Selama tiga tahun ini, Hilda Mahira selalu merasa tertekan oleh ibu mertuanya dengan desakan harus segera memiliki anak. Jika tidak segera hamil, maka ia harus menerima begitu saja suaminya untuk menikah lagi dan memiliki keturunan.
Dimas sebagai suami Hilda tentunya juga keberatan dengan saran sang ibu karena ia begitu mencintai istrinya.
Namun seiring berjalannya waktu, Ia dipertemukan lagi dengan seorang wanita yang pernah menjadi kekasihnya dulu. Dan kini wanita itu menjadi sekretaris pribadinya.
Cinta Lama Bersemi Kembali. Begitu lebih tepatnya. Karena diam diam, Dimas mulai menjalin hubungan lagi dengan Novia mantan kekasihnya. Bahkan hubungan mereka sudah melampaui batas.
Disaat semua permasalahan terjadi, rahim Hilda justru mulai tumbuh sebuah kehidupan. Bersamaan dengan itu juga, Novia juga tengah mengandung anak Dimas.
Senang bercampur sedih. Apa yang akan terjadi di kehidupan Hilda selanjutnya?
Yuk ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Pecat
Sepeninggal Hilda, Dimas langsung menuju rumah sakit.
"Dimas, pagi-pagi kok udah ke sini? Emangnya kamu nggak ke kantor?" Tanya ibu Mayang sambil mengupas jeruk.
"Apa yang sudah ibu lakukan sama Hilda?"
"Apa maksut kamu? Ibu tidak melakukan apapun sama dia."
"Tentang rumah itu? Apa ibu merampasnya?"
"Tidak, untuk apa Ibu merampas rumah yang memang seharusnya milik kita?"
"lalu apa yang kulakukan sama Hilda?"
"Jangan berlebihan. Ibu hanya mengingatkan dia supaya tahu diri dan tidak memakai fasilitas yang bukan miliknya."
"Itu sama saja ibu merampas rumah yang sudah aku berikan untuk Hilda Bu. Itu adalah satu-satunya kenangan yang bisa aku berikan untuknya karena aku sudah menyakitinya."
"Itu terlalu mewah Dim."
"Bu, apa ibu tahu bagaimana susahnya Hilda sekarang? Dia tidak punya tempat tinggal yang layak untuk beristirahat. Dia hanya bisa mengontrak rumah kecil yang kumuh untuk berteduh dari dinginnya air hujan dan panasnya terik matahari. Dia bahkan harus bekerja sampai larut malam agar bisa membeli sesuap nasi untuk dia dan calon anaknya. Apa ibu tahu semua itu?."
"Calon anak?"
"Iya bu, ternyata Hilda hamil anakku"
"Yang benar kamu?"
"Untuk apa aku berbohong?"
"Jangan-jangan dia hamil anak laki-laki lain?"
"Aku sudah melihat buku pemeriksaan kehamilan miliknya. Usia janin itu sudah 2 bulan lebih. Dan aku ingat betul kapan terakhir aku berhubungan badan dengannya."
Bu Mayang terdiam. Antara percaya dan tidak. Jika bukan Dimas sendiri yang membuktikan kebenaran itu mungkin Ia bisa menolak bahwa anak itu bukan cucunya. Tapi kenyataannya? Wanita yang selalu ia sudutkan akhirnya akan memberikannya seorang cucu.
Yang namanya seorang wanita pasti memiliki sedikit hati nurani yang lembut. Begitupun dengan Ibu Mayang. Jujur, jauh dari dalam lubuk hatinya, ia merasa menyesal dengan perceraian Hilda dan Dimas.
Karena mau bagaimanapun Bu Maya mengakui kalau Hilda adalah menantu yang rajin dan baik. Hanya saja keinginannya memiliki cucu selalu menjadi bahan utama untuk terus menyudutkan wanita itu.
Watak seorang Bu Mayang memang keras. Ia bukanlah orang yang mudah mengakui kesalahannya. Karena gengsi yang selalu ia kedepankan maka ia tak mau mengambil pusing tentang cucu yang ada pada wanita miskin itu. Toh lagi pula dia juga akan punya cucu dari wanita yang lebih cantik dan modis. Pikirnya.
"Apa yang harus aku lakukan Bu? Aku malah menceraikannya? Aku menelantarkan istri yang baik dan juga menelantarkan calon anakku? Aku jahat Bu! Aku baj*ngan!. Aku Baji**an!." Dimas mulai tersendu dan hampir menangis. Ia memukul dadanya sambil merosot ke lantai.
"Sudahlah Dim. Jangan menyalahkan dirimu. Semuanya bukan murni kesalahanmu. Hilda juga salah. Andai saja Hilda mengatakan yang sejujurnya dari awal, semua ini tidak akan terjadi. Dan perceraian ini tidak akan pernah ada. Jadi biarkan dia menjalani keputusan yang diambil sendiri. Toh sebentar lagi kamu juga mau punya anak kan dari Novia? Lebih baik kamu lupakan dia dan fokus saja pada istri kamu."
Dimas terdiam. Ia menatap wajah Novia yang masih tertidur lelah diatas ranjang rumah sakit. Dimas tau ini tak adil. Tapi entah mengapa ia merasakan perbedaan antara kehamilan Novia dan Hilda.
Di kehamilan Novia, ia tak merasakan ketertarikan sama sekali. Berbeda dengan Hilda. Hanya mengetahui kabar kehamilan dari mantan istrinya saja Dimas begitu terharu. Jauh dari dalam lubuk hatinya, Dimas merasakan getaran hebat. Ia merasakan kebahagiaan tersendiri yang tak mampu di tulis oleh sebuah kata kata.
Sementara Novia, ia yang ternyata telah bangun sejak kedatangan Dimas pertama kali masuk ke ruangan memilih untuk diam dan berpura-pura pura masih terlelap. Walau sebenarnya dirinya sangat marah mendengar semua pembicaraan antara Dimas dan ibu Mayang.
Aku kira cinta lama yang pernah ada diantara kita mampu menyingkirkan berbagai macam rintangan, termasuk Hilda. Ternyata aku salah! Aku baru sadar kalau cintamu pada wanita itu tumbuh lebih besar dari yang aku bayangkan.
Aku tidak rela kalau kamu lebih perhatian sama wanita itu nantinya. Semua perhatian dan kasih sayangmu hanya untukku Dimas. Tidak ada seorang pun yang boleh menyentuhmu, apalagi mengambilmu dari sisiku.
Setelah ibu Mayang dan Dimas keluar ruangan. Novia mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan satu pesan kepada seseorang.
[Aku mau janin dalam perut wanita itu lenyap]
...****************...
"Hilda, makanan sudah siap. Antar ke meja 19 ya."
"Baik."
Hilda berjalan sangat hati hati karena nampan yang ia bawa berisi minuman, makanan dan juga sup daging yang pastinya akan mudah tumpah jika tak membawanya dengan baik.
Namun baru saja sampai di meja 18 tiba tiba saja kakinya tersandung dan membuat semua makanan dan minuman yang ia bawa tumpah mengenai si pemesan.
Sebenarnya bukan tersandung. Tapi Hilda sengaja di kerjain oleh salah satu pengunjung. Ia yakin kalau orang yang ada di meja 18 sengaja melakukan hal itu kepadanya.
"OH MY GOD! Apa yang kamu lakukan? Dasar pelayan bodoh!" Teriak perempuan si pemilik meja nomor 19 sembari mengusap bajunya yang sangat kotor karena ketumpahan makanan.
"Maaf nona, maaf. Saya tidak sengaja."
"Pak, anda sengaja kan membuat saya terjatuh?" Ucap Hilda menatap tajam laki laki di meja 18.
"Apa? Kamu yang terjatuh, Kenapa kamu menuduhku? Bilang saja kamu memang tidak becus kerjanya. Malah menyalahkan orang sembarangan." sahut laki laki itu.
"Saya tidak akan menuduh orang sembarangan. Jelas jelas kaki anda terbentang keluar dari meja dan membuat kaki saya tersandung hingga jatuh."
"Pakai ngarang cerita seperti itu lagi. Dasar pelayan bodoh! Hei nona, jangan percaya pada pelayanan ini. Dia itu memang bodoh dan ceroboh! Adukan saja pada pemilik cafe. Suruh pecat pelayan ini!" Laki laki itu mencoba mengompori wanita di meja 19.
"Anda benar!" "Hey kamu! (menunjuk salah satu pelayan) Cepat panggil bos kalian kesini!"
Pelayan itu segera masuk ke dalam dan memanggil manajer.
"Ada apa ini?" Tanya Mita sang manajer Cafe.
"Anda pemilik cafe ini?"
"Bukan, Saya manajer disini. Kebetulan pemilik Cafe sedang keluar negeri untuk beberapa hari. Semua urusan Cafe saya yang handel."
"Baguslah. Kalau begitu saya mau pelayan ini di pecat sekarang juga!"
"Memangnya ada apa?"
"Lihatlah ulah pelayan ini?" Wanita itu menunjukkan keadaan tubuhnya yang sangat kotor dan penuh dengan tumpahan makanan.
Mita terdiam. Memecat Hilda? Bagaimana kalau di marahi Reyhan nanti?
"Bu, Kalau ibu manajer tidak mau memecat pelayan itu, saya akan menuntut cafe ini. Saya akan melaporkan dengan tuduhan perbuatan yang tidak menyenangkan. Saya akan meminta ganti rugi yang sangat banyak. Dan saya pastikan Cafe ini akan bangkrut seketika."
"Jangan nona. Baiklah, saya akan memenuhi keinginan anda"
"Hilda! Mulai pagi ini, kamu di pecat"
"Bu Mita, saya tidak bersalah. Laki laki itu yang salah. Dia yang membuat saya terjatuh."
Plak
Sebuah tamparan mendarat di pipi Hilda."Diam kamu! Sudah salah harusnya kamu itu minta maaf. Bukan malah menyalahkan orang lain."
"Tapi.."
"Cepat kemasi barangmu dan keluar dari sini sekarang juga!"
"Baiklah. Sekali lagi, saya minta maaf nona."
Akhirnya Hilda lah yang harus mengalah dan pergi. Sedangkan laki laki itu malah tersenyum senang sambil menelpon seseorang.
.
.
.
kasian...