Dari semenjak lahir Syailendra dipaksa untuk "tak terlihat", dirumah, disekolah dan juga di lingkungan sekitarnya. Namun ternyata seorang perempuan bernama Ratu memperhatikan dan dengan jelas dan tertarik padanya. Perempuan cantik dan baik yang memberikan kepercayaan diri untuknya.
Sedangkan Ratu, Ia sosok perempuan sempurna. Ratu terkenal tak mau berkomitmen dan berpacaran, Ia seorang pemain ulung. Hidup Ratu berubah saat Ia dan Syailendra satu team mewakili olimpiade kimia dari sekolahnya. Mereka tak pernah sekelas, dan Ratu bahkan baru mengenalnya. Tapi sosoknya yang misterius merubahnya, Ratu merasakan sesuatu yang berbeda dengan pria itu, membuatnya merasa hangat dan tak mau lepas darinya.
Namun dunia tak mendukung mereka dan mereka harus berpisah, mereka lalu bertemu sepuluh tahun kemudian. Apakah kisah kasih mereka akan tersambung kembali? Atau malah akan semakin asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 - Entah Sejak Kapan
Gila, gila. Jadi Ratu punya hubungan spesial sama cowok misterius itu?"
"Siapa, sih, dia? Kok baru dengar namanya? Dia siswa sini juga, kah?"
"Selera Ratu turun drastis. Tadinya aku pikir Ratu bakal sama Galih atau nggak sama Aldo."
Telinga Syailendra berdenging mendengar suara siswa-siswa di sekitarnya. Lelaki yang tengah menelusuri koridor menuju kelas itu merasa sedikit aneh pagi ini. Tumben sekali banyak siswa yang memerhatikannya. Dan mereka membawa-bawa Ratu di setiap perkataan mereka.
Kebetulan pagi ini, sebelum ke kelas, Syailendra berniat mampir ke kelas Ratu untuk memberikan contoh soal yang akan mereka bahas di bootcamp nanti. Namun sejak di parkiran tadi sudah banyak saja yang melirik-lirik aneh ke arahnya. Atau ini hanya perasaannya saja?
Mengabaikan suara-suara itu, Syailendra melanjutkan langkahnya. Ia pun sampai di tangga menuju lantai dua. Baru saja ia meniti anak tangga, tampak tiga orang cowok yang lengan bajunya digulung dan tidak memakai dasi menghadang langkahnya. Hal itu membuat langkah Syailendra tertahan. Ia tatap tiga cowok tersebut dengan ekspresi bingung.
"Oh, jadi ini yang namanya Syailendra?"
Cowok yang di tengah—yang tubuhnya paling tinggi—bersuara. Tatapannya sangat tajam, tampak seperti akan menelannya hidup-hidup.
"Ya. Aku Syailendra. Ada urusan apa kamu sama aku?"
Lelaki itu tidak menjawab, malah sibuk memandangi Syailendra dari ujung kepala sampai kaki. Selang tiga detik ia tertawa meledek, melirik ke arah temannya yang juga tengah tertawa.
"Rendah banget selera Ratu." Lelaki itu menyeletuk.
"Bukan Ratu kali. Ni cowok aja yang kepedean," sahut teman lelaki itu.
"Yang beginian mau nyaingin seorang Galih? Mimpi kali dia. Asal usulnya aja nggak jelas," si cowok berambut keriting menimpali.
Rahang Syailendra mengetat mendengarnya. Makin lama omongan mereka semakin tidak sopan. Apalagi sampai membawa asal-usulnya. Pantang bagi Syailendra harga dirinya diinjak-injak.
"Maksud kalian apa ya? Saya rasa saya nggak pernah berurusan dengan kalian!"
Galih, lelaki yang berada di tengah-tengah itu menarik kerah baju Syailendra. "Harusnya situ mikir. Situ pantas nggak sama Ratu?!"
Syailendra tepis tangan lelaki itu dari kerah bajunya. "Ini bukan masalah pantas enggak pantas. Saya sama Ratu satu tim olimpiade. Jadi—"
"Situ baper kan?" tuduh Galih.
"Baper apanya?!"
"Alah... jujur aja sia teh! Mana ada cowok yang enggak baper dekat sama Ratu? Situ harusnya sadar siapa Ratu. Dia siswi favorit. Anaknya friendly, care sama siapa pun. Jadi jangan berharap banyak bakal ditaksir sama dia kalau nggak mau nasib situ kayak cowok-cowok lain yang berakhir patah hati. Gitu-gitu, selera Ratu nggak seburuk situ. Yang harusnya jadi pacar Ratu tuh saya!"
Syailendra tertegun. Ada kalimat yang sedikit mengganggu pikirannya; dia emang friendly. Entah kenapa hal itu membuat Syailendra merasa terganggu.
"Kali aja Ratu teh kasihan sama situ. Situ kan terkucilkan selama ini. Nggak punya teman. Hahahah!" Galih tertawa, membuat dua temannya ikut tertawa.
"Ya mending kalau kasihan. Gimana kalau si cupu ini cuma dimanfaatin sama Ratu? Kasihan banget nggak sih?"
Tangan Syailendra mengepal, buku-buku jarinya memutih. Tak bisa lagi menahan diri, ia ambil kerah baju Galih dan mencengkeramnya erat-erat. "Jaga mulut kamu. Saya nggak serendah itu!"
"Terus apa? Lebih rend—akh!" Galih semakin tercekik.
"Eh, udah! Syai!"
Suara yang berasal dari arah belakang itu membuat Syailendra menoleh ke balik bahu. Tampak Ratu yang tengah berlari ke arahnya dengan langkah terburu.
"Jangan bertengkar!" lerai Ratu.
Syailendra amati wajah cantik itu. Ratu melepaskan tangannya dari seragam Galih, membuat Galih pura-pura kesakitan agar ditolong oleh Ratu.
"Aduh, sakit. Parah banget dia. Aku hampir mati karena kehabisan nafas," kata Galih mengiba.
Alih-alih memerhatikan Galih, Ratu malah menarik tangan Syailendra agar menjauh dari cowok itu. Barulah setelahnya ia tatap wajah memelas Galih.
"Aku tau siapa kamu ya, Gal. Kalau kamu nggak mulai duluan, pasti Syai nggak bakal gitu!"
"Lho, kok malah belain dia sih? Yang dekat sama kamu tuh aku! Aku berhak, dong, ngasih pelajaran sama cowok yang udah godain kamu?!"
"Nggak. Dekat bukan berarti kamu harus ngatur aku ini itu. Kita nggak punya komitmen. Cuma dekat biasa. Nggak lebih!" sentak Ratu.
Belum sempat Galih menjawab, Ratu menarik tangan Syailendra duluan menuju lantai dua. Tidak disangkal, omongan Galih barusan membuat ia kepikiran.
Setelah sampai di lantai dua, tepatnya di jalan menuju kelas Ratu, barulah Ratu melepaskan tangannya dari Syailendra.
"Tadi kamu habis ngapain sama Galih?"
Syailendra tidak menjawab. Ia ambil modul di dalam tasnya, lalu ia serahkan ke tangan Ratu.
"Ah, makasih ya. Nanti aku mau pelajari ini sama Sasa di kelas."
"Sama-sama."
Sambil menyimpan buku tersebut ke dalam tas, Ratu berkata, Jawab dulu pertanyaan aku. Tadi kamu ngapain sama si Galih? Galih ngomong apa sama kamu?"
Syailendra menghela napas, sebelum akhirnya menjawab, "Dia nyuruh aku buat enggak terlalu kepedean dekat sama kamu. Katanya, dia yang harusnya jadi pacar kamu."
Ratu terkesiap mendengarnya. "Jahat banget sih Galih. Terus kamu percaya?"
Syailendra mengangkat bahu. Ratu ambil tangannya, lantas menggenggamnya erat. "Aku nggak seburuk yang mereka pikir. Mereka aja yang baper dan anggap hubungan aku sama mereka tu spesial. Padahal akunya biasa aja."
Syailendra terdiam. Bingung mau merespon apa.
"Pokoknya kamu buang yang buruk-buruk, ambil yang baiknya aja. Aku nggak mau ini sampai mempengaruhi penilaian kamu ke aku. Okay? Kita mau lomba, lho. Jangan sampai konsentrasi kita terpecah gara-gara ini."
"Ya udah. Aku percaya." Syailendra akhirnya mengangguk. Lagi pula apa pedulinya? Mau Ratu pacar siapa pun, ia tidak ada urusannya dengan itu. Toh mereka hanya 'teman'. Kenal pun baru beberapa hari.
"Kamu jangan dengarin mereka yang ngomong jelek-jelek tentang aku. Jangan jauhin aku gara-gara ini ya? Aku takut kamu minder dan—"
"Enggak, aku nggak akan minder. Kamu tenang aja," kata Syailendra, yang mana ucapannya itu mampu membuat senyum Ratu kembali hadir.
"Thanks ya. Oh, ya, kamu udah sarapan?" tanya Ratu.
"Belum."
Maka Ratu keluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Susu coklat kotak dan satu bungkus cheese cake. Sembari mengulur senyum hangat, ia serahkan makanan tersebut ke tangan Syailendra.
"Buang kamu!" serunya.
Dahi Syailendra mengerut, tampak bingung. "Lho, kenapa dikasih ke aku? Terus kamu sarapan sama apa?"
"Ini emang buat kamu. Tadi aku udah sarapan."
Mendengar hal itu membuat dada Syailendra menghangat. Lupa ia perkara yang diucapkan Galih tadi. Maklum, selama ini dirinya tidak pernah mendapat perhatian dari siapa pun. Sejak kenal Ratu ia merasa kehadirannya 'lebih dianggap'.
"Makasih," sahut Syailendra pelan.
"Jangan lupa sarapan ya. Sana balik ke kelas kamu. Nanti bel keburu bunyi. Papay, sampai jumpa pulang sekolah nanti!" kata Ratu sambil mempuk-puk puncak kepala Syailendra.
Dan setelahnya Ratu berlalu dari hadapan Syailendra sambil sesekali menoleh ke belakang untuk melambaikan tangan. Syailendra mematung di tempat. Ia pandangi punggung Ratu yang semakin mengecil ditelan jarak. Debaran jantung Syailendra makin kencang tak terkendali.
Kini Syailendra baru menyadari, jika ia ... telah jatuh hati pada gadis cantik bernama Ratu tersebut.
Entah sejak kapan.