Walaupun identitasnya adalah seorang Tuan Muda dari keluarga Dong yang terkenal di dunia kultivator, tapi Fangxuan menjalani kehidupan yang begitu sulit karena tidak memiliki jiwa martial seperti murid sekte yang lainnya.
Hidupnya terlunta-lunta seperti pengemis jalanan. Fangxuan juga sering dihina, diremehkan, bahkan dianggap sampah oleh keluarganya sendiri.
Mereka malu memiliki penerus yang tidak mempunyai bakat apapun. Padahal, keluarganya adalah keluarga terhebat nomor satu di kota Donghae.
Karena malu terhadap gunjingan orang, tetua sekte Tombak Api mengutus seorang guru untuk melenyapkan nyawa Fangxuan dengan cara membuangnya ke lembah Kematian Jianmeng.
Namun, nasib baik masih berpihak padanya. Fangxuan diselamatkan oleh seorang Petapa tua. Bukan hanya itu, Petapa tua tersebut juga mengangkatnya sebagai murid satu-satunya dan mewariskan seluruh ilmu kanuragan yang dimilikinya.
"Aku akan membalas mereka semua yang selama ini menindas ku. Tunggulah ajal kalian!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lienmachan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 5
Bab 5~Fangxuan
Kota Ziushan
Salah satu kota besar di wilayah utara, di mana terdapat banyak orang yang memiliki bakat dan kemampuan khusus. Bahkan di kota ini tempat lahirnya para kesatria dengan jiwa martial paling rendah tingkat dua. Tak ada yang berani berbuat onar di kota ini, kecuali mereka yang memiliki level yang lebih tinggi.
Karena bakat dan kemampuan khususnya, mereka sangat dihormati sekaligus ditakuti penduduk. Banyak dari para kesatria yang memanfaatkan keahliannya hanya untuk memeras penduduk miskin dan tak berdaya. Bahkan, para petinggi Kota pun mendukung tindakan mereka yang sewenang-wenang terhadap penduduk setempat.
Hal inilah yang membuat pemberontakan terjadi di kota tersebut. Para penduduk hanya ingin mempertahankan apa yang menjadi hak mereka. Namun, dengan kejamnya para kesatria itu merenggut apa yang dimiliki oleh mereka.
Akhirnya, pertumpahan darah pun tak terelakan. Korban berjatuhan di mana-mana. Penduduk yang marah, dengan berani mengangkat senjata untuk melawan para kesatria walaupun berakhir dengan kematian.
Tapi, para penduduk tetap berusaha mempertahankan apa yang menjadi hak mereka hingga akhir hayatnya.
Ketakutan tergambar jelas dari raut wajah mereka. Semua orang menunduk tak berani melawan lagi karena mereka memang tak bisa melakukan apapun, bahkan hanya untuk membela diri.
Para kesatria tersenyum penuh kemenangan. Mereka semakin sombong dan semena-mena terhadap para penduduk yang lemah itu. Bahkan, mereka dengan leluasanya menculik para gadis untuk dijadikan budak nafsunya.
Tak ada yang berani melawan tindakan kejam mereka, karena para penduduk tak memiliki keahlian apapun untuk melawan. Sungguh, kekejaman mereka tak bisa ditolerir lagi.
Para kesatria yang seharusnya menjadi pelindung kota malah menjadi ancaman penduduk itu sendiri.
Setiap hari mereka berdoa agar dibebaskan dari kekejaman para kesatria kejam itu. Tapi, sepertinya dewa tak berpihak pada mereka saat ini. Malah, para penduduk semakin bertambah menderita setiap harinya.
Apalagi, dengan diberlakukannya peraturan baru yang semakin menyengsarakan penduduk. Banyak penduduk yang mati akibat peraturan baru tersebut, yang berisikan agar mereka menyerahkan diri dan mau diperbudak oleh para petinggi. Namun, bagi yang berontak, maka mereka akan mati dan di korbankan kepada monster martial.
Menurut kepercayaan para kesatria di kota Ziushan ini, monster martial adalah sumber kekuatan bagi mereka. Semakin banyak mereka menumbalkan manusia untuk disantap monster martial, maka semakin besar pula kekuatan yang didapat dari ritual persembahan tersebut.
Setiap kali monster martial melahap satu manusia, maka sebuah cahaya akan keluar dan bergerak memasuki orang yang memberikannya persembahan.
Secara otomatis, kekuatan mereka pun meningkat seiring jumlah orang yang dikorbankan.
Benar-benar keji.
Itulah gambaran untuk para kesatria yang tak memiliki hati nurani. Bahkan, mereka tak segan menumbalkan keluarga sendiri demi tercapainya keinginan itu.
Kekuatan, kekuasaan, dan kekayaan. Itu hanya tujuan kecil dari para kesatria yang serakah dan sombong ini. Mereka ingin menjadi yang terkuat dan menguasai seluruh dunia, bahkan ingin mengalahkan kekuatan dewa.
Tapi, sepertinya para dewa juga menutup matanya dan tak memberikan pertolongannya saat dibutuhkan. Akhirnya, kepercayaan masyarakat terhadap dewa-nya mulai menghilang dan mereka berpasrah diri atas hidup dan mati.
Di saat kepercayaan mereka mulai menghilang pada dewa, seorang pemuda dengan berani menentang peraturan yang dibuat para petinggi kota tersebut.
Seorang pemuda asing dan diyakini tak memiliki jiwa martial apapun, berani datang kehadapan para pendekar tersebut.
"Lepaskan mereka semua!" teriak pemuda tersebut ketika melihat penduduk akan dikorbankan lagi.
Semua orang mengalihkan pandangannya menuju sumber suara, menatap lekat pemuda asing yang baru saja datang.
Pemuda berusia sekitar lima belas tahun dengan penampilannya yang cukup aneh karena mengenakan topeng di sebelah wajahnya.
Tak ada aura apapun yang keluar dari tubuhnya yang bisa menekan kekuatan para pendekar di sini. Atau mungkin memang pemuda tersebut tak memiliki jiwa martial atau kekuatan tubuh.
"Siapa kau? Orang yang tak memiliki kekuatan apapun beraninya mengganggu kesenangan kami!" hardik salah satu pendekar bernama Gu.
Pemuda tersebut menyeringai penuh arti, lalu mendekati penduduk yang akan dikorbankan para pendekar tersebut.
Secara sengaja, ia melepaskan tali pengikat di tubuh para korban lalu menyuruh mereka pergi menjauh.
"Terima kasih Tuan pendekar!" ucap para penduduk.
Tentu saja hal itu membuat marah para pendekar di sana. Dengan susah payah menangkap penduduk untuk dikorbankan, pemuda itu malah melepasnya begitu saja.
"Apa-apaan kau ini? Beraninya ikut campur urusan kami! Kau mau mati, heh?!" ancam Gu.
Temannya segera mendorong pemuda tersebut dengan keras. "Hei, bocah dungu. Sebaiknya kau pergi dari sini, sebelum kami melemparkan mu untuk menjadi santapan Monster martial!" timpalnya ikut mengancam.
Namun, pemuda itu bergeming dari tempatnya. Dia hanya tersenyum mengejek menanggapi ancaman Gu dan temannya.
Melihat ejekan pemuda tersebut, tentu saja Gu dan teman-temannya tak terima. Mereka merasa diremehkan oleh seorang pemuda asing yang dinilai tak memiliki bakat apapun di dunia kultivator ini.
Gu maju mencengkram baju pemuda tersebut dengan tatapan intimidasi. "Beraninya kau memperolok diriku! Kau tidak tahu siapa aku, heh?!"
Para penduduk ketar-ketir melihat amarah Gu saat ini. Terlebih, pemuda yang sedang dicengkeramnya itu bukan warga setempat, melainkan orang lewat saja.
Mereka khawatir pemuda itu malah menjadi korban kekejaman Gu dan teman-temannya.
"Celakalah pemuda itu!" bisik para penduduk ketakutan.
Mong Gu adalah orang yang cukup ditakuti di kota Ziushan ini. Dia seorang kesatria yang memiliki tubuh sangat tinggi serta berotot. Pria itu menguasai kekuatan jiwa martial tingkat lima dan memiliki monster martial berupa badak bercula.
Pemuda tersebut menepis keras tangan Gu lalu merapihkan kembali pakaiannya yang dicengkeram barusan lalu tersenyum menyeringai.
"Heh, untuk apa aku mengenal orang bodoh sepertimu dan teman-temanmu itu!" ejeknya seketika memancing emosi Gu dan teman-temannya.
"Brengsek, bocah sialan. Matilah kau!"
Gu melayangkan tinju ke arah pemuda tersebut dengan sangat keras. Sebuah bayangan muncul ketika tinju Gu melayang ke arah depan.
Semua orang menatap ngeri ketika menyaksikan tinju Mong Gu yang melesat cepat seperti seekor badak. Aura hitam menyelimuti kepalan tangan Gu dan ia yakin itu bisa membunuh pemuda di hadapannya itu.
"Rasakan ini, tinju seribu badak!"
Buuuuuummmmmm
Sebuah pohon besar yang jaraknya jauh dari mereka pun tumbang dengan kondisi batang yang hancur akibat serangan Mong Gu.
Pria itu menyeringai melihat pemuda di hadapannya sudah tak terlihat lagi. Gu mengira jika pemuda itu mati akibat serangannya.
Namun tak disangka, pemuda tersebut baik-baik saja dan kini berdiri tegak di belakang Gu.
Sedetik kemudian, jeritan Gu melengking karena mendapati tangannya sudah terpisah dari tubuh dengan darah mengalir deras.
"Arrrrrgggghhhhhh!"
Semua orang sontak terkejut dibuatnya. Mereka menatap takut pada pemuda bertopeng itu, terutama teman-temannya Mong Gu.
"S-Siapa kau?!"
Pemuda bertopeng tersebut menyeringai sebelum menyebutkan namanya. "Panggil aku, Fangxuan!"
...Bersambung ......
kultivasi ga jelas,semua nya ga jelas