NovelToon NovelToon
Istri Siri Mas Alendra

Istri Siri Mas Alendra

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Duda / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:91.6k
Nilai: 5
Nama Author: fitTri

Istriku menganut childfree sehingga dia tidak mau jika kami punya anak. Namun tubuhnya tidak cocok dengan kb jenis apapun sehingga akulah yang harus berkorban.

Tidak apa, karena begitu mencintainya aku rela menjalani vasektomi. Tapi setelah pengorbananku yang begitu besar, ternyata dia selingkuh sampai hamil. Lalu dia meninggalkanku dalam keterpurukan. Lantas, wanita mana lagi yang harus aku percaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fitTri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gejolak Rasa

🌸

🌸

“Semangat sekali hari ini?” Beberapa manajer keluar hampir bersamaan dari ruang rapat setelah pertemuan dengan pimpinan cabang pada menjelang siang itu.

“Biasa saja.” Alendra menanggapi Danang yang berjalan di sampingnya.

“Curiga dapat bonus lebih besar nih?”

Pria itu hanya tertawa.

“Benar, kan? Apa sangat besar?”

“Nggak lah, biasa saja. Ya … lumayan lah untuk nambah tabungan.”

“Apa? Tabungan? Ya dipakai dong. Beli apa gitu?”

“Hahaha, untuk sekarang belum butuh apa-apa.”

“Masa?”

“Sepertinya, ya.”

“Masa nggak butuh apa-apa? Hiburan misalnya?”

“Hiburan?”

“Ya. Cuci mata, jalan-jalan.”

“Pak Danang ini seperti abege saja.”

“Hey, yang butuh healing bukan cuma abege, Pak Alendra. Kita-kita yang sudah dewasa juga butuh. Malah, sangat-sangat butuh. Untuk penyegaran.”

“Ya, ya, ya. Tapi healing saya cukup tidur seharian saja di rumah, Pak.”

“Apa-apaan? Masa cuma di rumah? Jadi, selama liburan kemarin Bapak nggak ke mana-mana?”

Alendra tersenyum sambil menggelengkan kepala.

“Ah, apa serunya seperti itu?”

“Istirahat, Pak. Jadi nggak seru. Tapi sehat.” Dia tertawa.

“Sesekali lah kita senang-senang. Pergi dengan yang lain, misalnya.”

“Pergi? Pergi ke mana?”

“Ya pergi. Nongkrong, kumpul-kumpul. Cari hiburan lah sepulang kerja.”

“Lalu pulang malam?”

“Ya sesekali.”

Alendra kembali menggelengkan kepala.

“Ah, saya tau. Bapak lebih betah di rumah ya?”

“Memang. Kerja itu sudah capek, terus kita malah pergi keluar di waktu istirahat. Apa nggak tambah lelah?”

“Bukan itu maksud saya.”

“Lalu apa?”

“Bapak healingnya di rumah?” Danang sedikit berbisik.

“Ya ‘kan tadi sudah saya bilang.”

“Sama Asyla? Hahaha.”

“Apa?” Dua pria itu berhenti melangkah.

“Bercanda, Pak. Nggak mungkin begitu, kan? Hahaha.”

Alendra berdecak sambil menggelengkan kepala.

“Tapi kalau misalnya iya juga nggak apa-apa. Itu … sudah biasa.”

Alendra terdiam.

“Nggak ya? Hahaha. Nggak apa-apa kalau nggak. Tapi … bisa dong itu untuk saya?” Danang menaik turunkan alisnya sambil tersenyum mencurigakan.

“Maksud Pak Danang?”

“Ya, kalau nggak sama Bapak, mungkin bisa Asyla nya untuk saya?”

“Hah?”

“Terus terang saya tertarik sama Asyla. Waktu ketemu di di villa Pak Alendra, kok rasanya terkesan ya?”

“Pak Danang suka sama Asyla?”

“Begitulah kira-kira.”

“Bapak ‘kan punya istri?”

“Ah, Bapak ini. Seperti yang tidak tau saja. Semua orang juga begitu, apalagi untuk laki-laki seperti kita. Butuh sesuatu yang baru biar tetep semangat.”

Alendra tertegun.

“Titip salam buat Asyla ya, Pak? Nanti kapan-kapan saya main lagi ke sana.” Danang menepuk pundak Alendra sebelum akhirnya pergi.

***

Bapak mau tambah lagi kopinya?” Listy muncul menawarkan jasa, setelah meletakkan beberapa dokumen di meja.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam tetapi kantor Mart ‘N Funn cabang Bandung ini masih sibuk. Awal tahun bukannya santai tetapi malah bertambah pekerjaan. Ini dikarenakan ada beberapa toko baru yang buka secara bersamaan.

“Boleh, sepertinya masih perlu. Dokumen barunya masih ada lagi nggak?” Alendra merenggangkan tubuh yang terasa pegal akibat duduk terlalu lama di kursi demi menyelesaikan pekerjaan. Memeriksa data keuangan, mengaudit pengeluaran dan mengawasi pemasukan. 

“Sebenarnya ini yang terakhir, Pak.” Listy menunjuk dokumen yang barusan diletakkannya di meja.

“Oh, baiklah. Saya harus menyelesaikannya sekarang juga.” Lalu Alendra bersiap lagi melanjutkan pekerjaan.

“Oh iya, kalau sudah selesai kamu boleh pulang kok. Saya nggak apa-apa.” Alendra melirik jam tangannya.

“Kan Bapak belum selesai, jadi saya masih akan tetap di sini.” Namun sekretarisnya itu menjawab.

“Pulanglah. Dokumennya nanti saya simpan di laci, jadi besok pagi kamu tinggal ambil di sini.”

“Nggak apa-apa, Pak. Saya bisa menunggu.”

“Bisa sampai tengah malam, Listy. Rumah kamu jauh, kan?”

“Sudah biasa, Pak.” Wanita itu tersenyum.

“Serius?”

“Iya. Lagian, kalau setor malam ini semua ‘kan enak, besok nggak ada tanggungan. Kita tinggal menunggu yang baru, jadinya nggak ada laporan yang ketumpuk.”

“Hmm … iya juga sih. Tapi kasihan ‘kan kamu?”

“Namanya juga kerja, Pak. Itu ‘kan resikonya.”

Alendra mengangguk-anggukkan kepala. “Baiklah kalau begitu, ingatkan saya untuk menambah bonus mu di gajian nanti, ya?” Lalu dia kembali pada pekerjaannya.

“Baik, Pak.”

“Terima kasih, Listy.”

“Sama-sama, Pak.” Listy segera keluar dari ruangan dan meminta seorang office boy untuk membuatkan kopi permintaan Alendra.

***

Pukul 11.30 dokumen terakhir masih dia kerjakan ketika Listy kembali, bermaksud mengambil laporan jika Alendra sudah selesai.

“Sedikit lagi, Listy.” Tanpa menoleh dia sudah tau siapa yang datang dan itu membuat sekretarisnya tersebut terkekeh.

“Saya cuma memeriksa, Pak. Siapa tau Bapak butuh bantuan?” Listy mendekati meja.

“Nggak usah, ini tinggal sedikit lagi.” Kedua manik kelam itu menatap komputer untuk menyamakannya dengan yang dia baca di dokumen, dan dia masih se serius itu meski sudah bekerja sejak pagi.

“Iya, tadinya saya pikir belum.” Dan Listy tetap berdiri di sana menatap sang atasan dengan pandangan memuja. Kekagumannya kepada pria itu bertambah berkali-kali lipat, apalagi jika dalam keadaan bekerja seperti ini. Dedikasinya terhadap perusahaan memang tidak usah dipertanyakan lagi. Dia begitu loyal dan tekun, maka tidak heran jika kantor pusat sangat mengandalkannya soal pekerjaan ini.

“Kenapa? Mau pulang, ya? Sudah saya bilang, kan seharusnya kamu pulang dari tadi. Kamu sih nggak dengar saya.”

Listy tertawa lagi, lalu dia melirik cangkir kopi yang masih penuh. Sepertinya minuman itu belum Alendra sentuh.

“Kopinya nggak Bapak minum? Mungkin sudah dingin. Mau saya ganti?”

“Hum?” Alendra pun melirik cangkir kopinya, “saya lupa kalau hari ini sudah terlalu banyak minum kopi. Katanya nggak boleh.”

“Hum? Kata siapa?” 

“Kata Asyla.”

“Asyla?” Listy mengerutkan dahi.

“Iya. Dia bisa ngomel kalau tau saya kebanyakan minum kopi.” Bibirnya melengkung membentuk garis senyum saat dia mengingat asisten rumah tangganya itu. Sementara Listy menatapnya dengan dahi sedikit berkerut.

“Eh tapi, dia ‘kan nggak tau ya?” Namun sedetik kemudian Alendra meraih cangkir tersebut dan meminumnya hingga habis setengahnya. “Sayang juga kalau nggak diminum.” Lalu dia meletakkannya lagi dibawah tatapan sang sekretaris.

“Nah, selesai!” Alendra menekan tombol untuk menyimpan file itu setelah menyelesaikan pekerjaannya.

“Alhamdulillah.” Dan dia kembali meregangkan tubuhnya dengan perasaan lega sambil menunggu mesin print menyelesaikan cetakan dokumen yang telah dikerjakan, sedangkan Listy membantunya merapikan meja seperti biasa.

Namun tiba-tiba saja Alendra merasakan perubahan pada tubuhnya. Udara mulai memanas dan timbul desir-desir aneh di seluruh tubuh.

“Bapak baik-baik saja?” Listy yang menyadari hal itu segera mendekat, namun Alendra yang tengah melonggarkan dasinya hanya menggeleng.

“Bapak sakit? Kok keringatan?” Wanita itu tanpa segan bermaksud menyentuh dahinya, tetapi Alendra segera menghindar. 

Napasnya mulai tersengal dan wajahnya memerah. Dia merasa begitu kehausan.

“Bisa ambilkan minum, Lis?” pintanya sambil melirik dispenser di sudut ruangan, dan Listy segera menurutinya. Dia segera menenggak air minum hingga habis dan tergesa, bahkan memintanya lagi sampai dua kali.

“Bapak kenapa?” Listy kembali mendekat.

“Saya ….” Jantungnya berdegup kencang, dan seperti hendak meledak apalagi ketika Listy menyentuh lengannya. Hampir saja Alendra hilang kesadaran saat ada dorongan kuat dari dalam diri.

“Pak?” Listy tampak terkejut saat pria itu hampir saja memeluknya, tetapi dengan segera Alendra menjauh.

“Saya pulang duluan, Lis.” gegas dia keluar dari ruangan.

“Pak Alendra?” Namun dari arah samping ruangan Danang setengah berlari, “pulang sekarang, Pak?” tanya nya sambil menepuk bahu rekannya tersebut.

“Sampaikan salam saya sama Asyla, ya?”

Alendra tak menjawab, namun kilatan di matanya tampak tak suka. Lalu dia melanjutkan langkah yang sedikit terseok sambil melepaskan dasi dan jas nya.

“Pak Alendra sakit?” Danang mengejarnya bersamaan dengan Listy yang mengekor di belakang.

“Kenapa, Lis?” Lalu dia bertanya pada wanita itu.

“Nggak tau, Pak. Tiba-tiba saja begini.”

“Pak?” Dua orang itu mengikutinya hingga ke tempat parkir dan menemukan mobilnya.

“Pak Alendra butuh bantuan?” tanya Danang lagi yang menghentikan Alendra ketika dia hampir saja masuk ke mobilnya, tetapi tak ada jawaban.

“Listy, temani pak Alendra. Saya takut kenapa-kenapa. Saya ikuti di belakang!” ujar Danang yang segera berlari ke arah mobilnya yang kebetulan berada tak jauh dari sana, sedangkan Listy mengikuti apa yang dikatakannya.

“Turun, Listy. Kamu mau apa?” Dsn Alendra hampir saja menjalankan mobilnya ketika wanita itu masuk dan duduk di kursi penumpang.

“Saya mau menemani Bapak. Takut kenapa-kenapa.” Dia menjawab.

“Nggak usah, Listy. Kamu turunlah!” Napas Alendra sudah tersengal-sengal.

“Nanti Bapak kecelakaan!!”

“Tidak akan, ….”

“Atau saya yang bawa saja mobilnya?”

“Nggak perlu!” Alendra membentak, namun dia sendiri merasa terkejut karena tak biasanya merasa begitu emosional.

“Umm … maaf. Lebih baik kamu turun saja.”

“Nggak, Pak. Saya harus memastikan kalau Bapak baik-baik saja.”

“Listy!!”

“Saya bertanggung jawab atas keselamatan Bapak! Nanti apa yang mau saya katakan sama atasan kalau Bapak kenapa-kenapa?”

Alendra terdiam.

“Pak, tolonglah. Bisa pindah ke belakang saja? Biar saja yang bawa mobilnya.” Tanpa menunggu jawaban Listy segera turun dan membantu Alendra pindah ke kursi belakang. Keadaannya sudah kepayahan karena gejolak di dalam diri yang hampir tidak tertahankan. Dan dia pasrah saja ketika sekretarisnya itu mengambil alih kemudi untuk segera membawanya pulang. Sementara mobil Danang mengikuti dari belakang.

🌸

🌸

Kenapa atuh Pak?🙈🙈

1
suminar
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
suminar
🥵🥵🥵🥵🥵
Ratu Tety Haryati
Orangtua dan tamu melihat interaksi mereka dengan raut heran dan bertanya2
suminar
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Ratu Tety Haryati
Sebenarnya kamu pasti tahu ujung dari pertemuan dan pembicaraan ini, Ale... Orangtua kedua belah pihak berusaha menjodohkan kalian.

Untuk itu siap atau tak siap kamu harus segera bicarakan pernikahanmu dengan, Syla, pada orangtuamu.
Ratu Tety Haryati
Nah bener itu, Le... Masa iya pabrik yang megang dan menangani kakak2mu yang lain, terus Si Resta ngomongin bisnisnya sama, kamu
Gak masuk nalar...
suminar
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Ratu Tety Haryati
Teh Sari-Sarian dan Teh Kotak-Kotakan😂
suminar
ehhhh
suminar
🤭🤭🤭🤭🤭
Ratu Tety Haryati
Yang semangat jodoh2in anak bianya, Para Ibu2. Dan klo benar, Bu Andin gak kapok jodoh2in, Ale.
Ratu Tety Haryati
Ketawanya orang kaya emang gimana, Syl? Apa kayak kita pada umumnya yang klo ada hal lucu atau bahagia ketawanya ngakak🤣🤣🤣
Ratu Tety Haryati
Bu Andin ternyata doyan bala-bala, gehu, jeung huwi goreng😂
suminar
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Ratu Tety Haryati
Mantan mantu ibu kan idependent women, cuma bisa mengurus dirinya sendiri tanpa dipusingkan mengurus keperluan suaminya.
suminar
adoohhh🤭
suminar
😄😄😄😄😄
Ratu Tety Haryati
Gerakan tangan itu kode orang kaya nyuruh kita diam ya, Syl?🤭
suminar
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Ratu Tety Haryati
Bakal tertunda lagi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!