Tanggal pernikahan sudah ditentukan, namun naas, Narendra menyaksikan calon istrinya meninggal terbunuh oleh seseorang.
Tepat disampingnya duduk seorang gadis bernama Naqeela, karena merasa gadis itu yang sudah menyebabkan calon istrinya meninggal, Narendra memberikan hukuman yang tidak seharusnya Naqeela terima.
"Jeruji besi tidak akan menjadi tempat hukumanmu, tapi hukuman yang akan kamu terima adalah MENIKAH DENGANKU!" Narendra Alexander.
"Kita akhiri hubungan ini!" Naqeela Aurora
Dengan terpaksa Naqeela harus mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih demi melindungi keluarganya.
Sayangnya pernikahan mereka tidak bertahan lama, Narendra harus menjadi duda akibat suatu kejadian bahkan sampai mengganti nama depannya.
Kejadian apa yang bisa membuat Narendra mengganti nama? Apa penyebab Narendra menjadi duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 - Hukuman dari Narendra
"I-ini ti ..."
"Maksud kamu apa dia sudah menjadi milikmu? Apa yang sudah kalian lakukan di rumah saya, hah?" Tatapan tajam, raut wajah yang dingin, mata yang merah begitu ketara sekali di muka Narendra. Baru sampai sudah disuguhkan pemandangan yang membuatnya marah.
"Mas ini tidak ..."
"Masa begitu saja kamu tidak tahu? Kita ini bukan anak kecil lagi, kita ini sudah dewasa dan tentunya paham betul sebuah hubungan, jadi tidak salahkan kalau kita sudah saling memiliki?" tutur Fadhil memperkeruh keadaan.
"Kamu bicara apa, Fadhil? Jangan membuat opini seolah kita berhubungan. Aku tidak pernah melakukannya dan kita sudah tidak ada lagi memiliki hubungan sejak aku memutuskannya," timpal Naqeela ingin meluruskan maksud dari ucapan Fadhil. Dia takut Narendra semakin marah, dia takut pria itu murka padanya dan tentunya dia tidak ingin Narendra salah paham.
"Ya ampun Naqeela, kamu malah berbohong. Lalu apa maksud dari perkataan kamu di telpon tadi yang bilang suruh aku kesini mumpung suami kamu tidak ada? Bukannya kamu tidak suka dengan pernikahan ini, ayo kita pergi dari sini. Aku tahu kamu terpaksa 'kan?"
Tatapan Narendra pada Naqeela begitu tajam. "Jadi ini perlakuan kamu dibelakang saya? Masih memiliki hubungan dengan pria itu dan bahkan sekarang membawanya ke rumah saya? Menjijikan," balas Narendra menatap benci pada Naqeela.
Gadis itu berlari menghampiri Narendra, dia berjongkok dihadapan pria itu. "Kamu harus percaya sama aku, aku tidak salah. Justru aku sedang menunggu kamu di sini, aku ketiduran, dan dia tiba-tiba datang. Aku sendiri tidak tahu darimana dia tahu alamat rumah ini, tapi aku berani bersumpah tidak pernah menghubungi dia dan aku mohon jangan percaya sama ucapannya." Ia berusaha meyakinkan Narendra meski dirinya tidak yakin pria itu akan mempercayai. Selama ini, Narendra tidak pernah mau percaya padanya dan dimatanya ia selalu saja salah.
Lelehan air mata kesedihan pun tetes demi tetes turun membasahi wajah cantiknya. Hatinya gelisah, pikirnya sedang bingung mesti membuktikannya dengan apa supaya Narendra percaya.
"Ngapain kamu memohon pada orang yang tidak mengenal kamu, Na? Aku tahu betul siapa kamu luar dan dalam. Aku tahu pasti semua yang ada dalam diri kamu."
"Diam! Kamu tidak tahu aku dan tidak pernah tahu semua yang ada dalam diriku, jangan pernah sekalipun menuduhku, Fadhil!" Naqeela marah, ia kecewa Fadhil bisa memberikan fitnah ini padanya.
"Kamu yang diam, Naqeela! Saya sudah berbaik hati membiarkan kamu tinggal disini, menjadikan kamu istri saya, tapi kamu malah menjalin hubungan dengan pria itu. Seberapa murahannya kamu sampai berani memasukkan pria kedalam rumah suami kamu sendiri? Apa ini yang sering kamu lakukan sebelum dengan saya? Berapa banyak pria yang sudah kamu bawa?"
Deg.
Tubuh Naqeela menegang, hatinya tersayat sakit tatkala Narendra berucap seakan menuduhnya wanita hina. Dibalik itu semua ada tatapan mata dengan hati tersenyum menyeringai.
"Kamu menuduhku?" ujarnya begitu lirih.
"Kamu lihatlah dia, dia tidak menginginkan kamu, hanya aku yang bisa menerima kamu dengan lapang dada dan apa adanya. Ayolah kita pulang dan kita lanjutkan niat kita menikah." Fadhil menambah bara api di sana tanpa peduli dengan Naqeela yang semakin tersudut.
"Kita sering banget loh menginap dalam atap yang sama, tidur bersama, saling ..."
"Diam kamu! Lebih baik kamu pergi dari sini! Dan kamu," tatapan Narendra pada Naqeela, "masuk kedalam! Cepetan!" sentaknya.
Naqeela tercengang, dia pikir Narendra akan mengusirnya, tapi ternyata malah menyuruhnya masuk kedalam.
"Kenapa Anda malah membiarkan wanita murahan ini masuk? Tadi Anda lihat bagaimana kita saling menghangatkan 'kan?" Fadhil kira Narendra akan langsung menceraikan Naqeela, tapi rupanya dia salah sangka.
"Terus kalau kalian pernah saling menghangatkan saya harus apa? Membiarkan dia kembali pada pria seperti mu? Saya tahu Naqeela sudah berbuat salah, tapi saya tidak akan pernah membiarkan dia keluar dari rumah ini sampai semua hukumannya selesai. Jadi silahkan Anda pergi dari sini sekarang juga atau saya laporkan kamu ke satpam depan!" Tangannya menunjuk pintu mempersilahkan Fadhil keluar.
"Anda tetap mempertahankan dia meski dia sudah saya pakai?"
"Pergi, sialan!!!" bentakan Narendra kali ini begitu kencang, tegas, dan matanya juga menyiratkan kemarahan.
"Ok, ok, kali ini saya akan pergi, tapi lain kali saya akan datang lagi membawa dia pergi dari sini." Langkah Fadhil mulai bergerak mendekati pintu. Niatnya gagal, padahal itu adalah rencana bagus menurutnya, tapi ternyata tidak semudah itu membuat Narendra melepaskan Naqeela.
Kursi roda roda Narendra bergerak, namun kembali terhenti. "Saya ingin bicara sama kamu, di kamar saya sekarang juga!"
*****
Meski dalam kebingungan,
Naqeela tetap masuk kesana dan dengan takut mendekati Narendra yang sedang berada di dekat jendela kaca.
"A ..."
"Bukan berarti saya tidak akan menghukum kamu."
"Tapi aku tidak bersalah, aku tidak merasa melakukan apapun dan aku tidak pernah melakukan sesuatu seperti yang dia tuduhkan, tolong percaya sama aku."
"Mana bisa saya percaya sama orang seperti kamu sedangkan kita tidak saling mengenal. Saya tidak mau tahu, kamu akan saya hukum." Narendra membalikkan badannya beserta kursi rodanya. Tatapannya langsung tertuju pada Naqeela.
Gadis itu menunduk takut, kedua tangannya saling bertautan gugup dengan keringat sudah membasahi tubuhnya.
"Bagian mana saja yang sudah dia sentuh?"
Deg.
Kepala Naqeela yang tadinya menunduk seketika terangkat dan langsung saling bertatapan dengan Narendra. "Ka-kamu ..."
"Saya tanya bagian tubuh mana yang sudah dia sentuh?"
"Itu ... Aku ..." Naqeela gugup, dia tidak tahu harus menjawab apa sebab tadi Fadhil hanya memeluknya saja.
Grep.
Tangan Naqeela ditarik kedepan sehingga tubuhnya berada dalam pangkuannya Narendra.
"Eh, a ... Hmm lepaskan aku," pinta Naqeela merasa tidak nyaman berada dalam dekapan Narendra.
"Kenapa? Kamu tidak suka? Bukannya tadi kamu dan dia sudah saling berhubungan 'kan? Kenapa dengan saya kamu tegang dan menolak?"
"A-aku tidak me-me ..."
"Me apa? Menolak? Menungguku? Atau mau melayaniku?"
"Dan sebagai hukuman atas apa yang telah kamu lakukan dengan dia, kamu harus ..." Narendra sengaja menjeda ucapannya.
"Tidur dengan saya!"
Hah!