Menginjak usia 32 tahun, Zayyan Alexander belum juga memiliki keinginan untuk menikah. Berbagai cara sudah dilakukan kedua orang tuanya, namun hasilnya tetap saja nihil. Tanpa mereka ketahui jika pria itu justru mencintai adiknya sendiri, Azoya Roseva. Sejak Azoya masuk ke dalam keluarga besar Alexander, Zayyan adalah kakak paling peduli meski caranya menunjukkan kasih sayang sedikit berbeda.
Hingga ketika menjelang dewasa, Azoya menyadari jika ada yang berbeda dari cara Zayyan memperlakukannya. Over posesif bahkan melebihi sang papa, usianya sudah genap 21 tahun tapi masih terkekang kekuasaan Zayyan dengan alasan kasih sayang sebagai kakak. Dia menuntut kebebasan dan menginginkan hidup sebagaimana manusia normal lainnya, sayangnya yang Azoya dapat justru sebaliknya.
“Kebebasan apa yang ingin kamu rasakan? Lakukan bersamaku karena kamu hanya milikku, Azoya.” – Zayyan Alexander
“Kita saudara, Kakak jangan lupakan itu … atau Kakak mau orangtua kita murka?” - Azoya Roseva.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 05 - Pembuktian
Turun, awalnya Azoya berpikir hanya ancaman belaka. Nyatanya Zayyan benar-benar meninggalkannya tanpa boleh membawa apapun, dompet, ponsel serta tas Zayyan sita hingga dia dilanda kebingungan saat ini. Wanita itu mengacak rambutnya kesal, menendang angin juga percuma lantaran sikap pria itu benar-benar di luar batas hingga Azoya mengutuknya dengan sejuta kata mutiara.
"Ya Tuhan, kenapa bisa Mama menikah dengan ayah dari pria segila itu!!"
Andai saja kehidupannya tidak sekeras itu, mungkin tidak akan terjadi pernikahan yang justru menyiksa Azoya kala dia beranjak dewasa. Ketiganya tidak ada yang beres, saat ini Azoya tengah dilanda kebingungan dan berusaha untuk tenang. Dia berharap akan ada seseorang yang baik hati dan sudi memberinya tumpangan untuk tiba di kampus.
Kening Azoya berkerut, dia sudah mencoba melambaikan tangan sebagai isyarat untuk meminta bantuan. Sayangnya, tidak ada satupun yang rela memberikannya tumpangan, bahkan berhenti saja enggan.
Dia yang gugup menatap pergelangan tangan kirinya, waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Artinya beberapa menit lagi kelas akan dimulai sementara kini dia masih berada di jalan raya, hendak menempuhnya dengan berjalan kaki juga percuma karena memang universitas yang dipilih Alexander untuk dia dan Agatha berada jauh dari tempat tinggalnya.
Dia yang putus asa memilih duduk di tepian jalan sembari berharap akan ada seseorang yang merasa kasihan. Zayyan benar-benar menyiksanya, tanpa apa-apa dan jelas saja dia tidak bisa melakukan apapun kali ini. "Astaga, apa aku sejelek itu sampai tidak ada satupun yang mau memberikan tumpangan?"
Hingga, di saat dia mengutuk dirinya sendiri tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti mendadak tepat di sisinya bahkan hampir saja membuat Azoya ketakutan.
"Naiklah."
Azoya belum bereaksi dan dia masih memilih diam lantaran rasa kesalnya masih sebesar itu. Wanita itu pura-pura tidak peduli dengan kehadiran Zayyan yang kini kembali datang untuk menjemputnya.
"Naiklah sebelum aku marah, Zoya."
Azoya yang tidak punya pilihan tidak mungkin sengaja menolak dan minta dibujuk karena dia bukan tipe wanita manja pada siapapun. Daripada harus menunggu seperti pengemis lagi, lebih baik dia mengalah dan terserah Zayyan hendak menganggapnya apa.
"Masih berani membantahku?"
Padahal tadi Zayyan katakan naik agar dirinya tidak marah, kini ketika naik justru semakin bebas untuk marah. Sungguh, Azoya dibuat serba salah dengan pria itu, hanya saja wanita itu enggan memperpanjang masalah dan dia berpikir akan lebih baik diam karena melawan dengan kalimat apapun akan percuma.
"Lihat, siapa yang peduli padamu? Di dunia ini hanya aku yang kamu miliki, Zoya ... jadi jangan bersikap seolah-olah kau memang mampu tanpa aku," tegas Zayyan yang hanya Zoya lewati tanpa memasukkannya dalam hati walau memang pernyataan Zayyan benar adanya.
"Jalan saja, aku sudah terlambat, Kak," pinta Zoya baik-baik karena memang dia sudah terlambat dan jika sampai benar-benar tidak masuk, bisa dipastikan Agatha akan menjadikannya bahan tertawaan di hadapan teman-temannya.
Kali ini Zayyan menurut karena memang fakta yang bicara, pria itu menambah kecepatan demi membuat Azoya nyaman dan paham jika memang sebentar lagi akan tiba.
Tiba di kampus, ujian Zoya belum usai. Pria itu tetap menyita ponselnya dan hanya memberikan tas dan dompetnya saja, memang benar-benar tidak punya belas kasih, pikir Azoya kesal luar biasa.
"Masuklah, nanti pulangnya aku yang jemput ... Agatha tidak akan pernah mau bersamamu," tutur Zayyan dan hanya Zoya jawab dengan helaan napas. Tanpa dijelaskan dia juga paham watak Agatha, dan untuk masalah pulang dia sama sekali tidak meminta.
"Tidak perlu, Mahen bisa mengan_"
"Mulai hari ini tidak lagi, tetap aku."
Ya Tuhan, hati Zoya dicabik-cabik rasanya kala memiliki seorang kakak semenyebalkan ini. Belum lagi kala dia semudah itu mengecup kening Zoya sebagai ungkapan kasih sayang, ya meski ini sudah terbiasa sejak kecil akan tetapi saat ini Azoya risih luar biasa.
"Aku bukan anak kecil lagi, Kak."
"Tapi kamu tetap Zoya kecilku," ungkap Zayyan lembut seraya mengacak rambut adik tirinya, tidak sadarkah dirinya bahwa saat ini takut dan khawatir dalam diri Azoya luar biasa mencekam, apalagi dengan usia Zayyan yang sudah begitu matang.
- To Be Continue -
perjuangkan kebahagiaan memang perlu jika Zoya janda ,tapi ini masih istri orang
begoni.....ok lah gas ken