau ngapain?"
"Aku mau mencuci piring mu. Setidaknya itu yang bisa kulakukan sekarang."
"Nggak perlu, aku yang akan mencucinya. Sebaiknya kamu mandi sekarang. Aku akan menunggumu di rumah ku. Jika kamu selesai panggil saja aku, setelah itu kita berangkat."
"Baiklah kalau begitu. Aku akan mandi dulu."
"Iya, aku kembali ke sebelah dulu."
Gion berjalan ke kamar mandi setelah Aleta keluar untuk kembali ke kamarnya.
Setelah selesai bersiap 20 menit lamanya ia berjalan ke apartemen Aleta lalu mengetuk pintu rumahnya. Aleta membuka pintu depan. Aleta sendiri telah bersiap-siap dan menunggu kedatangan Gion.
"Yuk berangkat."
Gion mengikuti Aleta dari belakang. Mereka memasuki mobil Aleta. Gion meminta agar dirinya yang menyetir mobil, tetapi Aleta tidak mengizinkan nya.
"Orang sakit sebaiknya duduk tenang. Aku tahu kamu gengsi karena aku yang menyetir. Tapi sekarang kamu lagi terluka. Dan ini mobilku, biar aku yang membawanya."
Aleta membawa mobilnya meninggalkan apartemen mereka. Gion duduk dengan tenang di sampingnya. Jarak dari apartemen ke rumah sakit memakan waktu satu setengah jam. Itu pun tidak terlalu macet. Kalau macet bisa memakan waktu dua jam