Kelanjutan dari cinta untuk wisyah.
Buku diary ku, Apakah kamu tahu.
Kini kesabaran ku telah diuji kembali setelah aku tahu tentang rahasia kenapa kedua orang tuaku berpisah. Kini aku harus dihadapkan dengan pernikahan yang tidak aku inginkan berkesan pemaksaan.
Pernikahan yang didasari perjodohan karena sahabat yang baru aku kenal dua bulan terakhir. Menikahkan aku dengan pria yang selalu menatap ku dengan tatapan kebencian, tanpa aku tahu apa sebabnya.
Apa karena masa lalu nya yang pernah di khianati oleh wanita, makanya setiap wanita pasti akan ditatap dengan kebencian termaksud diriku.
Sanggupkah aku bertahan atau aku harus berpisah seperti kedua orang tuaku yang tidak bisa mempertahankan rumah tangga nya.
Apakah aku bisa menghapus masa lalunya dengan kesabaran ku ini yang pada akhirnya akan membawa Cinta untuknya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ulfa Zahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terikat dalam satu hubungan yang hanya nama saja.
Kesabaran ku membawa Cinta.
Fazar terus melihat kearah luar, sedangkan pikiran nya tertuju pada satu nama yaitu Amira Jia Berend Lian. Wanita yang pernah hadir di masa lalunya.
Wanita yang berhasil membuat dirinya berubah menjadi dingin dan arogan. Wanita yang berhasil membuat dirinya menyalakan bunda nya selama tiga tahun terakhir hanya karena menjodohkannya dengan wanita itu.
Wanita yang dia nggap sangat sempurna untuk hidupnya, tapi malah mengkhianatinya. Fazar masih mengingat. Bagaimana seorang gadis yang tertutup oleh hijabnya harus melakukan hal yang memalukan, dan hal itu membuat Fazar merasa jijik.
Karena hal itu lah, Fazar tidak menyukai gadis yang memakai hijab. Lantaran setiap melihat wanita berhijab, pasti ia akan berpikir kalau semua gadis, itu sama saja. Memakai jilbab hanya untuk menutupi kelakuan mereka.
"Aku sudah berusaha menghapus namamu, tapi kenapa kamu selalu saja hadir dalam ingatan ku. Membayangi ku, walaupun nama saja." Batin Fazar menatap di luar sana yang terlihat gelap, dan hanya memperlihatkan cahaya dari rumah atau gedung yang mereka lewati. Jalan yang terlihat sepi karena hanya beberapa mobil saja yang sesekali melewati mobil mereka.
“Apa kamu tidak puas menyakitiku secara langsung Jia? Apa kamu tidak puas menyakitiku lewat penghianatan mu tiga tahun yang lalu?”
“Padahal aku baru saja berhasil menghapus semua bayang-bayang mu Jia. Tapi disaat aku berhasil menghapus ingatan ku tentang mu. Aku malah terjebak didalam masa lalu ku sendiri, padahal aku sudah membuang semuanya jauh-jauh." Batin Fazar yang begitu sangat sedih jika ia mengingat masa lalu nya beberapa tahun yang lalu.
Fazar masih mengingat wanita yang ia cintai. Wanita yang membuat hidupnya berwarna, dan wanita yang membuatnya kuat di saat ia sedang terpuruk dan hampir saja jatuh, saat meninggalnya sang ayah.
Fazar menghembuskan nafasnya, mencoba menghapus bayang bayang masa lalu nya yang kembali hadir, lantaran nama Amira Jia Berend Lian.
Kenapa selalu nama itu yang menghantuinya? Kenapa Fazar tidak bisa menghapus bayang bayang masa lalunya?
Apa karena ia pernah merasakan yang namanya cinta untuk pertama kalinya?
Entahlah Fazar sendiri bingung dengan perasaan nya sekarang. Apakah masih mencintai wanita itu atau tidak.
Sedangkan Zain yang sedang menyetir bisa melihat tuan nya itu lewat kaca spion. Ia, bisa melihat kalau Fazar sepertinya sedang memikirkan sesuatu, karena khawatir dengan bos nya, Zain memutuskan untuk membuka suara memecahkan keheningan di dalam mobil itu.
“Tuan." Fazar yang dipanggil tersadar dari keterdiamannya. Pria itu melirik ke arah Zain yang sedang menatapnya lewat kaca spion, sesekali pandangan pria itu tetap lurus ke arah depan, lantaran Zain sedang menyetir.
"Ada apa Zain?”
"Apa tuan Fadil sudah sampai di kota J, tuan?” Tanya Zain berusaha untuk membicarakan perihal Fadil, agar tuanya itu tidak terlalu tenggelam dalam lamunannya.
"Sepertinya sudah Zain, karena sekarang sudah jam dua belas malam. Pasti mereka sudah sampai dari beberapa jam yang lalu. Hanya saja Bunda maupun Rido belum sempat memberikan ku kabar. Kalau mereka sudah sampai di kota J." Jelas Fazar.
"Semoga tuan Fadil lengkas sembuh sesampainya di sana dan mendapatkan pendonor sumsum tulang yang cocok untuknya."
"Aaminn. Semoga begitu Zain. Aku menantikan kesembuhan Fadil agar...." Ucap Fazar terhenti.”Aku bisa melepaskan wanita itu." Batinnya.
Mendengar ucapan dari tuan nya yang terhenti membuat Zain sedikit penasaran."Maaf tuan, agar apa?" Tanya Zain menatap Fazar sekilas lalu kembali melihat ke depan.
"Agar kami bisa berkumpul seperti dulu lagi Zain."
Fazar mana mungkin memberitahukan sekertaris nya itu maksud ia menikahi istrinya. Itu sebabnya ia menjawab dengan jawaban yang lain.
Tidak lama Mobil mereka telah sampai di depan gang, tempat di mana Fazar akan menuju ke rumah istrinya.
Fazar bingung mengakui gadis itu sebabnya istri nya, karena pernikahan ini hanyalah kesepakatan yang ia buat untuk adiknya. Agar Fadil mau pergi berobat seperti keinginan nya.
"Tuan kita sudah sampai." Ucap Zain kembali melirik tuanya lewat kaca spion.
Fazar melihat ke arah gang itu lalu menghembuskan nafas kasar."Aku harus menelusuri setiap jalan kecil ini kembali, hanya karena keluarga wanita itu." Batin Fazar menatap ke arah gang kecil yang hanya bisa dilewati oleh motor saja, tapi tidak untuk mobil.
Fazar kembali melihat ke arah Zain"Baiklah Zain, terimakasih. Kamu bisa pergi sekarang.”
Zain menatap tuan nya itu dengan bingung."Apa tuan butuh saya temani?”
"Tidak perlu Zain, aku bisa sendiri. Aku akan memanggilmu besok." Ucap Fazar sambil membuka pintu mobilnya.
Zain yang mendengar jawaban tuan nya hanya mengangguk mengerti."Baik tuan. Jika tuan membutuhkan saya, tuan bisa langsung menghubungi saya."
Fazar turun dari mobilnya."Besok Jam tujuh kamu harus sudah ada di sini." Ucap Fazar.
"Baik Tuan." Fazar melangkah meninggalkan Zain yang masih berada di dalam mobil.
Sedangkan Sekretaris nya itu sedang menatap Fazar yang perlahan-lahan menghilang di dalam gang berukuran sedang itu, bersama dengan beberapa bodyguard yang setiap saat menjaga tuan nya.
Walaupun mereka suruhan Fazar, tapi Fazar menyuruh mereka untuk bersikap seperti layaknya masyarakat biasa, agar orang tidak terlalu curiga dengan pria itu, hingga membuat Fazar dalam bahaya. Apalagi musuhnya akan menyerang Fazar jika mereka lengah sedikit saja.
"Sepertinya aku harus memberikan saran ke tuan Fazar, agar mau membelikan rumah yang dekat dengan jalan bukan di dalam gang kecil seperti ini." Gumam Zain, lalu menghidupkan mesin mobilnya untuk meninggalkan tempat itu.
Sedangkan Fazar yang masih menyusuri gang kecil itu, tiba-tiba saja merasa sedikit risih. Walaupun dulu ia pernah ketempat yang jauh lebih mengerikan dari gang kecil itu. Tapi itu dulu dan bukan sekarang.
"Kenapa Sih wanita itu memiliki rumah di dalam gang sekecil ini. Apakah ini trik nya agar bisa menarik hati para pria yang kasihan padanya, termasuk Fadil." Kesal Fazar sampai pikiran buruknya mengenai istri juga sudah mulai kambu di kepalanya.
🍁🍁🍁🍁🍁
Di sisi lain.
Seorang gadis yang baru saja selesai dengan tugas kuliahnya, meluruskan otot-otot nya yang terasa kaku karena terlalu banyak mengetik dalam posisi duduk.
Apalagi matanya begitu sangat sakit karena terlalu lama terpampang cahaya dari laptop.
"Alhamdulillah, selesai juga." Ucap Gadis itu yang tidak lain adalah Wiyah.
Ya, Wiyah belum tidur karena harus menyelesaikan tugas kuliahnya yang baru saja dikirimkan oleh temannya Yaya, karena hari ini Wiyah tidak kuliah, dan membuatnya harus mengerjakan tugasnya di rumah.
Wiyah mengarahkan pandangannya ke arah jam dinding yang menunjukkan jam dua belas malam."Kayaknya malam ini aku begadang lagi." Ucap nya sambil menghembuskan nafasnya, lantaran terlalu lelah.
Wiyah kembali melihat ke arah meja belajarnya yang sedikit berantakan karena terdapat banyak kertas di sana.
Wiyah mulai mengatur satu persatu tugas kuliahnya yang tadi ia kerjakan, lalu menyimpan nya kembali kedalam tas nya. Ia tidak mau sampai ada yang ketinggalan lagi. Apalagi Wiyah mengerjakan tugasnya sampai membuatnya harus begadang seperti sekarang.
Mungkin bukan kali ini saja ia bergadang, lantaran ia sudah sering melakukan nya. Tapi karena hari ini ia kelelahan. Ia sampai tidak sanggup untuk bergadang lagi.
Setelah selesai mengatur semua tugas nya ke dalam tasnya, gadis itu memutuskan untuk tidur. Kaki nya yang terasa berat mengarahkan langkahnya ke arah kasur, lalu dengan perlahan-lahan ia membaringkan tubuhnya di atas kasur yang begitu sangat empuk.
Gadis itu mengangkat tangan sedikit tinggi. Ia bisa melihat sebuah cincin yang terpasang manis di jari manisnya.
"Aku terikat dalam satu hubungan yang hanya nama saja, karena orang yang mengingatku tidak menginginkan hubungan ini." Gumam Wiyah sambil menatap lekat-lekat cincin itu.
Malam yang dikatakan orang adalah malam pertama untuk pengantin baru. Malam yang membuat kedekatan suami istri semakin dekat. Tapi tidak untuk Wiyah. Karena malam ini ia merasa seperti malam biasanya, sebab malam pertama hanya untuk pernikahan yang di bangun karena cinta. Tapi tidak untuk pernikahan yang dipaksakan seperti dirinya.
"Ya Allah kuatkan aku saat menjalani rumah tangga ini. Rumah tangga yang baru saja di bangun, tapi sudah rapuh seperti kaca yang bisa saja pecah setiap waktunya. Kuatkan aku saat merebut hati suamiku, yang mungkin akan keras sama seperti batu."
Tanpa Wiyah inginkan, air matanya tiba-tiba saja mengalir, karena sekarang ia semakin rapuh. Baru saja menikah tapi terasa seperti belum menikah, karena suaminya tidak menginginkan kehadirannya.
Rasanya Wiyah ingin berteriak, dan mengatakan pada dunia ini.
“Hubungan apakah ini? kenapa sangat menyakitkan? Kenapa aku harus menikah dengan pria yang benar-benar tidak menginginkan kehadiran ku.”
Jika saja Wiyah bisa. Ia ingin melampiaskan emosinya yang selama ini ia tahan. Tapi itu tidak mungkin, karena ia masih sadar untuk melakukan hal itu.
Wiyah kembali bangun dari pembaringan nya, karena merasa tertekan pada batin nya, bukan saja tertekan. Tapi sesak di dada nya hingga membuat nya nyeri.
Kedua masalah itu seperti hadir dalam satu waktu. Wiyah yang belum bisa menerima kebenaran dari orang tuanya, kembali dihadapkan dengan pernikahan yang dia sendiri pun tidak menginginkan pernikahan itu.
Wiyah mengambil buku diary yang Fadil berikan tadi. Buku diary yang tersimpan di kasur nya. Wiyah mulai membuka setiap halaman yang sudah terisi untuk mencari halaman yang kosong, agar ia bisa mencurahkan perasaannya, yang kembali kacau seperti tiga tahun yang lalu.
Wiyah hanya takut kalau dirinya kembali depresi seperti dulu di saat orang tuanya berpisah, maka dari itu Wiyah sering menuliskan kesedihannya di buku itu.
Wiyah mulai menulis setiap kalimat yang langsung keluar dari hatinya yang kembali terluka.
Buku diary ku, Apakah kamu tahu?
Kini kesabaran ku telah diuji kembali setelah aku tahu tentang rahasia kenapa kedua orang tuaku berpisah. Kini aku harus dihadapkan dengan pernikahan yang tidak aku inginkan berkesan pemaksaan.
Pernikahan yang didasari perjodohan karena sahabat yang baru aku kenal dua bulan terakhir. Menikahkan aku dengan pria yang selalu menatap ku dengan tatapan kebencian, tanpa aku tahu apa sebabnya.
Apa karena masa lalu nya yang pernah dikhianati oleh wanita, makanya setiap wanita pasti akan ditatap dengan kebencian termasuk diriku?
Sanggupkah aku bertahan atau aku harus berpisah seperti kedua orang tuaku yang tidak bisa mempertahankan rumah tangga nya?
Apakah aku bisa menghapus masa lalunya dengan kesabaran ku ini yang pada akhirnya akan membawa Cinta untuknya?
Wiyah menutup buku diary nya setelah mencurahkan perasaan nya kepada buku kesayangan itu, yang sudah menemani nya selama tiga tahun terakhir, tapi harus hilang selama tiga bulan. Untung saja bukunya itu masih bisa Wiyah temukan.
"Lebih baik aku tidur, karena besok aku harus kuliah dan bekerja kembali setelah satu hari izin.”
Wiyah menyimpan buku diary nya, setelah itu ia merebahkan tubuhnya kembali. Tapi baru saja Wiyah memejamkan matanya. Suara ponsel membuatnya terusik, hingga ia harus membuka matanya kembali.
"Siapa sih yang nelpon malam malam kayaknya kini?" Gumam Wiyah menatap ponselnya yang terdapat nomor baru di sana."Diangkat nggak ya, tapi inikan nomor baru. Lebih baik nggak usah, takut nya orang jahat."
Wiyah mematikan panggilan dari nomor yang tidak di kenal nya itu, lalu membisukan suara nya, hingga membuat ponsel itu tidak bersuara dan hanya getaran saja yang terdengar.
Tapi saat Wiyah ingin kembali tertidur suara ketukan pintu membuatnya kembali terbangun."Siapa sih?!" Gerutu Wiyah kesal yang membuatnya harus bagun kembali.
Bersambung.
Banyak typo yang bertebaran
harap bijak dalam membaca.
Jangan lupa like komen dan vote nya.
semoga Anknya cewek.....
Fazar psti bahagia bngt....
gmna jga dgn Nadila....