Cinta yang datang dan menetap di relung hati yang paling dalam tanpa aba-aba. Tanpa permisi, dan menguasai seluruh bilik dalam hati. Kehadiran dirimu telah menjadi kebutuhan untukku. Seolah duniaku hanya berpusat padamu.
Zehya, seorang gadis yang harus bertahan hidup seorang diri di kota yang asing setelah kedua orang tuanya berpisah. Ayah dan ibunya pergi meninggalkan nya begitu saja. Seolah Zehya adalah benda yang sudah habis masa aktifnya. Dunianya berubah dalam sekejap. Ayahnya, cinta pertama dalam hidupnya, sosok raja bagi dunia kecilnya, justru menjadi sumber kehancuran baginya. Ayahnya yang begitu sempurna ternyata memiliki wanita lain selain ibunya. sang ibu yang mengetahui cinta lain dari ayahnyapun memutuskan untuk berpisah, dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata Zehya bukanlah anak kandung dari wanita yang selama ini Zehya panggil ibu.
Siapakah ibu kandung Zehya?
yuk, ikuti terus perjalanan Zehya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yunacana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Nama
Malam ini Axcel tengah melakukan pengejaran terhadap ketua Darkshape yang telah menghancurkan kapal milik keluarganya. Kapal itu berisi persenjataan yang mereka beli dari Turki. Pelaku penghancuran itu adalah seorang ketua sekaligus pendiri dari organisasi mafia yang berasal dari Jerman.
Daniel dan anggotanya sudah berhasil membumi hanguskan sindikat mereka beserta semua gudang dan markas milik Darkshape. Malam ini, adalah malam yang Axcel tunggu. Karena mangsa yang dia incar tengah berada di sebuah club yang cukup terkenal di Jerman.
Penyergapan mereka berjalan lancar, meski harus menghadapi beberapa wakil Darkshape yang masih hidup, Namun mereka semua berhasil di tangkap dan di bunuh oleh Daniel dan Anggotanya. Namun, saat Daniel mengeksekusi ketua dari Darkshape, seseorang wanita yang merupakan putri dari ketua Darkshape, menerjang Daniel dengan sebelah pisau di tangannya. Axcel, satu-satunya yang mengetahui hal tersebut berusaha menyelamatkan Daddynya. Namun, putri Darkshape yang menguasai ilmu beladiri tingkat tinggi itu berhasil menghindari Axcel, dan menusuk perut Axcel dengan pisau yang dia bawa.
" Axcel!" Daniel berteriak memanggil sang putra. Axcel mengangkat tangan kanannya dan berteriak pada Daniel.
" Jangan biarkan mereka lolos, Dad! Aku bisa bertahan." Axcel berkata lantang. Daniel dan semua anak buahnya membunuh ketua Darkshape dan memburu putrinya. Malam ini semua garis keturunan Darkshape harus musnah.
Axcel tidak mencabut pisau yang masih menancap di perutnya. Lelaki itu ikut mengejar wanita yang menusuknya dengan mobilnya. Pengejaran mereka berbuah manis, Wanita yang menusuknya berhasil di tangkap.
Axcel merasakan pusing yang teramat sangat mulai menyerbu, dan mengambil alih kesadaran dirinya secara perlahan. Dia berusaha tetap fokus dengan jalanan yang dia lewati, tapi dia salah membalokkan mobilnya. Seharusnya dia berbelok ke kanan dan kembali ke kota. Tetapi Axcel justru masuk ke wilayah Instel Rugen.
Dalam kesakitan dan ketidak berdayaannya, Axcel hampir putus asa dan memasrahkan hidupnya pada kematian. Namun sebuah senyum manis dari wajah orang terkasih menarik kembali kesadarannya.
" Zehya..." Axcel memanggil nama itu dengan lemah. Matanya mulai tidak fokus. Namun Axcel berusaha dengan sisa kekuatannya untuk terus melaju. Dia memasuki wilayah Bergan. Menyusui aspal yang entah akan membawanya kemana.
Suasana malam dan derasnya hujan benar-benar membutakan penhlihatan Axcel. Lelaki itu hanya mengandalkan intuisinya dalam mengendarai mobil.
" Aku tinggal di Put Garten. Bagian paling utara dari Rugen. Datanglah bersama Maher suatu hari nanti."
Perkataan Zehya kembali membuatnya memiliki kekuatan. Axcel merogoh saku kemejanya dan menarik keluar benda pipih yang ada di sana.
Ilustrasi jalanan yang Axcel lihat ( Gamabar saya ambil dari google)
Axcel memberikan perintah pada benda itu untuk menunjukkan arah desa yang di tinggali oleh Zehya. Beberapa waktu lamanya, Akhirnya Axcel memasuki sebuah pedesaan yang sepi. Karena rasa kantuk dan nyeri pada perutnya yang kian mendera, Akhirnya Axcel menghentikan mobilnya di depan rumah yang pertama kali dia temui.
" kalo aku punya rumah besok, aku akan menanam pohon apel di depan nya. Hehe..."
Zehya pernah berkata begitu padanya dulu, ketika mereka masih kecil. Axcel tersenyum lega ketika mendapati pohon apel di depannya. Senyumnya kian mengembang, kala dia bisa menangkap sebuah bayangan perempuan di jendela lantai atas rumah itu.
Karena merasa telah sampai di rumah, Axcel yang sudah tidak kuat untuk mengontrol tubuhnya itu terduduk di bawah pohon apel. Meski matanya terpejam. Dia bisa mendengar suara panik gadisnya yang memanggil pengawal wanita yang selalu membersamai Zehya setiap saat. Axcel juga masih bisa merasakan sentuhan hangat jari jemari Zehya pada wajahnya. Namun Axcel sudah tidak mampu, meski sekedar berkata bahwa dia akan baik-baik saja.
Axcel marah pada dirinya sendiri karena membuat Zehya membopong tubuhnya di bawah derasnya hujan, dia juga membenci dirinya kala memikirkan betapa kesulitannya Zehya karena dirinya.
Setelah Zehya meminta Rose untuk mengambilkan beberapa barang, Gadis itu berbisik di telinga Axcel.
" Kak, maaf aku akan melepas pakaianmu."
Bisikan itu begitu menggelitik telinga Axcel. Namun tubuhnya tidak dapat bereaksi. Seolah semua syaraf dalam tubuhnya lumpuh.
Rasa malu dan geli menyerang Axcel, kala jemari Zehya yang lembut dan hangat itu tidak sengaja menyentuh kulitnya. Semua tempat yang tersentuh jemari Zehya seolah terbakar dan terasa panas. Dia ingin berteriak, namun mulutnya tidak mau terbuka. Axcel ingin menghalau tangan Zehya, namun kedua tangannya menghianatinya. Hingga Axcel mereka sangat lelah dan tersedot dalam dunia bawah sadarnya.
...****************...
Ilustrasi Dokter Steven Ray ( Gambar saya ambil dari google)
" Tuan muda kehilangan terlalu banyak darah selama perjalannya kemari, dan..." Dokter yang Reyhan kirimkan itu terdiam sesaat. Seolah tengah berpikir dengan keras.
Saat ini Zehya dan dokter yang mengobati Axcel sedang duduk di ruang tengah, sedang Rose sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka di dapur.
" Katakan saja, dokter," Zehya berkata dengan tegas Dokter dengan name tag Steven Ray itu memandang Zehya dengan sedih.
" Pisau yang di gunakan untuk menusuk Tuan muda telah di lumuri oleh racun pelumpuh syaraf nona. Dosis racun yang masuk kedalam pembuluh darah Tuan tidak sedikit, dan telah menyebar keseluruh tubuhnya." Zehya menatap sang dokter degan tubuh kaku, dan mata membulat sempurna. Dadanya bagai di hantam beban ribuan ton, dan menyebabkan Zehya sulit bernafas.
" Saya sudah memberikan penawar pada Tuan muda. Namun, untuk beberapa waktu kedepan , Tuan muda tidak akan bisa beraktifitas seperti sebelumnya."
" Berapa lama dia akan sembuh?" Dokter Steve menghela nafas panjang.
" Saya belum bisa memastikan, Nona. Tuan muda harus menjalani serangkaian pengobatan yang intensif. " Zehya terdiam, mengontrol nafasnya dengan pelan.
" Haruskah kita membawanya ke rumah sakit?"
" Saya mendapatkan perintah dari Tuan Reyhan dan Tuan Daniel untuk merawat Tuan muda di rumah ini, Nona. Orang-orang yang Tuan Daniel kejar bisa membahayakan nyawa Tuan muda saat ini."
" Baiklah. Lakukan yang terbaik untuk Kak Axcel, dokter. Dan tolong segera hubungi Daddy dan Papa. Pasti mereka semua mengkhawatirkan Kak Axcel... Tapi, kami hanya memiliki dua kamar di rumah ini."
" Jangan khawatir, Nona. Saya dan pengawal yang Tuan Rey kirim akan tidur di rumah sebelah. Rumah itu di sewakan." Dokter Steve menambahi begitu Zehya memasang ekspresi penuh tanya.
" Jangan bilang bahwa rumah itu memang milik Papa Rey, Dokter." Zehya memicingkan matanya. Dokter Steve malah tertawa dengan senang.
" Rupanya sulit membohongi anda, Nona. Ya... Rumah itu di bangun oleh Tuan Reyhan jika ingin berkunjung kemari."
" Wah... luar biasa. " Zehya menggelengkan kepalanya dengan lemas.
" Nona, Sarapannya sudah siap." Rose mendekati Zehya untuk memberitahu bahwa sarapan telah siap.
" Ayo kita makan, dokter," Zehya menengok pada Rose. " Ajak dua pengawal yang mengantar Dokter Steve untuk bergabung dengan kita, Rose."
Rose menggangguk dan beranjak untuk memanggil dua rekannya, Doni dan Deni, untuk ikut sarapan bersama.