Sean, seorang Casanova yang mencintai kebebasan. Sean memiliki standar tinggi untuk setiap wanita yang ditidurinya. Namun, ia harus terikat pernikahan untuk sebuah warisan dari orang tuanya. Nanda Ayunda seorang gadis yatim piatu, berkulit hitam manis, dan menutup tubuhnya dengan jilbab, terpaksa menyanggupi tuntutan Sean karena ulah licik dari sang Casanova.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uutami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 14
"Kakak ngarang cerita apa sih ke Mama? Kok mereka jadi mikir aku hamil?"
"Aku nggak ngarang cerita apa-apa! Cuma bilang kalau kamu sakit," bisik Sean, suaranya sedikit ditekan. Ia sedang berbicara dengan Nanda melalui telepon di kamar, berusaha agar suaranya tidak terdengar dari luar.
"Lah, terus kenapa mereka malah nyimpulin aku hamil?"
"Mana kutahu! Mereka yang main simpulin sendiri," elak Sean, sama kesalnya dengan Nanda.
"Apa?"
"Udah ah, aku mau tidur! Pusing! Besok masih harus perjalanan balik ke Surabaya," potong Sean, enggan berdebat lebih lama.
"Nggak bisa gitu dong! Kakak harus tanggung jawab!"
"Kamu kan udah kunikahin! Mau minta tanggung jawab apalagi?!" Sean mulai geram.
"Pokoknya aku nggak mau tahu! Terserah Kak Sean mau ngomong apa, yang jelas mereka nggak boleh nganggep aku lagi hamil! Aku nggak mau pura-pura hamil! Apalagi hamil beneran dari lelaki celap-celup seperti kakak! Nggak mau!" tukas Nanda, yang sedikit banyak tahu kebiasaan Sean selama mereka tinggal bersama.
"Apa kamu bilang?!" Sean naik pitam.
"Nanda!"
Tut... tut... tut...
Hanya suara sambungan telepon yang telah putus yang menyahutinya.
"Sialan!" umpat Sean, membanting gawainya ke ranjang. Ia merasa terhina oleh ucapan gadis yang bahkan bukan tipe idealnya itu.
"Nggak mau hamil sama aku? Dia pikir aku mau apa begitu-begitu dengannya?"
Keesokan Harinya
Sean akhirnya berpamitan pulang ke Surabaya karena desakan keluarga. Mereka ingin lelaki itu segera kembali mengingat Nanda yang "sakit". Walaupun Nanda berulang kali menegaskan bahwa dirinya tidak sedang hamil seperti yang keluarga besar pikirkan, baik Mama Gea maupun Daddy Resda tetap beranggapan bahwa pasangan pengantin baru itu hanya malu-malu.
Tak lama setelah mobil Sean berlalu, kendaraan yang membawa Arsen dan Gina memasuki halaman rumah Daddy Resda. Mama Gea dan April masih berdiri di depan pintu ketika sahabat April itu keluar dari mobil. Gina, yang kini sudah menjadi seorang ibu, tampak semringah.
April langsung merentangkan tangannya, dan Gina berhambur memeluknya.
"April! Selamat ya, udah jadi ibu!"
Mereka mengurai pelukan dan saling mencium pipi kanan dan kiri.
"Makasih! Ya ampun, aku nggak nyangka kalian bakal datang secepat ini," kata April bahagia.
Gina tersenyum lebar, sementara Arsen lebih dulu menyalami dan mencium tangan Mama Gea.
"Ini, Tante. Ada sedikit oleh-oleh dari kami," ucap Arsen, menyerahkan sekantong bingkisan.
"Nggak usah repot-repot, kalian datang aja, kami udah senang banget," ujar Mama Gea tetap menerima bingkisan itu demi menghargai mereka.
"Makasih, ya. Ayo masuk," ajak Mama Gea.
April merangkul lengan Gina dan berjalan masuk, sementara Arsen mengekor di belakang.
"Mana dedek bayinya?"
"Ada di kamar, lagi tidur sama papanya," jawab April, mempersilakan mereka duduk di ruang utama.
"Kak Gavin nggak kerja?" tanya Arsen sambil duduk di sofa.
"Masih cuti sampai besok," jelas April. "Mau minum apa?"
"Terserah, yang penting dingin. Panas banget di sini," cetus Gina.
"Biar Mama aja yang ambil. Kamu bawa dedek bayinya ke sini, siapa tahu udah bangun," kata Mama Gea.
"Siap, Ma," sahut April, menaiki tangga ke kamarnya.
Beberapa menit kemudian, April menuruni tangga dengan menggendong bayi laki-lakinya, sementara Gavin mengekor di belakangnya, membawa botol susu dan alas tidur bayi.
"Ini dia bintangnya yang ditunggu-tunggu," seru Gina berdiri dan mendekat.
April nyengir, menampakkan gigi-giginya. Gavin, setelah meletakkan alas tidur bayinya, menyalami Arsen.
"Gimana kabarmu, Kak?"
"Makin bahagia," sahut Gavin mantap. Bagaimanapun, dulu Arsen pernah menjadi saingannya dalam mendapatkan April.
"Waah, ganteng banget!" seru Gina, mencolek pipi si bayi. "Gemoy banget!"
"Udah dikasih nama?"
April dan Gavin saling tatap lalu tersenyum.
"Belum?" tebak Gina.
Sebelum April bisa menjawab, Mama Gea datang membawa nampan berisi beberapa gelas teh dingin.
"Duh, jadi repotin nih," ucap Arsen.
"Jangan sungkan," balas Mama Gea. "Ayo diminum. Siapa tadi yang minta es teh?"
Gina nyengir sambil menggaruk belakang telinganya.
"Tante tinggal ke belakang dulu, ya. Om Resda tadi bilang mau pulang ambil berkas yang tertinggal," pamit Mama Gea.
"Iya, Tante," sahut Arsen dan Gina kompak.
"Aku boleh gendong, nggak, Pril? Siapa tahu ketularan," canda Gina.
"Boleh," jawab April, dengan hati-hati memindahkan sang bayi ke pangkuan Gina.
"Duuh, jadi gemetaran aku," canda Gina lagi.
"Jangan dong, nanti anakku gimana," timpal April, hingga mereka tertawa bersama.
Tiba-tiba, Gina berkata, "Sayang banget, Nanda nggak ikut."
"Nggak apa-apa, kami ngerti kok," sahut Gavin.
Gina mendesah pelan. "Padahal kami udah nawarin bareng, loh."
"Gina..." Arsen memperingatkan istrinya dengan suara lembut.
"Dia bilang nggak bisa karena belum lama kerja. Padahal kalau mau, dia bisa minta izin sama Kak Sean biar gampang cutinya. Kak Sean kan kakaknya," lanjut Gina, tak peduli dengan isyarat suaminya.
April dan Gavin saling pandang.
"Arsen juga udah nawarin buat ngomong sama Kak Sean, tapi dia tetap nolak. Katanya nggak enak sama yang lain. Tapi kalau kupikir, bener juga sih," tambah Gina.
April semakin curiga.
"Aku pikir Nanda sakit," gumamnya.
"Masa sih?" Gina mengernyit. "Tapi kemarin dia masih sempat ngajar renang juga, loh."
April terkejut. "Ngajar renang?"
"Iya! Kamu masih ingat kan, Nanda itu dari dulu pekerja keras?"
April mengangguk.
"Makanya, selain kerja di perusahaan Kak Sean, dia juga ngajar les renang."
April dan Gavin kembali saling pandang.
"Daddy dan Mama pasti kaget kalau dengar ini," bisik Gavin.
April tersenyum kecut. "Yeah, mungkin Daddy bakal langsung cari tahu sendiri," balasnya, juga berbisik.
Tanpa mereka sadari, Daddy Resda dan Mama Gea telah menjadi pendengar diam-diam. Langkah kaki Daddy Resda terhenti saat hendak masuk rumah. Ia merasa curiga dengan pembicaraan anak-anak muda di ruang utama.
"Sepertinya, kita harus ke Surabaya," gumam Daddy Resda. "Ada yang nggak beres dengan kedua anak itu."
Mama Gea mengangguk setuju.
"Wah, kira-kira ketahuan nggak ya sama Daddy Resda dan Mama Gea? Gimana menurut kalian?"
kok bisa ada dtempat yg sma yaaa??
apa yg akan terjadi??
lanjut thor 🙏🌹❤👍🤔🤭
sampai bikin malika kaget
🤔👍❤🌹🙏
hayooh nti terlambat loh keburu diambil irham
🤣🤣🙏🌹❤👍
mending kamu terus aja hubungan sama Irham 👍👍👍😁
🤣🙏🌹❤👍
heheee... pasti kaget lou tau 🤭🙏🌹❤👍
dah tau sean udah muak sama kamu udah dblokir pula ehhh PD bgt sok nlpon2
🤭👍🌹❤🙏