NovelToon NovelToon
Menikahi Pengawal Pribadi

Menikahi Pengawal Pribadi

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cinta setelah menikah / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.3M
Nilai: 4.9
Nama Author: Titin

Jelita Sasongko putri satu satunya keluarga Dery Sasongko dipaksa menikah dengan Evan Nugraha pengawal pribadi ayahnya. Jelita harus menikahi Evan selama dua tahun atau seluruh harta ayahnya beralih ke panti asuhan. Demi ketidak relaan meninggalkan kehidupan mewah yang selama ini dia jalani dia setuju menikahi pengawal pribadi ayahnya. Ayahnya berharap selama kurun waktu dua tahun, putrinya akan mencintai Evan.

Akankah keinginan Dery Sasongko terwujud, bagaimana dengan cinta mati Jelita pada sosok Boy?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 5

Evan membuka matanya perlahan. Cahaya mata hari yang menembus cela jendela menyilaukan matanya. Perlahan dia mengedarkan pandangan keseluruh ruang kamarnya. Dia tertegun melihat tubuh Jelita tertidur diatas sofa, tengah meringkuk dibalik selimut.

Perlahan dia bangkit dari tempat tidur berjalan ketempat Jelita. Dia duduk di samping Jelita, perlahan mengusap pipinya yang terasa dingin.

"Tidurlah, aku bikin sarapan dulu," Bisik Evan. Lalu beranjak menuju dapur.

Jelita mengendurkan tubuhnya, lalu membuka matanya perlahan. Begitu matanya terbuka yang ditujunya adalah sosok Evan diatas ranjang. Tapi alangkah kagetnya dia saat Evan tak lagi berada diatas ranjang, kemana dia?

Samar, samar Jelita mendengar suara spatula yang beradu dengan wajan, apa itu Evan. Benar saja, Jelita melihat Evan sedang memasak sesuatu. Melihat itu hatinya geram sampai hampir menangis.

"Evan!!" Pekiknya dengan napas memburu. Sementara Evan sama sekali tak merespon.

"Evan kau tidak tuli bukan?!" Bentak Jelita sembari menghentakkan langkahnya mendatangi Evan.

"Sudah bangun?" Tanyanya saat Jelita sudah berada disampingnya.

"Tinggalkan ini, aku tidak butuh sarapan!" Seru jelita emosi. Evan mematikan kompor, lalu beralih ke Jelita.

"Tapi aku butuh sarapan. Bagaimana aku memakan obatku tanpa sarapan."

"Kau bisa memintaku membuatnya. Kau sakit parah sekarang Evan, jangam main-main," ujar Jelita hampir menangis. Masih terbayang olehnya, Evan mengigau kesakitan saat demam. Dan sekarang seenaknya dia membuat sarapan didapur, siapa yang tidak kesal.

"Lukaku tidak separah itu. Jangan membesar-besarkan. Oh ya, tolong ambilkan obatku diruang tengah, mungkin terjatuh disisi sofa," ujarnya santai. Tanpa bicara Jelita pergi dengan muka ditekuk.

Saat dia kembali, dimeja sudah tersaji dua piring nasi goreng beserta dua potong ayam goreng.

"Ini." Jelita meletakkan obat dan segelas air putih didepan Evan.

"Ayo makan. Aku tidak mau makan sendiri," ujar Evan sembari menatap Jelita yang juga menatapnya lekat.

"Kau pergi kuliah dengan taksi ya. Atau kita telpon boy saja untuk menjemputmu?"

"Aku tidak pergi kuliah hari ini."

"Kenapa tidak kuliah? Aku tetap bekerja hari ini, ada sopir yang menjemputku nanti."

Jelita membanting sendoknya dengan sangat keras, menatap Evan penuh emosi.

"Apa Sasongko tidak punya hati, menyuruhmu bekerja dalam keadaan sakit begini!" Seru Jelita.

"Jangan marah. Aku hanya bekerja dikantor, bukan dilapangan. Bisa tolong ambilkan obatku," ujar Evan dengan tatapan memohon.

Walau kesal tapi Jelita melakukan perintah Evan juga. Mengambilkan obat sesuai petunjuk yang tertera diwadah obat.

"Hari ini kau juga tidak usah masuk kerja. Biar aku yang bilang dengan papa." tegas Jelita sembari menyerahkan beberapa butir pil pada Evan.

"Tidak usah aku tidak enak dengan pa..."

"Diam! Aku bilang tidak kerja ya tidak kerja!" Bentak Jelita memotong kalimat Evan.

"Sejak kapan kau jadi komandanku Jelita?" Tanya Evan dengan sen!yum dibibirnya.

"Sejak kau menikahiku!" jawab Jelita dengan sorot mata tajam.

"Aku tidak bisa tidak kerja. Ada hal penting yang harus kutangani, aku janji hanya sebentar. Sebelum makan siang aku pastikan aku sudah pulang." Bujuk Evan. Jelita tak bergeming, dia hanya menatap Evan dengan sorot mata tajam.

"Aku anggap diammu sebagai persetujuan." ujar Evan sembari beranjak bangkit.

"Berani melangkah keluar, aku akan memotong kakimu!" Ancam Jelita tak mau kalah. Sementara Evan malah terbahak mendengar ancaman Jelita.

"Ternyata kau benar-benar darah daging Sasongko."

"Bagus kalau kau tau."

Evan benar-benar menuruti kemauan Jelita. Dia tak berangkat kerja, dia hanya sibuk dengan telponnya yang terus berdering. Ada saja orang yang menelpon dirinya, entah pekerjaan penting apa yang dikerjakan Evan hingga membuatnya begitu sibuk.

Jelita berkacak pinggang diambang pintu, memperhatikan Evan yang tak henti menerima telpon. Dia bahkan menarik napas panjang berulangkali saat telpon Evan kembali berdering, padahal dia baru saja selesai melakukan panggilan.

"Kenapa hanya berdiri disana. Masuklah." Titah Evan. Dia tau Jelita sedang marah padanya, tapi dia memang benar-benar sibuk saat ini. Ada banyak pekerjaan yang tak bisa dia tinggal walau sedang sakit sekalipun.

"Mereka tidak tau keadaanmu?" Tanya Jelita sembari menatap Evan. Pria yang baru menikahinya beberapa hari lalu.

"Jangan terlalu mendalami peran istri. Takutnya kamu lupa menjadi nona Jelita," ujar Evan dengan senyum tipis dibibirnya.

"Gak usah baper. Aku bukan wanita yang gampang jatuh hati. Perhatianku tak lebih karena sesama pengguni rumah. Kalau kau mau kerja-kerja saja. Aku ada janji makan di luar dengan Boy," ucap Jelita lalu beranjak pergi dari kamar Evan.

Setengah jam kemudian Jelita benar-benar pergi dengan Boy. Begitu Jelita pergi, Evan menghubungi seseorang untuk menjemputnya di apartement.

Evan menyandarkan tubuhnya di jok belakang, sementara dua orang yang menjemputnya duduk didepan.

"Tuan, apa tidak sebaiknya kita kedokter dulu sebelum kemarkas." salah seorang dari mereka mengusulkan agar Evan pergi kedokter.

"Ada Kiara di markas, untuk apa mencari dokter lain." Sahut Evan dengan mata terpejam.

"Tapi alat dimarkas kita belum begitu lengkap."

"Kalau kau bicara lagi aku akan menembak kepalamu!" Bentak Evan tanpa membuka matanya. Tubuhnya terasa sangat sakit, terutama pada luka jahitan ditubuhnya. Mendengar orangnya terus bicara membuatnya meradang.

Satu jam kemudian mobil Evan berhenti di sebuah mansion mewah. Beberapa pria bertubuh kekar menyambutnya saat dia tiba di mansion.

Evan dan beberapa orang itu masuk keruang bawah tanah yang ada di mansion. Begitu pintu ruang bawah tanah dibuka, bau anyir darah seketika meruar.

"Apa dia masih saja bungkam?" tanya Evan dengan ekpresi datar.

"Benar tuan, bahkan salah satu dari mereka mencoba bunuh diri." jelas salah satu dari mereka.

"Lalu apa dia sudah mati?"

"Masih hidup tuan, kami berhasil mencegahnya."

"Yang mana dia?" Tanya Evan sembari menatap satu persatu orang yang ada di sudut ruangan.

Ada tiga orang dalam keadaan terikat disana. Keadaan mereka sungguh mengenaskan. Tubuhnya penuh luka yang mengeluarkan darah segar.

"Itu dia tuan." Pria tinggi tegap disamping Evan mengarahkan jarinya kesalah satu dari mereka.

"Senjatamu," pinta Evan pada orang disampingnya.

"Ini tuan."

"Kalau dia begitu ingin mati, kabulkan saja." Evan mengarahkan senjata ditangannya tepat kekepala orang itu dan..

Brukk!!

Pria itu tumbang bersimbah darah, sementara orang disampingnya terlihat gemetar.

"Lakukan hal yang sama, kalau mereka tak juga buka mulut. Mengincar tuan Sasongko sebagai target kalian sungguh berani!" Evan menyerahkan kembali senjata pada pemiliknya.

Evan berjalan mendekati dua orang yang gemetar ketakuatan.

"Aku tidak memiliki kesabaran lebih seperti mereka. Kalau kau tidak ingin bicara itu adalah hakmu. Tapi kau harus tau, diam adalah mati," ujar Evan dengan suara dalam, sementara ujung sepatunya menekan luka salah satu dari mereka. Pemilik tubuh itu mendesis kesaktian, bukannya melepas Evan malah menekannya semakin dalam.

"Aku mau malam ini mereka buka mulut, sampai batas waktu itu, kalau masih bungkam. Buat mereka menyusul temannya," ujar Evan tegas. Lalu beranjak pergi meninggalkan ruang bawah tanah.

Keluar dari ruang bawah tanah Evan langsung menuju ruang kerjanya. Evan duduk bersandar di kursi sementara netranya taklepas dari layar laptop. Sementara jarinya lihai menekan keyboard.

"Evan biar kuperiksa dulu lukamu," pinta Kiara yang baru saja masuk ruang kerja Evan. Evan menatapnya sekilas lalu kembali focus pada laptopnya.

"Bukan itu yang harus kau urus. Buka filemu sekarang, ada tugas baru untukmu." sahut Evan dengan ekspri datar.

"Lukamu cukup parah Van." ada kehawatiran tersirat diwajah cantik Kiara.

"Istriku sudah mengurus lukaku kau tak perlu kawatir. Kerjakan saja tugasmu tanpa ada kesalahan."

"Baik." Tanpa bicara lagi Kiara keluar dari ruang kerja Evan. Sementara Evan tetap focus pada layar laftopnya.

To be continuous.

1
apajalah
/Hug/...
Yun Ani
mantappppp..suka cerita tentang lelaki setia...
Lin
sangat menarik alur ceritanya /Good//Good//Good/
Lin
Luar biasa
Ane Primasari
keres
andhist82
Ceritanya apik banget,feelnya dapat..asli suka novelnya,terima kasih karyanya..💖🙏
Titin: Terimakasih banyak, mampir juga dikarya tamat lainnya say 🥰🥰
total 1 replies
Wy Ky
keren
Yantik Purwati
Luar biasa
George Lovink
Cih...saat Evan bersama Kiara dia mencibir...apa saat bersama Boy pernah ia berpikir perasaan Evan...
RaFa
karya ini sungguh saya suka karena tokohnya lelaki setia dan cerita tidak bertele-tele.
Juprianto
Luar biasa
Heriah Riduan Nasir
kayka nya suami tenang aja pas di tlp jelita bilang ada yg kepung mobil nya 😀
Sarah Yuniani
Evan cool banget .. bikin visual nya dong thooor
Sarah Yuniani
seru ceritanya ..
Sarah Yuniani
soo suuwiiiit
Sarah Yuniani
suka di part awal , kisahnya lucuuuu
Sarah Yuniani
meleleh oi ... rasa sayang mereka nggak lebay ❤️
Sarah Yuniani
MasyaAllah... selalu suka dengan halal ❤️
Sabaku No Gaara
hehhh...dtng lagi 1 kutu kupret
Sabaku No Gaara
wow ...daebak 👏👏👏👏👏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!