Berawal dari ganti rugi, pertengkaran demi pertengkaran terus terjadi. Seiring waktu, tanpa sadar menghadirkan rindu. Hingga harus terlibat dalam sebuah hubungan pura-pura. Hanya saling mencari keuntungan. Namun, mereka lupa bahwa rasa cinta bisa muncul karena terbiasa.
Status sosial yang berbeda. Cinta segitiga. Juga masalah yang terus datang, akankah mampu membuat mereka bertahan? Atau pada akhirnya hubungan itu hanyalah sebatas kekasih pura-pura yang akan berakhir saat mereka sudah tidak saling mendapatkan keuntungan lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Suasana malam terasa hening. Hanya ada Pak Faiz dan Lily. Brian baru pulang saat malam hampir larut. Padahal lelaki itu hendak menginap, tetapi ada hal yang mesti diurus.
"Lily, kamu sudah tidur?"
"Belum, Yah. Aku tidak bisa tidur."
"Kenapa?" Pak Faiz menarik putrinya hingga gadis tersebut tiduran di atas dada bidang sang ayah. Dengan lembut Pak Faiz mengusap puncak kepala putrinya. Penuh dengan kasih sayang.
"Tidak tahu, Yah."
Pak Faiz tersenyum sambil terus mengusap puncak kepala putrinya. Gadis itu merasa sangat nyaman dan langsung memejamkan mata.
"Besok kamu jadi bertemu dengan Pak Anggara?"
"Jadi, Yah. Di restoran depan. Aku tinggal sebentar tidak apa ya, Yah."
"Tidak papa." Pak Faiz diam. Merasa ragu. Namun, ia tidak bisa menyembunyikan apa pun dari putrinya. "Lily, apa kamu tahu kalau Pak Anggara adalah papanya Nak Brian."
Ucapan Pak Faiz seketika membuka mata Lily yang barusan sudah terpejam. Bahkan, gadis itu sampai mengangkat kepala.
"Pak Anggara itu papanya Om Tampan?" tanya Lily memastikan. Pak Faiz mengangguk cepat. "Kenapa Pak Anggara tidak bilang padaku."
"Mungkin beliau belum ingin mengatakan padamu. Atau bisa jadi Pak Anggara tidak tahu kalau kamu dan Nak Brian itu dekat," sahut Pak Faiz.
Lily hanya terdiam. Entah mengapa mendengar kenyataan itu membuat hati Lily meragu. Ia merasa yakin kalau Tuan Regardian sudah tahu tentang kedekatannya dengan Brian.
"Coba besok aku tanya pada Pak Anggara. Yah ...." Lily ragu. Pak Faiz kembali merangkul putrinya. Ia paham apa yang dirasakan oleh Lily.
"Besok kamu temui lah Pak Anggara. Kamu katakan saja yang sebenarnya. Kalau memang hubunganmu dengan Nak Brian harus berakhir, tidak apa. Memang kalian belum berjodoh." Pak Faiz berusaha menenangkan putrinya.
"Iya, Yah."
"Sekarang tidurlah. Ayah juga sudah mengantuk." Pak Faiz memejamkan mata. Lily pun melakukan hal yang sama. Walaupun sulit, Lily tetap berusaha untuk tertidur. Tidak ada setengah jam berlalu, terdengar dengkuran halus dari Lily. Gadis tersebut sudah terlelap. Pak Faiz membuka mata. Ia tidak bisa tidur karena memikirkan putrinya.
***
Jam sudah menunjuk pukul delapan pagi. Lily menunggu di depan restoran tempat ia janji temu dengan Tuan Regardian. Hampir lima belas menunggu, tampaklah Tuan Regardian berjalan bersama dengan Ardi. Melihat kedatangan pria paruh baya itu, Lily sedikit membungkuk hormat. Ia sadar harus bersikap seperti apa, menilik Tuan Regardian bukanlah orang sembarangan.
"Kamu mau makan apa?" tanya Tuan Regardian setelah mereka duduk di dalam restoran.
"Terserah saja, Pak. Saya pemakan segala." Lily berseloroh untuk memudarkan kegelisahan hatinya. Lihat saja, Tuan Regardian tersenyum mendengar jawaban Lily. Ia pun meminta Ardi untuk memesankan makanan.
"Bagaimana dengan ayahmu? Apa sudah diperbolehkan pulang?" tanya Tuan Regardian membuka obrolan.
"Sudah banyak perubahan. Mungkin nanti sore kalau tidak besok pagi sudah diperbolehkan pulang," sahut Lily. Ia menghabiskan makanan dengan cepat. Bukan karena kelaparan, tetapi ia ingin mengobrol hal penting dengan pria itu.
"Kenapa buru-buru?" tanya Tuan Regardian.
"Emmm, Pak. Sebenarnya ada hal yang ingin saya tanyakan kepada Anda." Lily meragu. Namun, ia tidak bisa membiarkan hal itu mengganjal di hati.
"Katakan saja."
"Pak, saya mau tanya. Bapak 'kan Pak Anggara. Apa Anda pemilik Anggara Group?" tanya Lily. Sengaja tidak menyebut nama Brian.
Tuan Regardian terkekeh. "Kamu tahu soal Anggara Group? Kamu salah orang. Namaku memang Anggara, tapi bukankah nama Anggara bukan hanya milik satu keluarga saja," jelas Tuan Regardian.
Lily diam. Hatinya merasa kecewa. Ternyata, Tuan Regardian sengaja berbohong padanya. "Maaf, Pak. Kenapa Bapak tidak mengatakan yang sejujurnya saja kalau Anda adalah pemilik Anggara Group dan juga ...."
Tuan Regardian mengerutkan kening saat Lily diam dalam waktu yang cukup lama. "Apa?"
"Anda adalah papanya Om Tampan."
"Siapa Om Tampan?"
"Eh, maksud saya. Tuan Brian."
"Loh, kamu kenal putraku?" tanya Tuan Regardian berpura-pura terkejut.
Lily mengangguk cepat. "Iya, Pak. Saya sudah mengenal Tuan Brian sejak beberapa bulan yang lalu."
"Apa kamu kekasihnya?" tanya Tuan Regardian.
Lily menggeleng lemah. Ia tidak bisa mengakui hubungannya dengan Brian di depan Tuan Regardian. Bukankah hubungan mereka hanyalah sebatas pura-pura. Apalagi, perjanjian itu hampir usai sekitar tiga bulan lagi.
"Lalu, kok kamu bisa kenal dengan putraku?"
"Kami bertemu dengan tanpa sengaja waktu itu, Pak."
"Oh, aku pikir kamu adalah kekasih putraku. Brian ini selalu menolak saat aku menjodohkannya. Padahal aku selalu memilih gadis yang cantik, cerdas dan tentu saja berkelas. Dari kalangan atas pastinya." Ucapan Tuan Regardian berhasil meremukkan hati Lily. "Saat pesta kemarin, Brian bilang kekasihnya akan datang. Jika tidak datang maka dia bersedia menerima perjodohan dariku."
"Apa kekasihnya datang?" tanya Lily ragu. Bukankah waktu itu Brian mengajaknya ke pesta.
"Tidak."
Wajah Lily menyiratkan kesedihan. Bukankah itu berarti Brian harus menerima perjodohan yang sudah ditetapkan oleh sang papa. Seharusnya Lily sadar diri bahwa ia tidak akan mungkin bisa bersanding dengan Brian. Mereka sangatlah berbeda jauh.
Brian berasal dari golongan kelas atas. Sementara ia? Ahhh, bahkan Lily lebih pantas menjadi pelayan di rumah Brian.
"Hei, kenapa kamu diam? Apa ada masalah?" tanya Tuan Regardian mengejutkan Lily.
Lily tergagap, ia memaksa menunjukkan senyumnya. "Ti-tidak, Pak."
"Setelah ini aku ingin menjenguk ayahmu lagi." Tuan Regardian menangkup sendok lalu mengusap bibirnya dengan tisu. "Apa boleh?"
"Tentu saja boleh, Pak. Ayo."
Mereka bertiga bangkit dari duduk. Namun, saat Lily berbalik hendak pergi, wajahnya terbentur dada bidang seseorang. Ia mengaduh lalu mendongak. Betapa terkejutnya Lily saat melihat Brian yang berdiri di depannya.
"Om Tampan? Kok di sini?"
Brian tidak menyahut. Ia justru menarik Lily dan menyuruhnya berdiri di belakang tubuhnya. Seolah melindungi gadis itu dari orang jahat. Melihat apa yang dilakukan oleh putranya, Tuan Regardian menunjukkan senyuman sinis.
"Untuk apa kamu mengajak Lily bertemu? Jangan pernah membuat masalah! Aku tidak mau kamu ikut campur dengan hidupku!" gertak Brian. Mendengar nada bicara Brian, seketika Lily terdiam. Sepertinya hubungan kedua orang itu tidak cukup baik.
"Jadi, dia adalah gadis yang kamu suka? Lily, apa kamu berbohong padaku? Jangan-jangan kalian berdua memiliki hubungan, tapi kamu tidak mengatakan yang sejujurnya." Tuan Regardian tersenyum licik. Apalagi saat melihat kegugupan di wajah Lily.
Brian berbalik dan menatap Lily dengan tajam. "Kamu ...."
"Om, maaf. Gue harus pergi sekarang." Lily berbalik dan hendak berlari pergi, tetapi Brian menahan langkah gadis tersebut. Brian bisa merasakan tubuh Lily yang bergetar. Dengan segera ia memeluk gadis tersebut dengan erat.
"Tetaplah di sini. Jangan pergi dariku."