🏆Juara 2 Lomba Terjerat Benang Merah S3🏆
Bersembunyi di balik cadar pengantin, Chole yang terkenal sangat cantik sekaligus periang layaknya barbie hidup, terpaksa menggantikan Cinta kakaknya menikah dengan laki-laki yang sangat Chole takuti.
Chole harus menikah dengan Helios, ketua mafia kejam yang cacat dan selalu menutupi wajah maupun matanya. Karena selain mata kanan pria itu buta, wajah Helios juga buruk rupa, dan Chole benar-benar tidak berani walau sekadar meliriknya.
Hanya saja, Helios sudah membuat perusahaan orang tua Chole keluar dari kebangkrutan, selain kecacatan pria itu yang terjadi akibat ulah keji Cikho kakak laki-laki Chole, di masa lalu.
Masalahnya, bukan hanya Chole yang takut setengah mati kepada Helios. Sebab Helios yang telanjur mencintai Cinta, juga sangat membenci Chole sejak awal pertemuan mereka. Terlebih bagi Helios, Chole yang berisik, penyuka warna pink, fans beratnya BTS dan semua yang berkaitan dengan KPOP, hanya membuat hidupnya menjadi jungkir balik.
“Aku akan selalu mencintai Mas, mengabdikan hidupku sebagai istri, hingga napasku tak lagi menjadi bagian dari kehidupan ini. Akan terus begitu, walau Mas tak hentinya menyiksaku, meremukkan setiap harapan bahkan anggota tubuhku,” ucap Chole.
“Aku tidak mungkin mencintai wanita lain termasuk mencintaimu karena aku hanya mencintai kakakmu! Cholira Berliana Maheza binti Maheza ... mulai detik ini juga, aku TALAK KAMU ...!” tegas Helios berat.
Benarkah ketulusan sekaligus pesona Chole tetap tidak mampu menyentuh kerasnya hati seorang Helios, sedangkan kebersamaan mereka membuat hidup Helios menjadi sangat berwarna? Benarkah Helios tetap akan menjadikan perpisahan sebagai akhir dari kisah mereka, padahal Helios sangat tidak bisa jauh-jauh apalagi berbagi Chole dengan laki-laki mana pun, bahkan meski sekadar tatapan?
🌷Merupakan bagian dari novel : Muslimah Tangguh Untuk Sang Mafia🌟 Pembalasan Istri yang Haram Disentuh🌷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5 : Belum Menyerah
“Aku mohon, ... aku enggak mau, Mas. Aku sudah berjanji kepada diriku sendiri. Aku akan mengabdi kepada Mas. Karena jika memang kita tetap tidak bisa saling mencintai, kita bisa jadi teman!”
“Teman hidup!”
“Andai Mas mau menikah lagi pun, aku tidak masalah. Karena ibaratnya, itu hukuman untukku yang telah membuat Mas kehilangan wanita yang Mas cintai.”
“Asal Mas enggak mengusik hubungan kak Cinta dan Akala, apa pun itu akan aku terima, selain aku yang memang enggak mau ... aku enggak mau berpisah dari Mas.”
“Atau ... beri aku waktu. Satu tahun. Jika satu tahun pernikahan kita, aku tetap tidak bisa membuat Mas bahagia, ... baik. Aku setuju kita pisah. Dan aku juga akan mengembalikan semua uang yang telah Mas berikan ke perusahaan. Aku akan mengangsur pelan-pelan.”
“Aku tahu rasanya melepas orang yang sangat kita cintai justru menikah sekaligus bahagia dengan orang lain. Dan maaf karena aku juga membuat Mas ada di posisi itu. Namun, ... akan jauh lebih menyakitkan jika kita mempertahankan orang yang hanya pura-pura, terpaksa menerima kita.” Chole menunduk dalam dan sampai detik ini, ia tak bisa mengakhiri air matanya.
“Jangan munafik karena kamu saja sedang berpura-pura!” sengit Helios.
“Enggak, Mas. Sumpah aku tulus. Aku niat, meski tentu aku enggak bisa spontan sekaligus jadi sepenuhnya. Justru kalau aku bilang aku sudah mencintai Mas, aku munafik. Kalau sayang, udah. Sayang, kasihan ... eh!” Chole yang keceplosan untuk ucapan terakhirnya, buru-buru membekap mulutnya menggunakan kedua tangan.
Namun karena Helios mendadak mundur, Chole yang sampai ngesot, segera mengerahkan tenaga sekaligus keberanian yang tersisa, untuk mendekap kedua kaki Helios.
“Aku sudah menalak kamu!” tegas Helios dengan suara lirih.
“Enggak, Mas. Aku enggak mau! Karena andai aku enggak sama Mas, ... otomatis aku akan langsung menikah dengan laki-laki lain. Aku akan menikah dengan siapa pun yang bisa mengembalikan semua uang Mas. Dan itu enggak cukup karena aku saja sudah membuat Mas merasakan sakitnya harus melepas orang yang kita cintai justru menikah dengan orang lain!” Chole terus memohon, mendekap erat kedua kaki Helios.
Awalnya Helios dengan keji menarik jilbab Chole, bermaksud menyingkirkan wanita merepotkan itu dari tubuh bahkan kehidupannya. Namun, walau jilbab Chole sudah sampai lepas dan sebagian rambut berwarna kecokelatan milik Chole mulai terlihat, Chole tetap membenamkan wajah di kedua kaki Helios yang juga masih didekap sangat erat.
Kesal, Helios menghela napas kasar. Sekali lagi ia yang sekadar melirik Chole saja tidak sudi, berusaha menyingkirkannya. Tangan kanannya yang menjadi gemetaran bergerak ragu mengarah pada kepala Chole. Ia bermaksud menjambak rambut lurus yang terlihat begitu lembut itu. Namun kali ini ia tak mampu melakukannya. Ia mendadak tak berdaya. Karena walau ia terus memaksa tangan kanan itu untuk bertindak, yang ada tangan itu hanya bersemayam. Tak ada yang mampu Helios lakukan. Termasuk itu ketika dengan lembut Chole dengan sengaja menci*um kedua punggung kakinya yang masih memakai sepatu pantofel hitam sangat mengkilap.
Dada Helios sudah langsung bergemuruh. Bukan lagi karena amarah atau malah kecewa seperti alasan yang sebelumnya. Melainkan rasa aneh yang belum bisa Helios artikan karena Helios saja memang tidak paham.
“Ini apa?” pikir Helios karena ia memang baru merasakannya. Tangan kirinya refleks meremas dada lantaran ulu hatinya mendadak terasa sangat ngilu.
Namun sekali lagi Helios tegaskan, alasan ia merasakan rasa aneh tapi masih terasa menyiksa, bukan karena amarah dan kecewa, atau malah kebenciannya kepada Chole. Melainkan rasa asing yang membuatnya bertanya-tanya.
Ditariknya tangan kanan Helios seiring pria itu yang mirip orang linglung. Perlahan tapi pasti, Helios juga mundur hingga kaki dan punggungnya berakhir menyentuh pintu kamar. Sementara di hadapannya, Chole masih duduk meringkuk mirip bersujud.
“Jangan pernah masuk ke kamar ini karena kamar ini sengaja aku buat hanya untuk Cinta!” tegas Helios yang terdengar keji bahkan di telinganya sendiri.
Apa yang Helios katakan sudah langsung membuat butiran bening sibuk mengalir dari kedua ujung mata Chole. Iya, Chole sakit hati. Chole cemburu karena biar bagaimanapun, ia telanjur menganggap Helios sebagai suami. Chole telanjur menganggap Helios sebagai satu-satunya pria yang harus ia cintai.
“Kamu harus terbiasa dengan keadaan seperti sekarang, Chole. Sabar, semuanya akan terbayar ketika kamu melihat senyum kebahagiaan kak Cinta dan Akala. Sementara nasibmu, anggap saja itu hukuman. Dan andai nantinya justru kamu yang lebih dulu mencintai Mas Helios, anggap saja itu bonus. Setidaknya, selagi ada kesempatan, buatlah hidupnya berwarna. Buatlah agar Mas Helios merasa dicintai, yakinkan agar Mas Helios merasa diinginkan. Hingga andai nantinya hubungan kalian berakhir dengan perpisahan, Mas Helios akan menyadari betapa kamu tak layak dibenci.” Hati kecil Chole berbicara dan itu menjadi kekuatan tersendiri untuk seorang Chole.
“Kalau Mas enggak mengizinkan aku ada di sini, berarti Mas harus membantuku.” Chole memberanikan diri menengadah hanya untuk menatap Helios. Di hadapan pria itu, ia menarik jarum tusuk yang sempat ia gunakan untuk mengunci jilbab bagian bawah lehernya.
Helios menyaksikan itu. Ulah kejinya menarik jilbab Chole membuat jarum penyatu kedua sisi jilbab di bawah leher, berakhir menancap di leher Chole. Chole menariknya dengan tegar dan darah segar seketika keluar dari bekasnya.
“Sakit loh, Mas. Belum lagi tubuhku, rasanya remuk. Ini punggung saja, kayak enggak punya tulang, enggak bisa tegap.” Chole merengek.
Helios benar-benar membenci itu. Kekejiannya kembali dominan. Membuatnya gelap mata. Dengan segera ia menarik gamis pengantin bagian pundak Chole. Membuat tubuh Chole juga ikut terbawa, terseret.
“Rugi kalau Mas membuatku keluar dari kamar dalam keadaan seperti ini!” tegas Chole marah walau ia sama sekali tidak menahan tangan kokoh Helios untuk tidak menahannya. Tak semata karena ia tidak memiliki tenaga untuk melakukannya. Melainkan karena ia telanjur marah.
Tubuh Chole terempas dan terlihat sangat ringan, menghantam teralis tangga di sana. Kedua mata Chole refleks terpejam seiring tubuhnya yang memang berakhir ambruk, menyatu di lantai marmer dan rasanya tak kalah dingin dari sikap suaminya.
“Sekelas Mas yang merupakan ketua mafia berpengaruh saja bisa-bisanya kecolongan punya orang kepercayaan seperti Pak Mul.” Walau hanya suara lirih yang mampu ia hasilkan, Chole tetap berbicara.
“Buka mata Mas. Pakai hati Mas dan biarkan Mas bahagia dengan banyak cara. Jangan sampai karena sakit hati Mas, Mas justru menciptakan neraka untuk diri Mas sendiri!”
“Pak Mul itu bajiiingan loh Mas. Dari awal di resepsi, dia sudah lihatin aku terus. Lihatin mata, bokkong, dada. Oke, jangan berpikir dia melihat aku. Karena seperti Mas, dia pasti mengiranya itu Kak Cinta!”
“Dan Mas enggak tahu, kan? Itu baru untuk urusan sepele, urusan wanita! Tolong jangan anggap sepele, Mas. Mas harus cermat ... mas Excel. Contoh mas Excel. Mas Excel beneran cermat, pakai akal sehat sama hati. Bukan perasaan seperti Mas. Jangan terus menerus mengandalkan perasaan karena yang namanya perasaan gampang berubah, baperan!” tegas Chole yang detik itu juga langsung diam bersama terdengarnya pintu kamar yang ditutup kuat-kuat oleh Helios, hingga menimbulkan suara yang sangat mengganggu.
Jantung Chole seolah lepas detik itu juga. Ia yang masih meringkuk memunggungi keberadaan pintu kamar Helios, hanya bisa diam membiarkan air matanya berlinang.
“Memang percuma berurusan dengan orang yang telanjur membenci kita karena semua yang kita lakukan akan selalu salah di mata mereka. Namun percayalah, aku belum akan menyerah!” lirih Chole benar-benar lirih karena memang hanya suara selirih itu yang mampu keluar dari bibirnya.
Hanya saja, terdengarnya langkah mendekat dari anak tangga bawah sana disertai parfum maskulin dan Chole kenali sebagai parfum pak Mul, sudah langsung membuat Chole gelisah.
Chole benar-benar tak baik-baik saja!
😀😃🤣🤣🤣🤣🤣