Terkadang kenyataan tidak sejalan dengan keinginan, Letnan Dallas menginginkan kekasih yang usianya tidak jauh berbeda dengannya tapi harus bertemu dengan perempuan yang usianya terpaut jauh di bawahnya. Semua terjadi karena dirinya trauma memiliki kekasih yang kekanakan di masa lalu.
Tak jauh berbeda dengan Letnan Dallas, Letnan Herca pun akhirnya terpaksa berkenalan dengan seorang wanita pilihan orang tuanya terutama Opa sebab cemas jika Letnan Herca akan salah arah. Penyebabnya tak jauh karena beliau tidak pernah melihat Letnan Herca bersama seorang gadis.
Lantas jika jodoh di tangan Opa, lantas siapa berjodoh dengan siapa dan prahara apa yang akan terjadi terkait masa lalu Bang Herca dengan seorang gadis berinisial Y.
Harap skip jika tidak sanggup dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Ajakan damai dari Pak Danton.
Abang salah, Abang sungguh mengaku salah." Ujar Bang Herca mengalah. Kepalanya sudah pening memikirkan hari ini namun Dindra masih tetap diam. "Nggak mau??" Wajah itu mendekati Dindra.
Melihat ada negosiasi, Bang Dallas undur diri dari ruangan dan menutup pintunya rapat.
"Bayar denda dulu..!! Abang sudah buat Dindra kesal." Jawab Dindra.
Dengan deru nafas berat, Bang Herca kembali menautkan keningnya. "Berapa?"
"Itu yang di saku celana Abang." Tunjuk Dindra dengan sorot mata tajamnya.
"Allahu Akbar, spion kananmu tajam sekali, dek. Ini tinggal selembar lembarnya lho, sayang..!!" Bang Herca mengambil uang tersebut tapi tetap ikhlas jika semua demi istri tercinta. Ia pun mengigit selembar uang merah tersebut, dengan kode mata Bang Herca mengarahkan Dindra untuk mengambil dengan bibirnya tapi saat Dindra mendekat.. Bang Herca melepas uang tersebut hingga kedua bibir mereka beradu.
Dindra yang salah tingkah segera memalingkan wajahnya.
"Masih nggak mau, nggak kangen sama Abang??" Tanya Bang Herca terus membujuk Dindra.
"Nggak.............."
"Ccckk..!!" Bang Herca meraup wajahnya dengan gusar.
Dindra mengarahkan wajah Bang Herca agar menatapnya. "Nggak mau disini..!!"
Senyum Bang Herca mendadak sumringah, ia kembali menyambar bibir Dindra tapi Dindra menahan dengan telapak tangannya.
"Selesaikan masalah Abang dengan Bang Reno..!!" Pinta Dindra.
Seketika Bang Herca menarik diri. Ubun-ubunnya kembali terasa panas mengingat Dindra pernah ada hubungan dengan Bang Reno meskipun kini semuanya telah berakhir tapi mengingat ucapan sahabatnya tadi jelas rasa cinta itu belum sepenuhnya berakhir.
"Abang punya harga diri, sebagai laki-laki dan sebagai kepala keluarga. Membawa namamu saat kita sudah menikah, itu salah. Abang melindungimu, bukan ingin menjerumuskanmu..!!" Jawab Bang Herca seketika kehilangan gemuruh rasa yang sempat merangkak naik.
"Maka berikanlah ketegasan secara personal. Bicarakan secara laki-laki karena Dindra juga ingin hidup tenang tanpa bayangannya sebab Dindra sudah jatuh cinta pada Danton yang lain."
Bang Herca menoleh. Ia tersenyum namun kemudian menelan senyum itu kembali.
"Serius atau tidak, naksir sama Pak Danton??" Tanya Bang Herca.
"Sampai perut bengkak begini, apalagi alasannya." Ujar Dindra malas.
~
Dengan penuh kesadaran, Bang Herca menghampiri sahabatnya meskipun semua masih terasa setengah hati. Pertengkaran nya dengan Dindra cukup membuat batinnya tersiksa.
Bang Reno mendongak melihat sosok yang berdiri di hadapannya. Tak jauh disana duduk ibu Mery dengan gaya angkuhnya.
"Herca, saya minta maaf..!!"
Menatap raut wajah kesedihan di wajah sahabatnya, amarah Bang Herca pun sedikit terkikis.
"Saya juga minta maaf." Bang Herca pun kemudian mengulurkan tangannya pada letting nya. Tangan Bang Reno terasa begitu dingin dan gemetar, sudah tentu sahabatnya itu begitu terguncang dengan kejadian yang di alami Elca.
Saat ibu Mery akan angkat bicara, dokter Vino keluar dari ruangan. Bang Reno segera menghampiri.
"Alhamdulillah, istrimu baik-baik saja." Kata dokter Vino.
"Anak saya??" Bang Reno berharap cemas dengan mata sembabnya.
"Alhamdulillah, sehat. Hanya sempat kaget saja." Jawab dokter Vino.
Bang Reno memeluk Bang Herca dengan erat. Tangisnya pecah mengungkapkan kelegaan perasaannya. Di sinilah Bang Herca tidak lagi bersitegang, dirinya juga seorang pria dan pasti memahami arti tangis sahabatnya. Ia menepuk bahu Bang Reno memberikan dukungannya.
~
Suasana sudah tenang namun tidak begitu adanya dengan ibu Bang Reno. Beliau bersungut-sungut mengetahui putranya begitu menyayangi Elca dan memanjakannya.
Disana Bang Herca masih berbincang dengan Bang Dallas dan dokter Vino sedangkan Dindra sejenak menunggu di kursi ruang tunggu dengan segudang makanan dan aneka jus yang membuat bumil anteng dengan kesibukannya.
"Ren.. Ibu minta uang, mau ke kota. Mau jalan-jalan ke mall..!!"
"Nggak ada." Jawab Bang Reno.
"Kenapa tidak ada?? untuk biaya rumah sakit yang tidak penting ini saja ada uang, masa untuk ibu tidak ada???" Ujar Ibu Mery.
Bang Reno sibuk posisi tidur Elca agar nyaman. Tapi ibu menarik tangannya.
"Sejak kamu menikah dengan dia, kamu mengurangi uang untuk ibu. Semua kartu ATM juga sudah di bawa Elca, lantas ibu dapat apa?? Bukan begini yang ibu harapkan." Kata ibu Mery merasa muak melirik Elca yang hanya pura-pura lemah menurutnya.
"Saya berkewajiban menafkahi istri." Kata Bang Reno.
"Tapi tidak semuanya donk, Reno. Kalau untuk belanja lima ratus ribu sudah cukup. Sisanya ibu yang pegang. Ayo sini.. mana uangnya..!!!!" Ibu sudah menyodorkan tangan meminta uang dan kartu ATM milik putranya.
Bang Reno menolaknya dan ibu berusaha menarik Elca dari ranjang. Di saat inilah Bang Reno terpancing amarah hingga meninggikan suara menegur sang ibu.
Dindra sempat terkejut tapi Bang Herca segera menyuapinya klappertaart agar perhatian sang istri teralihkan.
"Cukup Bu..!! Hari ini ibu benar-benar pulang ke Jawa. Elca butuh ketenangan, saya tidak ingin kelakuan ibu semakin membahayakan anak dan istri saya..!!!!!"
Bang Reno mengeluarkan tiket pesawat untuk ibunya bisa kembali ke Jawa hari ini.
Ibu Mery terperanjat kaget. Putranya yang biasanya tidak pernah semarah ini menjadi sangat marah padanya hanya karena wanita yang tidak membawa hasil apapun dalam hidupnya.
"Ibu mencarikanmu wanita yang berkelas, memiliki derajat dengan kekayaannya agar hidupmu tidak susah di masa tua. Ibu sudah susah di masa lalu. Ibu tidak ingin kamu ikut susah." Teriak ibu.
"Kalau ibu ingin kaya, kerja..!!! Saya kerja keras untuk mematahkan kesulitan kita di masa lalu. Harga diri saya bekerja, saya ingin anak dan istri saya bahagia dari hasil keringat saya sendiri. Gaji saya mungkin tidak besar, tapi saya bukan pemeras atau menipu orang..!!"
Terpaksa dengan sedikit memaksa, Bang Reno meminta ibunya untuk pulang ke Jawa dan dirinya tidak ingin melihat saat ibunya pergi.
Disisi lain Bang Reno juga kasihan melihat keadaan Elca, di setiap harinya sang istri harus berhadapan dengan ibunya. Bang Reno juga memahami, Elca bukannya hendak melawan orang tuanya tapi membuat istri tercinta bahagia adalah salah satu janjinya di hadapan Tuhan.
...
Sepanjang perjalanan pulang, hati Bang Herca terus memikirkan kejadian hari ini. Banyak pelajaran yang di dapatnya. Apalagi saat dirinya memarahi Dindra, hatinya sungguh terasa sakit tapi semua terlontar begitu saja.
"Bang, ada kue pukis."
"Mau kah, sayang?" Tanya Bang Herca tetap merespon bumilnya.
"Nggak."
"Itu ada nasi goreng tuna."
"Sayang, mau??" Tanya Bang Herca lagi.
"Nggak."
"Waaahh.. ada gulai sapi." Ujar Dindra lagi.
"Sebenarnya mau apa sih, sayang?? Masih lapar ya??" Bang Herca cemas meskipun mereka baru saja selesai makan malam.
"Nggak."
"Ya ampun, kenapa sih ada kata 'nggak' selain 'terserah'." Gumam Bang Herca harus bersabar menghadapi bumil cantiknya. "Abang parkir dulu deh, beli makanan."
"Iya, pokoknya nggak pakai uang Dindra."
Bang Herca menepuk keningnya. "Owalaaaahh.. begini to perampokan model baru."
"Persiapan donk, siapa tau nanti ada pembegalan gaya baru." Celetuk Dindra. "Tuh ada toko jamu." Dindra memonyongkan bibirnya menunjuk toko jamu dengan senyum malu-malu.
Senyum Bang Herca ikut merekah lebar. "Mau kau rampok sampai obrak abrik gudang granat.. Abang persilahkan, dek. Cintaku pengen yang bagaimana?"
"Kuda kepang lah, Bang."
"Uusshh.. nggak boleh, donk. Kasihan si adek." Goda Bang Herca mencolek dagu sang istri sembari mengingatkannya kalau perutnya sudah mulai besar.
Wajah Dindra mulai cemberut, tapi Bang Herca yang paham segera membujuknya. "Kuda makan beling masih boleh lah. Oke.. Bu Danton???"
Dindra mengangguk menyetujui. Bang Herca segera menuju tiap lapak yang di sebutkan Dindra kemudian segera menuju lapak toko jamu. Di dalam mobil hati Dindra terus berbunga-bunga membayangkan rasa rindu yang pastinya akan terbayar lunas malam ini meskipun harus di lalui dengan cara yang menyebalkan.
.
.
.
.