NovelToon NovelToon
My Cold Husband

My Cold Husband

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Penyesalan Suami
Popularitas:40.3M
Nilai: 4.9
Nama Author: Afria Lusiana

"Harusnya dulu aku sadar diri, bahwa aku sama sekali nggak pantas untuk kamu. Dengan begitu, mungkin aku nggak akan terluka seperti sekarang ini" ~Anindhiya Salsabila


Tindakan bodoh yang Anin lakukan satu tahun yang lalu adalah menerima lamaran dari cowok populer di sekolahnya begitu saja. Padahal mereka sama sekali tidak pernah dekat, dan mungkin bisa dikatakan tidak saling mengenal.

Anin bahkan tidak memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya. Hingga cowok dingin itu sama sekali tidak pernah mengajak Anin berbicara setelah meminta Anin untuk menjadi istrinya. Mereka hanya seperti orang asing yang tinggal di atap yang sama.

--------------------------------------------------------------------------
Bagaimana mungkin aku hidup satu atap dengan seorang pria yang bahkan tidak pernah mengajakku berbicara? Bagaimana mungkin aku hidup dengan seorang suami yang bahkan tidak pernah menganggapku ada?

Ya, aku adalah seorang gadis yang tidak dicintai oleh suamiku. Seorang gadis yang masih berusia sembilan belas tahun. Aku bahkan tidak tau, kenapa dulu dia melamarku, menjadikan aku istrinya, kemudian mengabaikanku begitu saja.

Terkadang aku lelah, aku ingin menyerah. Tapi entah kenapa seuatu hal memaksaku untuk bertahan. Aku bahkan tidak tau, sampai kapan semua ini akan menimpaku. Aku tidak tau, sampai kapan ini semua akan berakhir.

~ Anindhiya Salsabila~


Mau tau gimana kisah Anindhiya? Yuk cuss baca.

Jangan lupa like, komen dan vote ya. Jangan lupa follow ig Author juga @Afrialusiana
Makasih :)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afria Lusiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 6

Waktu telah menunjukkan pukul enam pagi. Anin terbangun dari tidur lelapnya. Benar, semalam tidur Anin terasa sangat lelap. Anin mengerjap beberapa kali sebelum membuka mata dengan sempurna.

Kening Anin tertaut. Kemudiana dia beranjak duduk sambil memperhatikan selimut putih yang kini membaluti tubuhnya. Anin juga memperhatikan posisinya yang kini sudah berada di atas tempat tudur. Anin terlihat sedang berfikir. Dia merasa aneh, rasanya semalam Anin tidak tertidur di atas tempat tidur, melainkan di lantai.

"Ah udahlah. Mungkin semalam gue mimpi sampe pindah tidur kesini kali ya" Gumam Anin berbicara sendiri. Detik kemudian, Anin bangkit. Dia hendak kembali ke kamarnya dan juga Stevan. Namun, lagi dan lagi Anin dibuat bingung saat melihat buku-bukunya yang sudah tertata rapi kembali ke dalam tas.

"Semalam gue mimpi sampe beresin buku-buku segala?" Lirih Anin bingung seraya menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Karena Anin rasanya mengingat sangat jelas bahwa selama dirinya belum sempat membereskan buku-bukunya sebelum akhirnya tertidur.

Sudahlah, tanpa ingin mengambil pusing, Anin meraih tas kuliahnya untuk ia bawa keluar. Kaki Anin melangkah keluar dari kamar tersebut dan menaiki anak tangga menuju lantai atas.

Anin membuka pintu kamar perlahan. Pandangan Mata Anin memperhatika suasana sekitar kamar dari ambang pintu. Mata Anin melihat Stevan masih tertidur lelap dari sana.

Setelahnya, Anin memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam kamar. Dan kini, posisi Anin sudah berdiri di tepi ranjang. Anin memperhatikan Stevan yang masih lelap akan tidurnya dari sana.

Hingga sesuatu hal terasa kembali menyesakkan di dada Anin. Entahlah, setiap kali melihat wajah Stevan, rasanya bercampur aduk. Antara sakit, sayang, dan juga penasaran.

"Aku fikir, memilikimu seutuhnya adalah hal yang paling membahagiakan dalam hidupku. Aku fikir, memilikimu seutuhnya akan merubah hidupku yang sebelumnya terbelenggu dalam gelap. Tapi ternyata aku salah, aku salah berharap. Karena pada akhirnya, akulah yang terluka akan harapan yang ku tanam sendiri"

"Hingga akhirnya aku terjebak dalam situasi saat ini. Harusnya dulu aku tau diri, siapa aku dan darimana aku berasal. Tapi semuanya sudah terjadi. Dan aku harus menerima semua ini dengan lapang hati"

Mata Anin berkaca -kaca. Namun, Anin tak ingin berlarut dalam kesedihan. Dia selalu merasa bahwa disini Anin sendiri yang salah karena percaya terlalu cepat dan mengambil keputusan tanpa berfikir matang.

Tidak ingin mengulur waktu, Anin segera menaruh tas dan bukunya di tempat semestinya. Sebelum gadis itu berlalu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

***

Seperti biasa, Anin dan Stevan kini sudah duduk di meja makan. Sudah bisa dibayangkan, hanya keheningan yang terdengar di sana. Dan dentingan piring dan sendok yang saling bersahutan.

Anin memperhatikan Bi Ana yang kini tengah sibuk menyiapkan makanan untuk mereka berdua. Seketika, Anin teringat akan sesuatu.

"Bi" Panggil Anin.

"Iya Non Anin" Sahut Bi Ana saat wanita paru baya itu hendak pergi dari sana.

"Tadi pagi Bibi masuk ke kamar tamu ya?" Tanya Anin. Hal itu sontak mengalihkan pandangan Stevan pada Anin. Stevan mencuri-curi pandang pada Anin dengan raut wajah tegang.

"Enggak Non. Bibi nggak ada masuk ke kamar tamu. Emangnya kenapa Non?" Tanya Bi Ana.

"Oo bukan bibi ya" Lirih Anin pelan. Karena Anin fikir Bi Ana lah yang membersihkan buku-bukunya semalam.

"Emangnya ada apa Non? apa ada yang hilang?" Tanya Bi Ana sekali lagi.

"Enggk kok Bi. Nggak papa, nggak ada yang hilang kok." Sahut Anin.

"Oo kau gitu Bibi permisi dulu ya Non" Pamit bi Ana.

"Iya Bi" Sahut Anin tersenyum. Kini, pandangan gadis itu teralih ke arah depan. Ke arah Stevan yang tampak menunduk sembari menikmati makanannya.

***

Anin sedang berada di perpustakaan umum Universitas. Sedari tadi, Anin sibuk mencari beberapa buku yang sekiranya ia perlukan. Hingga kedatangan seseorang yang menepuk pundak Anin secara tiba-tiba membuat Anin kaget.

"Woi Nin" Panggil gadis yang tidak lain adalah El.

"Astaga El, lo bisa nggak sih nggak usah ngagetin" Kesal Anin memegangi dadanya. Anin melotot tajam ke arah El.

"Bisa sih. Tapi sayangnya tangan gue gatel terus buat bikin lo kesel" Sahut El tanpa merasa bersalah.

"Rese banget sih" ketus Anin mengabaikan El dan kembali melanjutkan aktivitasnya untuk mencari beberapa buku yang masih belum ia temukan. Namun, suara bisikan bisikan kecil kini terdengar jelas di telinga Anin. Membuat Anin refleks menoleh ke samping.

Deg

Jantung Anin berdetak kencang kala melihat Stevan tengah duduk sembari membaca buku dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari dirinya.

Anin memperhatikan Stevan lekat. Detik kemudian, pandangan Anin beralih pada beberapa gadis yang kini tengah asyik memandang Stevan dengan tatapan terpesona.

Ingin rasanya anin berteriak bahwa pria itu adalah suaminya. Tapi itu tidaklah mungkin, Anin tidak ingin hal itu akan membuat dirinya terperangkap dalam masalah. Anin takut jika Stevan tidak akan mengakui Anij. Dan yang bisa Anin lakukan sekarang hanyalah menyaksikan para gadis yang tengah menatap kagum akan ketampanan suaminya.

"Nin. Woi" Panggil El.

"A-apa El?" Sahut Anin tersadar dari lamunannya.

"Nggak usah diliatin terus. Coba deh, lo bersikap bodoamat aja tiap kali liat dia. Sekaliiii aja Nin. Lo bahkan tau kalo dia aja nggak menyadari keberadaan lo disini. Eh bukan, sekalipun tuh cowok sadar kalo lo ada disini, dia juga nggak bakal peduli" Ketus El berbicara seraya mempertajam tatapannya pada Stevan yang masih sibuk membaca buku yang ada di tangannya.

Karena sedari tadi El juga ikut fokus memperhatikan arah pandangan Anin yang sedari tadi tak mengalihkan pandangannya pada Stevan.

Hal itu benar-benar membuat El geram. Bagaimana mungkin sepasang suami istri, tapi seperti orang yang tidak mengenal satu sama lain di dalam sana? mustahil bukan? Tapi El melihatnya dengan sangat nyata.

"Aduh El. Suara lo bisa di kecilin dikit nggak? ini perpus bukan lapangan basket" Ucap Anin menutup mulut El kesal.

"Iya, ponakan tetangga gue juga tau kalo ini perpus. Tapi ya mau gimana lagi, hati gue panas banget kalo udah ngeliat muka dia Nin. Laki-laki nggak bertanggung jawab!" sindir El sedikit memperkeras suaranya. El bahkan tidak melepaskan tatapan tajamnya dari Stevan.

"Aduh. udah-udah" Anin menarik tangan El untuk segera keluar dari perpustakaan. Karena Anin tidak ingin membuat keributan dan dimarahi oleh penjaga perpus di dalam sana.

"Biarin aja Nin. Tangan gue udah gatel banget ini pengen nonjok orang"

"Aduh, El. Lo bisa nggak sih tahan emosi lo? kemaren juga lo yang bilang ke gue buat nggak usah peduliin dia. Tapi kenapa sekarang jadi lo yang kesel sendiri?" Tukas Anin.

"Karena yang gue omongin kemaren itu cuma berlaku buat lo. Bukan buat gue. Kalo gue mah bebas mau cakar sekarang juga ya gapapa" Gerutu El yang sedari tadi tak melepaskan pandangan kesalnya pada Stevan.

1
Sultan Scout
Luar biasa
Najwa Suci
kuliah perawat kan? kok di kampus Mulu deh? perasaan prakteknya tiap semester di rs jarang di kampus
Alina Bams
dih, cwek oon..
tinggalin saja laki kek gt, harga diri lah.. terlalu lemah
Arida Susida
Luar biasa
Riski
mbak lusina biasanya buat novel waktu apa
Riski
mbak lusina salam kenal
boleh tanya kah mbak gimana buat novel biar cepet dan konsisiten
Marhaban ya Nur17
gw jg ikutan tegang wkwkw
Marhaban ya Nur17
devan anaknya mama Stella y trs di angkat jd anak nya mama Alice tp ganti nama jd steven
Marhaban ya Nur17
good el 👍
Marhaban ya Nur17
masa metong ???
Marhaban ya Nur17
Steven = devan , alfi = bayu ????
Marhaban ya Nur17
apa kah Steven itu devan ???
Marhaban ya Nur17
maka e jujur
Marhaban ya Nur17
prank !!!
Marhaban ya Nur17
sekongkol alfi ama mei
Marhaban ya Nur17
tuh kan tebakan gw bener 😁 sebenere Stive punya rasa tuh hanya saja keadaan kali yg hrs begini
Marhaban ya Nur17
yo ws kabur be
Marhaban ya Nur17
meisya
Marhaban ya Nur17
di satu sisi Stive emang egois tp di sisi lain mungkin buat kebaikan kali
Marhaban ya Nur17
mungkin yg kaya gini kli y yg di maksud stive
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!