NovelToon NovelToon
Ibu Susu Bayi Sang Duda

Ibu Susu Bayi Sang Duda

Status: tamat
Genre:Duda / Janda / Selingkuh / Ibu Pengganti / Pengasuh / Menikah Karena Anak / Tamat
Popularitas:206.3k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Hari yang seharusnya menjadi momen terindah bagi Hanum berubah menjadi mimpi buruk. Tepat menjelang persalinan, ia memergoki perselingkuhan suaminya. Pertengkaran berujung tragedi, bayinya tak terselamatkan, dan Hanum diceraikan dengan kejam. Dalam luka yang dalam, Hanum diminta menjadi ibu susu bagi bayi seorang duda, Abraham Biantara yaitu pria matang yang baru kehilangan istri saat melahirkan. Dua jiwa yang sama-sama terluka dipertemukan oleh takdir dan tangis seorang bayi. Bahkan, keduanya dipaksa menikah demi seorang bayi.

Mampukah Hanum menemukan kembali arti hidup dan cinta di balik peran barunya sebagai ibu susu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23. Suami istri itu tidur bersama bukan terpisah.

Perjamuan usai, tamu-tamu mulai berangsur pulang. Musik orkestra yang tadi riuh kini hanya terdengar samar di balik pintu hotel. Abraham menuntun Hanum ke mobilnya dengan sikap protektif, seakan tak ingin istrinya disentuh pandangan sinis lagi. Sedangkan, Siska pulang dengan mobil lain.

Di dalam mobil, suasana awalnya hening. Hanya suara mesin dan lalu lintas malam yang mengisi udara. Hanum duduk dengan tangan terlipat di pangkuannya, masih mencoba mengatur napas setelah drama panjang tadi.

Abraham menoleh sekilas, menatap wajah Hanum yang tetap tegak meski sorot matanya masih menyimpan sisa emosi. “Kamu … membuatku terkejut malam ini,” katanya pelan.

Hanum menoleh, gugup. “Kenapa, Mas? Apa aku … terlalu lancang menjawab mereka?”

Sudut bibir Abraham terangkat samar, senyum yang jarang sekali muncul. “Tidak, justru kamu menjawab dengan tepat. Kamu tidak hanya membela dirimu, tapi juga membela posisiku. Itu … pertama kalinya aku melihatmu begitu percaya diri di depan orang banyak.”

Pipi Hanum memanas dan dia menunduk, jemarinya saling meremas. “Aku hanya … tidak ingin orang-orang merendahkan Mas Bian karena aku.”

Abraham menatapnya lama, sorot matanya sulit dibaca. Lalu ia menyandarkan tubuh ke kursi, suaranya dalam.

“Aku tidak peduli omongan mereka. Tapi aku peduli bagaimana kau menanggapi semuanya. Malam ini … kau membuatku bangga, Hanum.”

Deg!

Jantung Hanum berdegup keras mendengar kalimat itu. Dia mengangkat kepalanya perlahan, dan mendapati Abraham menatapnya dengan tatapan yang tidak biasa, hangat, teduh, dan entah kenapa membuat dadanya bergetar.

“Mas…” suara Hanum hampir berbisik.

Abraham mengulurkan tangannya, menggenggam jemari Hanum erat. “Mulai sekarang, jangan pernah tunduk pada siapa pun. Kau istriku dan sebagai istriku, kau berhak berjalan dengan kepala tegak.”

Hanum membeku, matanya berkaca-kaca. Untuk sesaat, semua rasa takut, canggung, dan keraguan yang ia simpan selama ini seolah luruh begitu saja. Dia hanya bisa mengangguk kecil, suaranya tercekat. “Iya, Mas…”

Mobil terus melaju menembus malam, namun di dalamnya, ada kehangatan yang baru saja tumbuh di antara mereka. Sebuah titik awal dari hubungan yang semakin sulit mereka pungkiri.

Mobil mewah itu berhenti tepat di pelataran rumah besar keluarga Biantara. Lampu-lampu taman menyala temaram, menerangi jalan setapak menuju pintu utama. Abraham turun lebih dulu, lalu menuntun Hanum dengan penuh wibawa. Gaun maroon yang dipakai Hanum bergoyang lembut mengikuti langkahnya, sementara tatapan Abraham tak pernah lepas darinya, seolah ingin memastikan istrinya itu tetap nyaman.

Begitu memasuki rumah, seorang pengasuh langsung mendekat. Ia menunduk hormat, lalu melaporkan dengan suara pelan, “Tuan, Nyonya … Tuan Muda Kevin sudah tertidur pulas di kamarnya. Hari ini beliau sangat ceria, makan banyak, dan tak rewel sama sekali.”

Hanum tersenyum hangat mendengarnya, lega sekaligus bahagia. “Syukurlah,” gumamnya pelan. Abraham hanya mengangguk kecil, namun sorot matanya terlihat sedikit melunak.

Ketika pengasuh itu sudah berlalu, Abraham berhenti di tangga besar, lalu berbalik menatap Hanum. Dia menatap dalam, membuat Hanum gugup dan menunduk refleks.

“Hanum,” suaranya dalam, tegas, tapi juga mengandung sesuatu yang berbeda malam itu. Hanum mengangkat wajahnya, berusaha menahan degup jantungnya.

“Iya, Mas?”

Abraham menelan ludah, lalu berkata dengan mantap, “Mulai malam ini … kau tidur di kamarku. Suami istri tidak seharusnya tidur terpisah.”

Hanum membelalak, tubuhnya seketika kaku. Selama ini, meski berstatus istri sah, ia masih tidur di kamar yang berbeda, menjaga jarak karena Abraham sendiri yang tidak pernah menyinggung soal itu. Kini, kalimat sederhana Abraham terasa seperti gemuruh besar yang mengguncang hatinya.

“Ma-mas…” Hanum gagap, wajahnya merona. “Apa … tidak apa-apa?”

Alis Abraham terangkat, ia mendekat selangkah hingga jarak mereka begitu dekat. “Kenapa harus tidak apa-apa? Kau istriku ... tempatmu ada di sisiku.”

Hanum terdiam, matanya bergetar menahan perasaan yang sulit ia jelaskan. Dia ingin menolak karena gugup, tapi bagian dalam hatinya justru hangat mendengar pernyataan itu. Abraham tidak memberi kesempatan untuknya berpikir lebih lama. Pria itu langsung melangkah menaiki tangga dengan tenang, lalu berhenti sejenak menoleh ke belakang.

“Ayo, Hanum.”

Dengan langkah ragu, Hanum mengikuti. Suasana rumah begitu hening, hanya suara langkah sepatu mereka yang bergema. Setiap anak tangga yang ia naiki, jantung Hanum terasa semakin berdegup kencang.

Sesampainya di kamar utama, Abraham membuka pintu lebar-lebar. Ruangan itu luas, dengan ranjang besar berkanopi, lampu gantung kristal yang berkilauan, dan aroma maskulin yang khas dari pemiliknya. Hanum berdiri di ambang pintu, seolah tidak percaya ia akhirnya akan tidur di ruangan itu.

Abraham menoleh, memperhatikan istrinya yang tampak gugup. “Kau terlihat ketakutan.”

Hanum cepat-cepat menggeleng. “B-bukan takut … hanya … canggung.”

Pria itu berjalan mendekat, lalu menunduk sedikit, menatap matanya. “Jangan canggung, aku tidak akan melakukan apa pun yang membuatmu tidak nyaman. Aku hanya ingin … kau ada di sisiku, Hanum.”

Kalimat itu sederhana, tapi jujur, membuat Hanum nyaris menitikkan air mata. Ia mengangguk kecil, suaranya hampir tak terdengar. “Iya, Mas.”

Abraham kemudian melepas jasnya, meletakkannya di kursi, lalu duduk di tepi ranjang sambil melonggarkan dasinya. Hanum berdiri kikuk, tak tahu harus berbuat apa. Melihat itu, Abraham menepuk sisi ranjang di sebelahnya.

“Duduklah.”

Hanum menurut, duduk dengan hati-hati. Ranjang besar itu terasa semakin luas ketika ia hanya duduk berdua dengan Abraham. Hening sejenak menyelimuti mereka.

“Hanum,” Abraham membuka suara lagi, suaranya kali ini lebih lembut. “Malam ini … aku hanya ingin kita benar-benar menjadi suami istri. Bukan hanya di mata orang, tapi juga di hati kita.”

Hanum menoleh perlahan, menatap pria yang kini begitu dekat dengannya. Sorot mata Abraham tidak lagi sekadar dingin atau penuh wibawa, tapi ada sesuatu yang tulus, sesuatu yang membuat Hanum tidak bisa lagi berpura-pura tidak merasakan debaran aneh di dadanya.

“Aku akan berusaha, Mas,” jawab Hanum dengan suara bergetar. “Aku ingin belajar menjadi istri yang … layak untukmu.”

Abraham menatapnya dalam, lalu dengan gerakan pelan ia menyentuh jemari Hanum, menggenggamnya erat. “Kau sudah lebih dari layak. Kau hanya perlu percaya pada dirimu sendiri.”

Air mata Hanum akhirnya jatuh, tapi kali ini bukan karena kesedihan, melainkan karena keharuan. Ia tersenyum samar, lalu menunduk malu. Abraham mengusap lembut pipinya, menghapus air mata itu dengan jemarinya.

“Tidurlah, Hanum,” bisiknya lembut. “Malam ini, aku ingin kau beristirahat tanpa rasa takut sedikit pun.”

Dengan hati-hati, Abraham membantu istrinya berbaring di sisi ranjang, lalu ia sendiri merebahkan tubuhnya di sebelahnya. Lampu kamar diredupkan, menyisakan cahaya temaram yang menenangkan. Hanum masih merasakan canggung, tubuhnya kaku, tapi genggaman tangan Abraham yang tetap erat membuatnya perlahan merasa aman.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Hanum yang awalnya tak bisa memejamkan mata, akhirnya perlahan terlelap karena kehangatan yang dipancarkan Abraham di sisinya.

Abraham menoleh, menatap wajah tenang istrinya yang tertidur. Senyum samar terukir di bibirnya. Malam itu, untuk pertama kalinya, kamar besar itu tidak terasa dingin dan kosong lagi. Ada Hanum, istrinya, yang kini mengisi setiap sudut ruang dan hatinya.

Hanum, masih memakai gaun itu, bahkan beberapa perhiasan belum terlepas dari tubuhnya. Perlahan, tangan Abraham menyentuh leher Hanum untuk membuka semua yang ada di sana. Serta membuka melepas cincin dan gelang.

'Alma, aku memang mencintaimu. Aku tidak berbohong! Tetapi, urusan kita berdua sudah berbeda, alam kita yang beda. Kali ini, aku hanya ingin kamu restui hubungan aku dengan Hanum,' batin Abraham berbisik lirih, jendela kamar itu terhantam kuat oleh angin yang kencang, seakan itu sebagai jawaban dari Alma.

1
Kimo Miko
😁😁😁😁😁😁 nyesel ya sudah kehilangan hanum.
Kimo Miko
halo.... galih.... kenapa harus lapir sama kamu hanum menikah dengan siapa. batu berlian kau buang dan kau pungut kerikil tajam yang akhirnya mengenaimu sendiri. meskipunhanum dirumah dianggap ibu pengasuh buat kevin diluar diakui sebagai istri seorang abraham biantara
Kimo Miko
hanum nasibmu kok ngenes buaaaanget sih. punya suami selingkuh sampai kamu keguguran kemudian dicerai. nikah lagi dapat suami menganggap sebagai ibu susu anaknya. sama saja dijadikan istri tapi tak dianggap dan hanya dimanfaatkan kesannya seperti sapi perah
Sastri Dalila
👍👍
Kimo Miko
sambil menunggu masa idhahnya hanum bisa jadi ibu susunya dulu karena darurat doalnya bayinya menolak susu formula
Kimo Miko
untung kamu sudah dicerai galih. kalau belum makan hati tiap hari. biarkan Tuhan yang membalaskan sakit hatimu hanum. balasan dari Tuhan lebih berat
Kimo Miko
singa saja sama anaknya sayang. mbak kunti yang sering bergelantungan juga sayang sama bayinya. eee.... galih..... manusia punya akal pikiran dan perasaan kok bisa tega . itu otak terbuat dari sampah kali ya.,...
Ceriwis
/Drool/
Asyatun 1
keren thoor
Asyatun 1
lanjut
Erlinda
kenapa sih ada istri setolol Hanum ini
Erlinda
jujur aq paling benci melihat tokoh wanita yg bodoh lemah dan goblok seperti Hanum ini. cuma diam menangis seakan ga punya mulut utk bicara dan membalas perlakuan buruk yg diterima nya sumpah Thor gemes banget AQ melhat perempuan tolol ini
ken darsihk
Tamat yak
Btw terimakasih author bacaan yng bagus 👏👏👏❤❤❤
Aisyah Alfatih: kembali kasih kak..🤭
total 1 replies
ken darsihk
❤❤❤❤❤❤
ken darsihk
Galih gendong anak kecil anak nya siapa itu ??
ken darsihk
Aq sdh ada di novel terbaru nya author ❤❤
Aisyah Alfatih: maksih kakak 💕
total 1 replies
ken darsihk
💪🏼💪🏼 mas Bian
Fitria Syafei
Terimakasih kk cantik 😍😍 kereeen 🥰
Naufal Affiq
kenapa selesai sih kak,aku suka ceritanya
Aisyah Alfatih: lanjut yang baru ya kak 💕💕🤭
total 1 replies
altanum
Hanum jadi wanita tangguh dan bisa mengembangkan bakatnya di tangan suami yg tepat.bahagia selalu dengan kluarga kecil yg saling menyayangi
ceritanya keren thor.
terus semangat berkarya thor 🥰 🥰 🥰 🥰
Aisyah Alfatih: terima kasih, kakak 💕 jangan lupa mampir di karya baru ya ..
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!