Aira harus memilih di antara dua pilihan yang sangat berat. Di mana dia harus menikah dengan pria yang menjadi musuhnya, tapi sudah memiliki dirinya seutuhnya saat malam tidak dia sangka itu.
Atau dia harus menunggu sang calon suami yang terbaring koma saat akan menuju tempat pernikahan mereka. Kekasih yang sangat dia cintai, tapi ternyata memiliki masa lalu yang tidak dia sangka. Sang calon suami yang sudah memiliki anak dari hubungan terlarang dengan mantannya dulu.
"Kamu adalah milikku, Aira, kamu mau ataupun tidak mau. Walaupun kamu sangat membenciku, aku akan tetap menjadikan kamu milikku," ucap Addriano Pramana Smith dengan tegas.
Bagaimana kehidupan Aira jika Addriano bisa menjadikan Aira miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Lagi
Addrian menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar ucapan sahabat yang sama-sama bangsulnya. "Dasar kamu saja yang memang niat ingin pedekate sama dia. Ambil sana," ucap Addrian santai, dan sekali lagi mata dia menatap lagi pada Aira. Rico yang merasa temannya ini ada yang sedang diperhatikan akhirnya dia melihat ke arah di mana mata Addrian sedang melihat.
"Kamu lagi memperhatikan gadis imut dengan baju kemeja putih itu, Ya?" Pertanyaan seketika dari Rico membuat Addrian melirik sekilas pada Rico. "Serius kamu sedang memperhatikan gadis itu?" lanjutnya dengan nada yang seolah tidak percaya.
"Iya. Kenapa?" jawabnya singkat.
"Hei, Bro! Dia bukan tipe kamu, lihat saja penampilan dia yang sederhana dan dia sepertinya juga bukan termasuk gadis yang spesial di kampus ini. Kamu serius?"
"Kamu belum tau dia, Rico! Dia memang bukan gadis spesial di kampus ini, tapi ada hal darinya yang membuat aku tertarik dengannya. Aku sendiri tidak tau apa itu?" Addrian menatap lagi ke arah Aira.
"Aku saranin ya, Bro! Jangan merusak gadis baik-baik itu, kasihan kalau sampai dia terkontaminasi sama kamu." Rico menepuk-nepuk pundak Addrian beberapa kali.
"Tapi kalau aku terobsesi sama dia bagaimana? Dan siapa tau dia itu adalah takdirku?" Addrian melihat Rico dengan tatapan yang Rico sendiri bingung mau mengartikannya.
Terdengar suara tawa Rico. "Mimpi kamu, Bro! Dia gadis baik-baik dan kamu laki-laki bangsul. Rajanya malahan. Sudah! Kamu jangan bercita-cita buat merusak anak orang. Kasihan dia!" Rico menggeleng-gelengkan kepalanya.
Addrian malah menyeringai tengil mendengar ucapan sahabatnya itu. "Kita lihat saja, Ric."
Di tempatnya, Aira sedang berbicara dengan salah satu temannya yang merupakan anggota perpustakaan satu anggota sama Aira. Pria kalem dengan tinggi tubuh standar itu terlihat sangat senang bisa berbicara dengan Aira karena mereka sama-sama sangat menyukai membaca buku, jadi mereka nyambung.
"Aira!" panggil Sasa salah satu panitia acara itu.
"Ada apa, Kak?" Aira menoleh ke arah Sasa.
"Minta tolong dong, ambilkan kertas yang ada di map biru di laci ruangan bu Ita, di sana ada denah tentang letak bazaar yang nantinya akan kita selenggarakan, kamu sekalian mencocokan dengan stand yang sudah dipilih oleh anak-anak yang mau ikut meramaikan bazaar nanti." jelasnya.
"Wah...! Aku bisa memilih tempat kalau begitu mau stand di mana?" Aira tekekeh pelan sambil menutup mulutnya.
"Iya boleh, tapi jangan ramai-ramai ya, Ai. Nanti tidak enak sama lainnya," bisik Sasa pelan.
"Okay, Kak." Jari tangan Aira membentuk huruf O. "Soalnya aku mau memilih tempat yang dekat sama punya Kak Danu biar bisa minta es serut timun suri bikinan Kak Danu." Aira melirik ke arah Kak Danu, pria yang dari tadi bicara sama dia.
"Tenang adik angkat, nanti pasti aku sisain yang banyak buat kamu, kalau perlu sepanci," sahut Danu dengan tersenyum manis.
"Wah...! Bisa-bisa Kak Danu tidak jadi jualan diberikan ke Aira semua," celetuk Niana.
"Jangan begitu, Kak! Kakak jualan saja, eh siapa tau nanti es serut timun suri Kakak banyak yang suka dan Kakak terkenal."
"Aamiin, doa anak baik akan didengar sama Tuhan," jawab Danu cepat.
"Ya sudah ya, Kak Danu, aku mau ambilkan dulu yang diminta sama Kakak tercantik di kampus ini!" Aira berlari kecil setelah menggoda Kak Sasa.
"Bisa sendiri, kan, Aira?" teriak Niana.
"Iya, Na! Aku bisa, lagian kamu, kan, masih sibuk," teriak Aira sambil berlalu dari sana.
Di tempat Addrian dia melihat dari kejauhan Aira berjalan menjauh dari tempat berkumpulnya tadi. "Addrian, nanti malam clubbing, yuk?" ajak Rico.
"Malas Ah! Aku mau istirahat saja, lagian nanti malam pacarku juga mengajak keluar, aku mau istirahat supaya pas nanti pertandingan kita bisa memberi penampilan yang maksimal dan tentunya menjadi juara.
"Aku yakin kita pasti menang, apalagi ada kamu jadi kapten kita." Tangan Rico sekali lagi menepuk pundak Addrian.
"Eh! Aku pergi dulu, ada urusan." Addrian tau-tau ngacir dengan cepat dari sana. Rico tampak bingung kenapa tiba-tiba Addrian pergi di tengah-tengah mereka membicarakan tentang pertandingan. Padahal Addrian sangat senang jika membahas tentang tim basket mereka, walaupun si Addrian itu bangsul, dia sangat bertanggung jawab dengan tim basketnya, dia sangat mencintai profesinya sebagai pemain basket, dan dia tidak pernah bermain dengan seenaknya, dia selalu bermain dengan baik dan fair.
"Tumben tuch, Si Kapten? Apa dia sedang mengincar seorang gadis, Ya?" Rico juga melihat ke arah tempat Aira tadi dan ternyata Aira juga tidak ada.
Aira yang berada di depan ruangan bu Ita. Dia mengetuk pintunya dari luar dan terdengar sahutan dari dalam ruangan bu Ita, Aira masuk setelah memberi salam. "Kamu siapa?" tanya wanita paruh baya dengan kacamata putih yang dikenakan.
"Saya Aira, Bu, saya ke sini karena disuruh kak Sasa untuk mengambil denah yang sudah dia buat, katanya ada di laci Ibu Ita. Denah letak Bazaar," jelasnya.
"Oh iya ada di laci saya, sebentar ya, saya ambilkan." Wanita paruh baya itu berdiri dari kursinya dan mencari kunci laci mejanya.
"Sebentar ya, saya kok lupa menaruh di mana kuncinya." Wanita itu merogok sakunya dan ternyata tidak ada.
"Apa saya bantu mencari kuncinya, Bu?" tawar Aira.
"Iya tidak apa-apa, saya lupa menaruh." Wanita paruh baya itu mengedarkan matanya di sekitaran meja kerjanya. "Soalnya di laci ini juga saya sering menyimpan surat-surat berharga lainnya, jadi harus saya kunci Aira."
"Iya, Bu, tidak apa-apa, memang kita harus benar-benar teliti, dan berhati-hati menyimpan sesuatu." Aira masih sibuk mencarinya.
"Sebentar ya, Aira, saya keluar ke ruangan kelas, sepertinya tadi saya membuka laci meja di ruangan kelas di mana saya mengajar, sepertinya tertinggal di sana."
"Iya, Bu Ita, saya tunggu di sini tidak apa-apa, kan, Bu Ita?"
"Ya sudah, kamu tunggu sebentar, Aira."
Bu Ita keluar dari dalam ruangannya meninggalkan Aira sendiri di sana. Aira mengedarkan pandangannya di sekitaran ruangan dan melihat ada beberapa kertas yang berserakan di sana, dia mencoba merapikan kertas-kertas yang berserakan, diambilnya satu per satu dan ditata di atas tangannya.
"Hai, Princess!" suara seseorang yang tiba-tiba mengagetkan Aira dari belakang sontak membuat Aira menoleh ke belakang dan terbentur dengan sedikit keras tubuh orang tersebut.
"Auw!" seru Aira sambil memegangi dahinya yang terasa sakit karena membentur benda yang agak keras apalagi kalau bukan dada bidang Addrian.
Aira yang sedikit gontai, dia hampir terjatuh ke belakang, dengan cepat Addrian menarik lengan tangannya sampai tubuh Aira sangat dekat dengan Addrian. Addrian menunduk melihat wajah Aira, begitupun dengan Aira, dia mendongak menatap wajah Addrian.
"Ka-kamu?" ucap Aira terbata.