Sarah dipaksa orangtuanya menikahi tunangan adiknya Sally, hanya karena Sarah seorang anak angkat yang terikat balas budi.
Sally adiknya yang selalu dimanja membuat kesalahan besar, berselingkuh dengan mantan pacarnya yang telah menikah berujung lari dari rumah bersama selingkuhannya.
Sementara itu, untuk menutupi aib keluarga dan menjaga hubungan baik dengan partner bisnis sang ayah, Sarah harus bersedia menikahi tunangan adiknya bernama Raka, seorang laki-laki dingin yang bahkan tidak tertarik dengannya.
Kehidupan rumah tangga mereka yang tanpa dilandasi cinta itu tentu saja menuai banyak konflik. Sampai kemudian Sarah menyadari bahwa diam-diam dirinya mencintai Raka.
Masalah lain bertambah saat kemudian Sally muncul kembali dan berusaha merebut kembali Raka darinya.
Apakah Sarah bisa mempertahankan suaminya dan mendapatkan cinta dari Raka ataukah Sarah harus menyerah kepada pernikahan dan cintanya?
Semoga di sukai, ya...🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suesant SW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 35 SEBUAH PENGAKUAN
"Apa yang harus kita bicarakan?"Dion menatap Sarah dengan raut bingung. Sikap Sarah dari tadi seperti orang yang aneh.
Sarah tidak tahu harus memulai dari mana. tapi semuanya memang harus di sampaikan. Dia tak ingin lagi membohongi dirinya dan Dion lebih lama lagi.
"Dion...mungkin malam ini adalah malam terakhir untuk kita." Desah Sarah perlahan.
"Maksudnya..." Dion mengeryitkan dahinya.
"Hubungan kita ini sepertinya bukan hal yang benar."
"Kamu kenapa sih, Cay?" Dion mencondongkan wajahnya, melepaskan sendok yang ada di tangannya.
Sarah berdiri, dia menjadi benar-benar gugup, rasa bersalah yang besar membuatnya bingung harus bagaimana melanjutkan kalimatnya.
Sarah berjalan menuju dispenser, di sudut antara ruang tamu dan kamarnya, untuk sementara berusaha memberi jeda terhadap pembicaraan, sambil mencari kata-kata yang tepat.
Kerongkongannya menjadi benar-benar kering mungkin seteguk dua teguk air akan membuatnya sanggup melanjutkan kalimat-kalimat yang telah dirancangnya sedari pulang dari rumah mama Raka tadi pagi.
Sarah meminum segelas hair dalam segli tengak, berusaha eredam kegelisahan hatinya
"Cay..." entah kapan datangnya, Dion ternyata sudah ada dibelakangnya, mengikutinya dari belakang tanpa suara.
Sarah terkejut setengah mati ketika dia merasakan kedua lengan Dion memeluknya dari belakang.
"Dion..." Sarah menggeliat hendak melepaskan diri tapi lengan itu begitu kuat menahannya.
"Kamu kenapa, Cay?" Dion berbisik di telinga Sarah.
Hembusan nafas Dion terasa hangat di leher Sarah. Dada bidang Dion merapat lekat di punggung sarah.
"Yon, lepaskan..." Sarah menarik kedua lengan Dion, mukanya merah padam.
"Aku benar-benar tidak mengerti apa yang kamu bicarakan, Cay!" Dion mencium rambut Sarah, baru kali ini dia begitu berani melakukan ini pada Sarah.
Selama ini sarah selalu membuat jarak antara mereka, dimana pun dan kapan pun.
Dion menghargai gadis itu, karena dia tahu karakter Sarah yang keras, dia tidak suka disentuh apalagi tanpa seijinnya.
Tapi malam ini Dion tak mau menahan diri lagi, apalagi sikap Sarah membuatnya tiba-tiba ketakutan, gadis itu seolah benar-benar tak ingin dekat lagi dengannya.
"Dion, lepaskan...kita tidak bisa berbicara seperti ini." Sahut Sarah, dengan risih.
Dion melepas pelukannya dan membalik tubuh Sarah, supaya berhadapan langsung dengannya.
Mereka bertukar tatap dengan mata yang sama merahnya. Dion dan Sarah sama-sama menyimpan satu ketakutan sekarang, Sarah masih takut mengungkapkan keinginannya dan Dion lebih takut lagi menebak apa yang akan dia dengar dari mulut gadis itu.
Sarah tidak pernah bersikap seserius ini.
"Bicarakan sekarang, aku siap mendengarnya." Dion menyelami mata Sarah dengan tatapan tajam.
"Kita harus harus mengakhiri semua ini, Yon." desis Sarah.
Dion menyeringai, berusaha menerima perkataan Sarah sebagai joke yang tidak lucu.
"Sudahlah, Cay...kalau ini kau anggap sebagai malam ulang tahunku dan berusaha membuat prank, aku rasa ini tidak lucu."
"Ini bukan prank!" Sergah Sarah. Matanya tak berkedip menatap laki-laki di di depannya itu.
Dion tertawa dengan nada hambar.
"Aku takut, Cay...! Aku takut, swear...! jadi hentikan omong kosong ini, kamu puas? sekarang berhentilah bercanda hal-hal yang tidak penting ini!" Dion mengguncang bahu Sarah seolah hendak menyadarkannya.
"Dion...aku tidak bercanda. Kita memang harus mengakhiri hubungan kita ini!" Sarah memotong kalimat Dion dengan tajam.
"Masalah kita apa, Cay? kamu tidak terima dengan apa yang kukatakan padamu di telpon kemarin itu? kamu marah denganku?"
"Kita tidak ada masalah, aku juga tidak pernah marah padamu."
"Aku minta maaf kalau kata-kataku kemarin telah menyakiti hatimu, aku cuma gak kesal Cay, tapi aku tidak serius, sumpah!" Dion menangkupkan tangannya di pipi Sarah dan dengan segera sarah menepisnya.
"Bukan itu masalahnya, Yon. Hubungan kita ini memang harus segera kita akhiri. Aku adalah istri orang lain statusnya. Kita benar-benar telah meelakukan kesalahan." Sarah menunduk, menghindari tatapan Dion.
"Aku kan sudah bilang, aku bersedia menunggu sampai kamu bercerai dengan Raka." Dion berusaha memeluk Sarah.
"Tapi Dion, kita tidak bisa terus begini. Aku tak bisa menjanjikan apa-apa padamu. Aku merasa telah mempermainkan perasaanmu."
"Aku akan sabar menunggu kamu sampai kamu bisa benar-benar menerimaku."
"Dion, sadarlah...Aku tidak pernah bilang aku mencintaimu selama ini. Kita tidak bisa terus membohongi perasaan kita, dengan berpura-pura tidak tahu apa yang kita rasakan masing-masing."
"Tapi, cay...aku mencintaimu. Aku tak perduli kamu mencintaiku atau tidak. Selama kita masih membuat kesepakatan di dalam hubungan kita ini, aku benar-benar tidak perduli.
Aku percaya cinta akan datang dengan sendirinya jika aku cukup bersabar menunggumu." Ucap Dion dengan suara bergetar.
"Aku tidak ingin kita melanjutkannya lagi, Yon. Ini akan menyakitimu lebih dalam lagi nanti. Lebih cepat lebih baik kita akhiri." Sarah mendongakkan wajahnya pada Dion, membiarkan Dion menatap matanya yang mulai berkaca-kaca. Supaya Dion tahu dia tidak main-main dengan ucapannya.
"Sarah, aku bisa menunggu..." Dion meletakkan kedua telapak tangannya di dinding. Mengurung Sarah yang sekarang terdorong menempel ke dinding dengan tatapan lurus padanya.
"Aku minta maaf, Yon. Kamu tidak harus menerima hal ini, kamu sudah begitu baik padaku." Desis Sarah.
"Aku bisa menunggumu, sampai kapanpun." Dion menekankan kata-katanya itu sekali lagi.
"Tapi aku tidak mau kamu menungguku!" sahut Sarah tajam.
Dion merapatkan tubuhnya. Membuat Sarah semakin menempelkan tubuhnya ke dinding.
"Aku sangat mencintaimu, Sarah. Sangat mencintaimu, tidak ada alasan untuk kita mengakhiri semua ini. Entah ini benar atau satu kesalahan. Tapi kebenaran yang ku tahu, aku mencintaimu!" Dion mendekatkan wajahnya. Tangannya turun dari dinding dan merayap ke pinggang Sarah.
Sarah menggeliat memberi penolakan.
"Aku sudah menerima apapun yang menjadi keputusanmu selama ini, entah yang kurasakan itu sakit atau tidak. Kamu tidak pernah bertanya, dan akupun tidak akan mengatakan apa-apa karena aku sanggup melakukannya untuk bisa membuatmu mencintaiku." Suara Dion terdengar parau.
"Aku siap melakukan apapun Sarah, kecuali berpisah denganmu!" lanjutnya tajam.
"Aku tahu ini sulit di terima, tapi kita harus putus..." Sarah memejam matanya kuat-kuat ketika bibir Dion tiba-tiba menyasar bibirnya, seperti membawa kemarahan dan ketakutan.
Ciuman itu begitu kasar dan gelisah.
"Dion...! Hentikan Dion!" Sarah membuang wajahnya kesamping berusaha mendorong tubuh Dion. Wajah Raka tiba-tiba muncul di kepalanya begitu saja.
Dion sepertinya tidak lagi perduli, dia menangkap tangan Sarah memegangnya dengan begitu kuat.
"Aku mencintaimu, Sarah..."Dion hendak mendaratkan ciumannya lagi kepada Sarah, yang sekarang seperti orang ketakutan.
"Tapi aku tidak mencintaimu."Sarah menjawab, matanya terpejam, sekarang buliran bening itu jatuh di ujung matanya.
"Aku tidak perduli, Sarah...sungguh, selama ini aku tak perduli kamu mencintaiku atau tidak. Aku yakin selama ini, suatu saat kamu akan bisa mencintaiku." Dion memeluk Sarah. Diciumnya leher Sarah dengan dengan mata yang sama terpejam.
"Tapi aku tidak akan pernah bisa mencintaimu, Dion...tidak akan pernah" Sarah benar-benar pasrah sekarang ketika tangan Dion mengunci tubuhnya dengan kuat, sampai-sampai dia merasa remuk.
"Kenapa? Kenapa tidak bisa?" Dion menarik wajahnya dari leher Sarah. Matanya yang merah itu juga berkabut.
"Karena aku...telah mencintai Raka!" Jawab Sarah terbata-bata. Air matanya tumpah, bahunya berguncang keras, kemudian dia terisak dengan tubuh benar-benar pasrah dalam pelukan Dion.
masih ingat aku.