Kematian yang menyedihkan kembali membawanya hidup dalam sosok yang lain. membalaskan dendam yang belum usai kepada orang-orang yang sudah menyakitinya tanpa ampun. Penderitaan yang ditanggung begitu besar, hingga bernapas rasanya menyakitkan.
Namun, itu dulu. Kini ia kembali dengan penampilan yang baru. Kelemahan terbesarnya kini telah musnah. Semua yang dulu menganggapnya sampah akan dia singkirkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hairunnisa Ys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelicikan Tasma
Hari pertama Saira bertugas, ia membuat sebuah peraturan yang ketat. Hal ini sengaja dia terapkan untuk meminimalisir kesalahan bawahannya. Saat pertama dia memasuki hotel ini, banyak karyawan yang tidak memiliki attitide yang sesuai dengan pelayanan prima. Sebagai pelayan, harus bisa bersikap selayaknya.
Terbukti, ada beberapa karyawan yang diketahui bermasalah dengan waktu dan selama ini ditutupi oleh manajernya. Lantaran mereka berdua memiliki kecantikan di atas rata-rata. Namun, bagi Saira yang paling utama adalah sikap dan melayani tamu dengan baik. Tapi Saura masih memberikan kesempatan ada keduanya, ia akan melihat sejauh mana mereka akan bertindak.
"Alyne, apa jadwal saya selanjutnya?" Saira masih terlihat sibuk memeriksa beberapa berkas dengan jeli.
"Akan ada meeting bersama Tuan Alex dari hotel Acia pukul empat sore, Bu. Tempatnya di Manise Cafe," ucapnya dengan sopan.
"Kau boleh pergi," ucapnya dan Alyne segera keluar dan melanjutkan kembali tugasnya.
Saira merebahkan diri di kursi kebesarannya. Ingatan kembali berkelana menuju Indonesia. Jantungnya masih berdetak abnormal saat mengingat nama negara kelahirannya. Banyak teraimpan luka yang tidak akan pernah sembuh oleh apa pun. Dua minggu lagi ia akan terbang ke sana untuk menjalin kerja sama dia ngan perusahaan mantan suaminya. Ia sebenarnya tidak ingin melakukannya. Namun, sebagai seorang pebisnis, ia harus bersikap profesional.
"Ini akan sangat melelahkan," gumamnya sambil menutup mata pelan. Ia ingin sekali menghapus semua memori yang tersangkut di kepalanya.
Hari sudah menjelang malam dan Saira memutuskan untuk segera kembali ke rumahnya. Ia menemui sekretarisnya yang masih berada di sana. Prinsip gadia itu, baru akan pulang setelah bos besarnya pulang.
"Kamu belum pulang Alyne?" tanya Saira.
"Saya menunggu Ibu pulang terlebih dahulu," ucapnya sopan.
"Ya sudah kalau begitu, ayo kita pulang. Di mana rumahmu? Aku akan mengantarnya."
"Tidak perlu Bu, saya bisa pulang sendiri."
"Kalau begitu saya duluan."
Saira segera pergi keninggalkan sekretarisnya sambil menggelengkan kepala. Ia juga tidak mau ambil pusing mengenai gadis itu. Dengan mengendarai mobil kesayangannya ia kini suda sampai di mansionnya. Seorang pembantu segera membuka pintu. Sesampainya di ruang tamu, ia disambut oleh sebuah drama yang sangat membuatnya muak.
"Ada apa ini?" tanya Saira dingin. Matanya menatap tajam pada dua sosok yang kini sedang menangis.
"Sayang, katakan sama Tantemu kalau kamu tidak pernah membencinya." Halena terdengar memohon dan hal itu memuat Saira tidak senang.
"Aku memang tidak pernah menyukai semua orang yang tinggal di rumah ini." begitu dingin dan menusuknya kalimat yang Saira ucapkan dengan satu tarikan napas.
"Kau lihat Kakak, putrimu memang tidak pernah menyukaiku. Apa salahku selama ini padanya."
William tampak menghampiri Saira dengan tatapan tajam, akan tetapi bukan Saira namanya jika tidak bisa melakukan hal yang sama. Ayahnya sudah salah memihak orang yang menyebabkan putrinya meninggal.
"Cepat minta maaf sama Bibimu!"
"Aku akan meminta maaf jika sudah berbuat salah. Tapi Pa, aku sama sekali tidak melakukan apa pun pada mereka."
Hal itu semakin membuat William marah besar, bagaimana bisa putrinya yang sangat lemah lembut, berubah menjadi orang yang keras kepala.
"Kalau kamu keras kepala, Papa akan membuatmu menyesal. Cepat minta maaf pada Bibimu!" peringat William dengan tegas. Terlihat dari nadanya ia tidak suka dibantah.
Halena menghampiri putrinya dan menatap memohon agar mengalah dengan ayahnya. Namun, sebuah senyuman sinis terukir dari bibir ranum miliknya. Ia mendekati William dan tersenyum mematikan.
"Jika ada yang akan menyesal, itu bukan aku tapi Papa. Jika Papa terus memaksaku melakukannya, aku akan pergi jauh meninggalkan kalian semuanya!"
Ancaman Saira tampaknya membuat Willian terdiam dan Halena menangis. "Tidak, Mama tidak akan membiarkan hal itu terjadi, kamu anaknya Mama satu-satunya."
"Kalau begitu, Mama harus bisa pilih aku atau Bibi Tasma."
-----
kenapa jadi abu-abu 🤔
cuiiiiiihhh 🖕🖕
apa itu masuk ya Thor🤔
cuuiiiiiiihhhh 🖕🖕🖕🖕🖕