NovelToon NovelToon
Burnt And Broken

Burnt And Broken

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Berondong / Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia / Pelakor / Tamat
Popularitas:33.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi Adra

Nathan Hayes adalah bintang di dunia kuliner, seorang chef jenius, tampan, kaya, dan penuh pesona. Restorannya di New York selalu penuh, setiap hidangan yang ia ciptakan menjadi mahakarya, dan setiap wanita ingin berada di sisinya. Namun, hidupnya bukan hanya tentang dapur. Ia hidup untuk adrenalin, mengendarai motor di tepi bahaya, menantang batas yang tak berani disentuh orang lain.
Sampai suatu malam, satu lompatan berani mengubah segalanya.
Sebuah kecelakaan brutal menghancurkan dunianya dalam sekejap. Nathan terbangun di rumah sakit, tak lagi bisa berdiri, apalagi berlari mengejar mimpi-mimpinya. Amarah, kepahitan, dan keputusasaan menguasainya. Ia menolak dunia termasuk semua orang yang mencoba membantunya. Lalu datanglah Olivia Carter.
Seorang perawat yang jauh dari bayangan Nathan tentang "malaikat penyelamat." Olivia bukan wanita cantik yang akan jatuh cinta dengan mudah. Mampukah Olivia bertahan menghadapi perlakuan Nathan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MEMBUKA HATI, MEMBUKA JENDELA

Olivia berdiri di tengah kamar Nathan yang selama ini terasa seperti penjara gelap. Udara di dalam terasa pengap, seakan-akan menyimpan segala emosi yang selama ini ditekan oleh penghuninya. Dengan langkah mantap, Olivia berjalan ke arah jendela besar yang tertutup rapat. Ia menarik gorden tebal yang menggantung di sana, membiarkan sinar matahari pagi masuk, menerangi sudut-sudut ruangan yang suram.

Nathan, yang masih di tempat tidurnya, menyipitkan mata saat cahaya menembus kelopak matanya. Ia mendengus kesal. "Apa yang kau lakukan?" suaranya serak dan penuh ketidaksetujuan.

Olivia tidak menoleh. Ia mendorong jendela besar hingga terbuka, membiarkan udara segar menerobos masuk. "Membiarkan kamar ini bernapas," jawabnya ringan. "Sama seperti manusia, kamar juga perlu udara segar."

Nathan mendengus lagi, mencoba membalikkan badan, tetapi tubuhnya masih terasa lemah. "Aku tidak meminta ini."

Olivia berbalik dan menatapnya dengan senyum sabar. "Kau tidak perlu meminta. Aku hanya melakukan yang terbaik untukmu."

Sementara itu, pelayan yang sudah dipanggil sebelumnya mulai masuk, membawa alat-alat kebersihan. Olivia memberi isyarat agar mereka mulai merapikan tempat tidur, mengganti sprei, dan menyapu debu yang mungkin sudah menumpuk di sudut ruangan.

Nathan memperhatikan semuanya dengan ekspresi yang sulit ditebak. Ini adalah pertama kalinya dalam waktu lama ada yang berani mengutak-atik ruang pribadinya.

"Setelah ini, aku ingin kau keluar kamar," kata Olivia tiba-tiba.

Nathan terkekeh sinis. "Aku tidak tertarik."

Olivia mendekat, menempatkan kursinya di sebelah tempat tidur Nathan dan menatapnya serius. "Nathan, sudah berapa lama kau hanya berdiam di dalam kamar ini?"

Nathan terdiam. Dia tahu jawabannya, tetapi enggan mengatakannya.

"Aku tidak akan memaksamu. Tapi setidaknya, beri dirimu kesempatan untuk merasakan matahari di kulitmu lagi." Olivia mencondongkan tubuhnya sedikit. "Jika kau tidak mau melakukannya untuk dirimu sendiri, lakukan untuk ibumu."

Mata Nathan sedikit menyipit, tanda bahwa kata-kata Olivia mulai menyentuh sesuatu dalam dirinya.

"Dia mengkhawatirkanmu setiap hari," lanjut Olivia. "Setiap pagi dia berharap kau akan bangkit. Setiap malam dia berdoa kau akan kembali menjadi putranya yang dulu. Kau bisa tetap marah pada dunia, tapi setidaknya jangan buat ibumu semakin terluka."

Suasana ruangan menjadi hening. Nathan menatap langit-langit, berpikir dalam diam. Olivia tidak berkata apa-apa lagi, membiarkan kata-katanya meresap ke dalam hati Nathan.

Setelah beberapa saat, Nathan menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. "Baiklah," katanya akhirnya. "Tapi jangan berharap aku menikmati ini."

Olivia tersenyum kecil. "Itu bukan masalah. Yang penting, kau mencobanya."

Ketika Nathan akhirnya keluar dari kamarnya, Olivia mengajaknya duduk di teras belakang, tempat di mana ada taman yang luas dengan pepohonan rindang. Angin sepoi-sepoi menyentuh kulitnya, dan untuk pertama kalinya dalam waktu lama, Nathan merasakan sinar matahari langsung di wajahnya.

Charlotte dan Erick yang melihatnya dari jauh tampak bahagia, tetapi mereka tidak ingin ikut campur. Mereka tahu, ini adalah momen antara Nathan dan Olivia.

Namun, sesuatu yang tidak diduga terjadi.

Saat sedang duduk di teras, Nathan melihat bayangan dirinya di kaca jendela. Tubuh yang dulu kekar, kini tampak lebih kurus. Wajahnya yang dulu penuh percaya diri, kini terlihat kuyu. Kemarahan mulai bergejolak dalam dirinya.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Olivia lembut saat melihat perubahan ekspresi Nathan.

Nathan tidak menjawab. Ia hanya menatap cermin itu dengan mata tajam, seakan-akan melihat sosok asing. Perlahan, tangannya mengepal di sandaran kursi rodanya.

Tiba-tiba, dengan gerakan cepat, ia meraih gelas yang ada di meja dan melemparkannya ke arah kaca! Prang!

Olivia tersentak, tetapi tetap tenang. Charlotte yang mendengar suara pecahan kaca langsung hendak berlari mendekat, tapi Erick menahannya.

Nathan terengah-engah, dadanya naik turun karena emosi. “Aku ini siapa sekarang?! Apa gunanya aku hidup kalau aku hanya bisa duduk di kursi sialan ini?!” bentaknya dengan suara bergetar.

Olivia menghela napas, kemudian perlahan berlutut di sampingnya. Dengan tenang, ia menatap Nathan. "Aku tahu ini sulit," katanya. "Aku tahu kau merasa kehilangan segalanya. Tapi apakah kau pikir menghancurkan kaca itu bisa mengembalikan siapa dirimu dulu?"

Nathan menoleh dengan mata penuh amarah. "Apa pedulimu?"

Olivia tersenyum kecil. "Karena aku melihat seseorang yang jauh lebih kuat dari yang ia kira. Aku melihat seorang pria yang tidak seharusnya menyerah hanya karena dunia tidak berjalan sesuai keinginannya."

Nathan menegang. Kata-kata Olivia masuk ke dalam dirinya, tapi ia masih menolak untuk mengakuinya.

Tantangan ini bukan hanya sekadar membuatnya keluar kamar. Ini tentang menghadapi bayangan dirinya sendiri dan itu lebih sulit daripada yang ia bayangkan.

Nathan terdiam. Matanya masih tertuju pada serpihan kaca yang berserakan di lantai. Napasnya masih berat, tetapi perlahan, ketegangan dalam dirinya mulai mereda.

Olivia tetap berlutut di sampingnya, menunggu reaksinya. Dia tidak takut. Ini bukan pertama kalinya Nathan meledak, dan ia tahu kemarahan itu bukan untuk dirinya tapi untuk diri Nathan sendiri.

"Apa yang kau lihat saat bercermin tadi?" Olivia bertanya pelan.

Nathan menoleh tajam. "Aku melihat seseorang yang tidak lagi aku kenal."

Olivia mengangguk pelan. "Seseorang yang kau benci?"

Nathan tidak langsung menjawab. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal. "Aku bukan pria ini," katanya penuh kebencian. "Aku bukan pria yang harus duduk di kursi roda dan dikasihani orang-orang."

Olivia menghela napas. “Kau benar. Kau bukan pria yang harus dikasihani. Tapi bukan berarti kau bukan Nathan Hayes yang dulu.”

Nathan menatapnya dengan mata yang masih dipenuhi emosi, tetapi ada secercah kebingungan di sana. Olivia melanjutkan, "Kau masih pria yang sama. Kau masih punya impian, punya bakat, punya keberanian. Satu-satunya yang berbeda adalah jalan yang harus kau tempuh. Dan yang menentukan apakah kau akan maju atau tetap di sini hanyalah dirimu sendiri."

Nathan mengalihkan pandangannya. Ia ingin membantah, tetapi di dalam hatinya, ada bagian kecil dari dirinya yang ingin percaya pada kata-kata Olivia.

Charlotte yang mengamati dari jauh mengusap air matanya.

Erick, yang berdiri di sampingnya, berbisik, “Sepertinya dia satu-satunya yang bisa menembus dinding pertahanan Nathan.”

Charlotte mengangguk. "Aku hanya berharap Nathan menyadarinya sebelum terlambat."

Setelah insiden kaca pecah, suasana menjadi lebih tenang. Olivia meminta pelayan untuk membersihkan pecahan kaca, sementara dia sendiri tetap berada di samping Nathan.

“Sekarang aku ingin kau melakukan satu hal untukku,” kata Olivia tiba-tiba.

Nathan mendesah. “Kau lagi. Apa sekarang? Meditasi? Yoga? Atau mungkin kau ingin aku menulis jurnal perasaanku?” katanya dengan sarkasme.

Olivia tertawa kecil. “Tidak. Aku hanya ingin kau menghirup udara segar tanpa memikirkan siapa dirimu dulu, atau siapa dirimu sekarang. Hanya selama lima menit.”

Nathan mengernyit. “Kedengarannya seperti hal bodoh.”

“Terserah,” Olivia mengangkat bahu. “Tapi aku akan duduk di sini dan melakukannya. Kalau kau ingin bergabung, bagus. Kalau tidak, aku tetap akan menikmatinya.”

Lalu Olivia menutup matanya dan menarik napas dalam. Ia menikmati angin sejuk yang berhembus, aroma bunga di taman, suara burung yang berkicau.

Nathan diam-diam memperhatikannya. Gadis itu tidak memaksanya. Tidak mengasihaninya. Tidak melihatnya sebagai beban.

Perlahan, tanpa sadar, Nathan juga menarik napas dalam.

Lima menit kemudian, Olivia membuka mata dan menoleh ke Nathan. "Jadi, bagaimana rasanya?" tanyanya sambil tersenyum.

Nathan mendesah, berpaling. "Biasa saja."

Olivia tersenyum. Ia tahu itu bohong.

Hari itu adalah hari pertama Nathan keluar dari kamarnya. Hari pertama ia menghadapi dirinya sendiri.

Hari pertama Olivia membuatnya menyadari bahwa hidupnya belum berakhir.

Tapi jalan masih panjang. Masih banyak dinding yang harus dihancurkan. Masih banyak bayangan masa lalu yang harus dihadapi.

Dan Olivia bersumpah, ia tidak akan menyerah.

1
niktut ugis
seorang ayah bukannya bangga dengan kesuksesan anak nya malah ingin menjatuhkan dengan cara licik & keji...sakit jiwa nech ayahnya Nathan
niktut ugis
heemm Erick yg mengoda Nathan
niktut ugis
Olivia tak memaksa Nathan untuk mengikuti gerakan nya tapi nyatanya Nathan mengikuti & menikmati
niktut ugis
semoga Olivia mampu mengembalikan kepercayaan Nathan baik fisik maupun mental
niktut ugis
Saat rasa ego sudah melampaui batas semesta menegur dengan caranya bukan karena tak suka tapi lebih menyadari bahwa kehidupan tak selalu ada di atas & merasa paling sempurna.itu yg terjadi pada Nathan semoga dia menyadari & berbenah diri
Dee: Terima kasih banyak atas komentarnya yang sangat menyentuh dan penuh makna. 🙏 Memang terkadang hidup menegur dengan caranya sendiri agar kita bisa kembali melihat ke dalam diri. Nathan adalah potret seseorang yang harus belajar dari kejatuhan, dan saya harap kisah ini bisa menjadi pengingat juga untuk kita semua. Semoga kamu terus menikmati kisah ini🤍
total 1 replies
Reni Setia
makasih ya untuk karyanya
Dee: Terima kasih banyak, Kak Reni! Senang sekali karyaku bisa dinikmati 😊
Ikuti cerita2ku yang lainnya ya!"💖
total 1 replies
Dwi Winarni Wina
Ditunggu ya kak launching novel terbarunya...
tetep semangat2 kak dan sukses sll sehat sll....
Dwi Winarni Wina: Sama2 Kak..
aku tunggu ya...
Dee: Terima kasih banyak ya, Kak Dwi! 🥰
Dukungan dan semangat dari Kakak sangat berarti buat aku.
Semoga Kakak juga selalu diberi kesehatan dan kebahagiaan.
Tunggu ya, semoga novel terbarunya bisa lebih berkesan dan menyentuh hati. ❤️📖
total 2 replies
Dwi Winarni Wina
Akhirnya kisah nathan olivia endingnya happy hidup bahagia dan memiliki buah hati...

semangat ya kak dan thank you novel sangat menghibur....
Dwi Winarni Wina
Akhirnya buah kesabaran nathan selama ini menjadi kenyataan nathan bisa berjalan normal lagi tanpa bantuan alat bantu...

nathan sangat happy skl bisa berjalan lagi, tetep semangat nathan demi org2 sangat mencintai mom corlotte dan Olivia setia berada disampingmu...

lanjut thor kak..
semangat2 sll
💪💪💪💪💪
Dwi Winarni Wina
Akhirnya nathan bisa berjalan lagi dgn semangatnya dan dukungan dr olivia dan mom corlotte, dihari wisuda olivia merasa happy dan terharu kedatangan nathan....
semangat2 thor....
Daniah A Rahardian
Semangat, kamu bisa Nathan💪
Daniah A Rahardian
Semangat Nathan🔥🔥♥️♥️♥️
Reni Setia
semangat,,,,, semangat
Dwi Winarni Wina
Nathan jgn menyerah msh ada harapan bisa berjalan kembali hrs tetep semangat, berjuang agar bisa kembali berjalan itu semua butuh proses....

Ada olivia dan mom corlotte sll ada buat memberikan semangat dan dukungannya..
Dwi Winarni Wina
perasaan erick jd lega perasaannya pd olivia bukan cinta, kehadiran wayan dikehidupan erick sangat berarti dan hati erick menghangat, perasaan nyaman berada disisi wayan...
Dwi Winarni Wina
Nathan mencintai olivia tp demi persahabatannya merelakan olivia bersama erick, nathan merasa minder dan tidak pantas buat olivia keadaannya lumpuh takut jd beban buat olivia.....

Saya suka persahabatan erick dan nathan sangat kuat, nathan mengalami kecelakaan sampai lumpuh dan terpuruk erick tidak meninggalkan nathan, justru erick sll menemani nathan...
Dwi Winarni Wina: Salut persahabatan erick dan nathan keduanya keduanya saling melengkapi...
Dee: Semua saling menghargai perasaan. Terutama Nathan, yang merasa tak lagi pantas dicintai karena kekurangannya. Dengan hati yang rela, ia memilih mundur dan merestui sahabatnya, Erick, untuk mendapatkan cinta yang dirasanya tak layak ia miliki. Namun, Erick dengan tulus mengakui bahwa cinta Olivia telah tumbuh untuk Nathan, bukan dirinya.
total 2 replies
Reni Setia
yah bagus begini kan
Dee: Tak ada yang bisa menyangkal, Nathan layak dicintai. Luka-lukanya tak menghapus kebaikan hatinya, justru membuatnya lebih manusiawi.
total 1 replies
Dwi Winarni Wina
Akhirnya olivia berkata jujur ke erick hanya anggap sahabat aja, erick jg ada rasa tertarik sm wayan perasan aman dan nyaman...
Dwi Winarni Wina
Olivia membuktikan cintanya kenatnan dengan berani olivia mencium bibir nathan, nathan sampai terpana sentuhan lembut bibir olivia bagai sengatan listrik dan membuat jantungnya berdebar-debar.....

Erick jg merasakan sangat nyaman semenjak kehadiran wayan.....
Lutfi Alvian
Novel inii bgus knapaa yang like cmaa sedikit
Dee: Wah, terima kasih banyak ya sudah baca dan suka novelnya! Dukungan seperti ini bikin semangat nulis terus. Aku masih penulis baru, jadi komentar kayak gini benar-benar berarti banget. Jangan lupa juga baca karya-karyaku yang lain, ya...🙏🏻
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!