"Dua kali lipat usaha, sepuluh kali lipat keuntungan!"
"Kamu sudah ketinggalan zaman. Angkatan Laut baru saja memperbarui sistem mereka ke 200 kali lipat!"
"Apa?! Jadi kalau kru bekerja dua kali lebih keras, kaptennya mendapat keuntungan sepuluh kali lipat?"
"Tidak masalah! Seperti yang kita semua tahu, Sistem Kapten adalah sistem terbaik, dan aku—Lion D Andi—juga kapten yang hebat!"
---
Andi terbangun di dunia bajak laut dan tanpa sengaja membangkitkan Sistem Kapten. Dengan sistem ini, usaha para krunya berlipat ganda, sementara keuntungannya melesat hingga ke langit!
Dari perairan Lautan Timur hingga Samudra Dunia Baru...
Dari seorang Pahlawan hingga menjadi Raja Bajak Laut
Dari buronan dengan hadiah 8 juta hingga menjadi legenda bernilai 10 miliar Bailey...
Saat Andi menoleh ke belakang, lautan telah dipenuhi mayat para bajak laut. Dan di sisinya, berdiri kru yang telah menjadi legenda:
Thief Cat, Shura, Black Foot, Dan Lain - lain
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimpi Fiksi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 - Penyamaran Terbongkar ??
Pelabuhan yang semula dipenuhi ketegangan mendadak kembali menjadi hening.
Semua mata tertuju pada sosok kecil Kolonel Tikus, menunggu dengan dingin untuk melihat apa yang akan dikatakannya.
Bahkan setelah konfrontasi yang mencekam antara Kuro dan Ajin, tidak ada yang berani bergerak secara gegabah.
Di antara kerumunan, Gaz mengalihkan pandangannya antara Andi dan Ajin sebelum akhirnya menatap Kolonel Tikus dengan rasa ingin tahu yang bercampur sinisme.
"Apa… lawanmu juga Bajak Laut Kucing Hitam Kuro?" tanyanya dengan nada mencemooh.
Kolonel Tikus tampak tertegun sejenak.
Ia melirik sekilas ke arah Kuro dan Ajin—dua sosok yang auranya begitu mengancam—lalu kembali memikirkan bajak laut kecil yang pernah ia hadapi di laut.
Wajahnya menegang, tapi ia tetap mengangkat dagunya dengan keangkuhan palsu.
"Benar sekali! Bajak laut besar dari Lautan Timur, dengan hadiah 16 juta Bery!" katanya lantang. "Aku bertarung dengannya dengan segenap jiwa dan raga hingga membuatnya melarikan diri!"
Di sebelah Andi, Kuro yang sedang memasukkan cakarnya ke dalam baju tiba-tiba membeku.
Rahangnya mengeras, hampir saja ia menggertakkan giginya di tempat.
"Bajak laut besar? Hadiah 16 juta?!"
Kalau saja situasi ini tidak rumit, ia pasti sudah menerjang ke depan untuk melenyapkan Kolonel Tikus itu sendiri.
Andi melirik sekilas ke arah Kuro, melihat ekspresi frustrasi di wajah rekannya, Ia pun tidak kuasa untuk menahan senyum.
Bahkan anak buah mereka yang lain tampak menahan tawa di balik ketegangan yang menyelimuti pelabuhan.
"Ketua… lain kali tolong pilih nama yang lebih baik," ujar salah satu anak buahnya pelan.
Kuro menggertakkan giginya lebih keras.
"Nima! Sialan!"
Di sisi lain, Gaz mengamati Kolonel Tikus dengan ekspresi penuh penghinaan.
Jika Ajin terlihat seperti mesin pembunuh berdarah dingin, maka Kolonel Tikus ini adalah lambang kebusukan yang menjijikkan.
"Jadi, kalian semua Angkatan Laut?" Gaz menyilangkan tangan. "Tolong pastikan siapa yang benar-benar bagian dari kalian dan siapa yang bukan. Kalau tidak, aku tidak bisa begitu saja membiarkanmu pergi."
Matanya menyipit tajam.
"Aku bertanggung jawab atas warga sipil di pelabuhan ini, dan aku tidak yakin apakah kalian benar-benar Angkatan Laut atau hanya bajak laut berkedok seragam."
Kolonel Tikus tersentak, wajahnya berubah marah.
"Aku adalah Kepala Pangkalan Cabang ke-16 Angkatan Laut!" bentaknya. "Kau tahu apa akibatnya jika menyinggungku?!"
Gaz hanya mendengus dingin.
Kolonel Tikus ini semakin membuatnya yakin bahwa Angkatan Laut Lautan Timur tidak lebih baik dari para bajak laut yang mereka perangi.
Bertahun-tahun lalu, mereka mengumpulkan pajak dari warga dengan dalih membangun pangkalan untuk melindungi jalur dagang.
Namun, hingga hari ini, pangkalan itu bahkan tidak pernah terlihat bayangannya.
Tatapan Gaz mengeras saat ia menatap Kolonel Tikus.
"Panggil atasanmu."
Kolonel Tikus langsung berteriak murka, "Berani sekali kau melawan Angkatan Laut?!"
Namun, sebelum suaranya benar-benar menggema, terdengar suara gesekan tajam.
Sederet moncong senjata kini mengarah langsung padanya.
Kolonel Tikus menegang.
Keringat dingin mulai membasahi bajunya.
Sebagai seorang perwira yang naik pangkat hanya dengan mengandalkan laporan palsu dan intrik politik, ia tahu bahwa dalam pertempuran sungguhan, dirinya bukanlah siapa-siapa.
Dan saat ini, ia sedang dikelilingi oleh para prajurit yang jauh lebih berbahaya darinya.
Melihat situasi yang tidak menguntungkan, Kolonel Tikus buru-buru mengangkat tangannya, menahan anak buahnya agar tidak bertindak gegabah.
Lalu Ia menatap Ajin dan Andi dengan ekspresi gelisah, berusaha mengendalikan situasi.
"Kalian dari cabang mana?" tanyanya dengan nada lebih hati-hati.
Ajin meliriknya sekilas. "Aku anak buahnya Kolonel Bax dari Cabang ke-18. Kau pasti mengenalnya."
Kolonel Tikus mengangguk samar, tapi kemudian matanya beralih ke Andi dengan ekspresi curiga.
"Dan kalian? Kalian bilang dari Cabang GL-5? Letnan Jenderal Vergo?"
Namun, semakin ia berbicara, semakin suaranya melemah.
Tatapannya bertemu dengan mata Andi—dingin, tanpa emosi, namun menyimpan ancaman terselubung.
Tubuh Kolonel Tikus langsung menegang.
Baru-baru ini, ia menghadiri pertemuan Angkatan Laut di Lautan Timur, di mana mereka membahas tentang seorang bajak laut yang semakin menonjol.
Hadiah yang ditetapkan untuknya? 50 juta Bery.
Jauh lebih tinggi dari standar bajak laut di Lautan Timur.
Jika angka itu benar, berarti Andi bisa dengan mudah menghabisi semua orang di tempat ini seorang diri.
Kolonel Tikus mulai tergagap. "K-K-Kau... Kau bajak laut...!"
Palu, salah satu anak buah Ajin, langsung menyela dengan suara keras.
"Dari awal aku curiga! Lautan Timur mana mungkin punya cabang GL! Dan tidak mungkin orang-orang dari Dunia Baru mau repot-repot datang ke sini!"
Mendengar itu, Gaz menoleh, matanya dipenuhi kecurigaan saat ia menatap Andi dan kelompoknya.
Senjata para penjaga kini mulai berbalik, mengarah kepada mereka.
Pada saat yang sama Ajin merasakan keringat dingin di telapak tangannya, apabila tadi mereka tidak segera mengendalikan situasi, penyamaran mereka akan terbongkar, dan semua rencananya akan berantakan.
Namun, di tengah ketegangan yang meningkat, Kuro kembali mengeluarkan pisau cakarnya dari sarungnya.
Aura membunuh mulai menyebar, menyelimuti seluruh area pelabuhan.
Ia sedikit membungkuk, siap melancarkan serangan.
Namun kali ini, Andi tidak menghentikannya.
Ia hanya berdiri di sana, tatapannya tetap datar, namun aura yang dipancarkannya semakin berat, menekan semua orang di sekitarnya.
Di tengah keheningan yang mencekam, suara desahan panjang terdengar.
"Hah..."
Andi mengepalkan gagang pedang kesatria di tangannya.
Dari tubuhnya, gelombang tekanan yang luar biasa mulai menyebar.
Semua orang menegang.
Bahkan Kuro yang sejak tadi menekan Ajin hingga hampir tak bisa bernapas, kini kehilangan keberadaannya.
Di mata semua orang, hanya ada Andi.
"Hei, hei, hei..." suara Ajin terdengar sedikit bergetar. "Apa ini...?"
Tangannya menggenggam tongkat besinya lebih erat.
Di hadapannya, Andi terasa seperti binatang buas yang baru saja terbangun—dan ia adalah mangsanya.
Ajin menelan ludah.
"Seberapa besar pun perbedaannya... pasti ada batasnya, bukan?!"
Namun, tepat saat atmosfer mencapai puncaknya, suara keras tiba-tiba memecah ketegangan.
Sebuah suara yang cukup untuk mengubah situasi sekali lagi.