Gadis Kesayangan Om Tampan

Gadis Kesayangan Om Tampan

Bab 01

"Lily ... dalam lima menit elu harus udah sampai!" 

"Elu gila! Gimana bisa ...." 

Tut Tut Tut 

Panggilan itu terputus begitu saja. Gadis itu menggeram marah. Melihat jam di layar ponsel yang sudah beralih angka.

Ini benar-benar gila! 

Ia tidak mungkin sampai di toko hanya dalam waktu lima menit apalagi harus dengan mengayuh sepeda butut. 

Lily ... semakin elu banyak berpikir, maka elu akan semakin telat! 

Gadis itu menggeleng cepat. Bisikan itu membuat Lily dengan segera naik sepeda dan mengayuh sekuat tenaga. Jika terlambat maka bisa saja ia akan mendapat pesangon dan tidak diizinkan bekerja lagi. Bekerja selama lima tahun, ia sudah paham seperti apa bosnya. 

Sembari mengayuh cepat, gadis itu melirik jam tangan yang terus berputar. Waktunya semakin mepet, sepertinya sudah jelas bahwa ia akan terlambat. Namun, apa salahnya mencoba. Barangkali Dewi Fortuna berpihak padanya. Begitulah batinnya berusaha meyakinkan. 

"Aaaaaaaaa!!!" Teriakan Lily terdengar melengking. Bersamaan dengan itu ia jatuh bersama sepedanya. Tubuhnya bersimpuh di atas aspal. "Sial!" 

Lampu mobil di depan Lily mendadak padam. Tepat ketika itu pintu mobil terbuka dan seorang pria tampan keluar dari pintu bagian sopir. Saat melihat ada goresan di mobil mewah itu, seketika Lily menelan ludah. Ini mobil mewah, sudah pasti pemiliknya bukan dari kalangan biasa. 

Lily bergegas bangkit lalu membungkuk dengan sangat dalam. "Maaf, Pak. Saya tidak sengaja. Saya benar-benar tidak sengaja." 

Batin Lily gelisah. Bagaimana ia mengganti rugi goresan itu. Pasti harganya tidaklah murah. 

"Sengaja atau tidak sengaja. Anda tetap harus mengganti rugi, Nona." Pria itu berbicara tegas. Lalu berjalan mendekati mobil. Membuka pintu belakang dan seorang pria tampan terlihat keluar dari sana. 

Bola mata Lily membulat penuh. Bibirnya melongo melihat pria dengan sejuta pesona itu.  

"Dia seperti seorang dewa. Tampan sekali." Lily bergumam lirih. Mengagumi pria yang sudah berdiri tegak di depannya. Pria itu hanya tersenyum sinis saat melihat respon Lily tadi. 

"Heh!" dengkusnya. "Apa kamu menggunakan trik murahan untuk mencoba merayuku? Jangan harap, Nona." 

Mendengar itu, seketika kekaguman tadi lenyap entah ke mana. Tatapan Lily beralih menjadi sengit. 

"Elu bilang apa? Mencoba merayu elu? Jangan narsis! Gue bukan wanita murahan!" bantah Lily. Tangannya berkacak pinggang menantang. 

"Jangan lancang, Nona. Apakah Anda tahu kalau dia adalah ...." Pria pertama tadi terdiam saat ditahan oleh atasannya. 

"Apa? Elu mau bilang kalau dia adalah seorang direktur dari perusahan ternama di negara ini?" ujar Lily sembari tersenyum meledek. "Kalau begitu, kenapa tidak sekalian kita menikah. Biar seperti alur novel. Putri miskin menikahi pria kaya. Hahaha." Lily tergelak keras. Membuat kedua pria itu tersentak kaget. 

"Bagaimana kalau memang itu benar-benar terjadi?" tanya Pria tampan itu. Bukannya diam, Lily justru makin tergelak keras. 

"Enggak akan mungkin!" 

Ponsel Lily berdering. Saat melihat nama sahabatnya tertera di layar, seketika Lily menepuk kening. 

"Mampus gue! Gue udah telat! Gue harus pergi sekarang." Lily mengambil pulpen. Menarik tangan pria tampan di depannya dan menuliskan beberapa angka. "Ini nomor ponsel gue, elu tenang aja gue bakal ganti rugi." 

"Jangan kabur!" 

"Gue enggak akan kabur." Lily mendirikan sepedanya. "Gue udah telat kerja. Gue harus pergi sekarang. Elu bisa hubungi gue tentang masalah ganti rugi." 

Lily pun menaiki sepeda itu. Menatap sekilas jam di tangannya. "Gue pergi dulu, Om Tampan." 

Gadis itu mengayuh sepeda sambil melambaikan tangan. Meninggalkan kedua pria itu yang masih bergeming di tempatnya. 

"Yosep, apakah aku terlihat tua? Berani sekali dia memanggilku dengan sebutan Om." 

"Tuan Brian, jangan memikirkan ucapan gadis itu. Tapi menurut saya, umur tiga puluh tiga memang sudah waktunya menikah," kata Yosep menahan tawa.

"Kamu berani padaku? Apa kamu mau aku memotong ...."

"Jangan, Tuan. Saya hanya bercanda saja." Yosep segera meminta maaf. Lalu membuka pintu belakang dan menyuruh Brian masuk. Tidak ingin pembicaraan tadi semakin panjang kali lebar. Bisa-bisa gajinya benaran dipotong. 

***

"Lilyyyyyyyy!!! Bukankah sudah gue bilang kalau elu—" 

"Diem dulu! Gue mau minum. Capek!" Lily mengambil botol minum dan menenggaknya segera. Lalu terduduk lemas. 

"Pak Rama belum manggil gue, 'kan?" tanya Lily saat napasnya sudah stabil. 

"Elu beruntung. Pak Rama belum dateng." 

Huhhh. Lily mengembuskan napas lega. Setidaknya ia bisa sedikit terlepas dari bosnya yang begitu disiplin dan tepat waktu. Kalau sampai ketahuan terlambat maka ia benar-benar akan mendapatkan pesangon. 

"Nes, gue mau cerita sama elu. Nasib gue lagi sial banget hari ini." 

"Kenapa?" 

Lily pun menceritakan yang barusan terjadi kepada Ines—sahabatnya. Hal itu pun membuat Ines terbengong sekaligus bingung mau merespon seperti apa. 

"Biasa aja!" Lily menepuk pipi Ines untuk membuat gadis itu tersadar. 

"Elu yakin, pria itu tampan?" tanya Ines tidak percaya. 

"Ya, walaupun sedikit tua. Tapi wajahnya tampan. Kulitnya putih bersih tanpa ada jerawat satupun," ujar Lily bersemangat. 

"Lalu?" 

"Lalu, Lalu. Lalu sekarang gue bingung kalau dia minta ganti rugi. Gue dapat uang dari mana? Elu tahu, gaji gue aja cuma tiga juta dan itu selalu habis." 

"Ya elu bisa nyari kerja sampingan. Ada kerja mudah dengan bayaran yang besar," kata Ines sambil berusaha menahan tawa. 

Melihat itu, Lily pun menatap sahabatnya dengan curiga. Sepertinya ada yang tidak beres. 

"Kerja apa? Jangan bilang ...." 

"Elu tahu apa yang gue pikirkan? Hahaha. Aduhh!" Ines tersentak ketika Lily sudah mendorong keningnya cukup keras. 

"Gue benci punya sahabat bangs*t kayak elu!" Lily berdecih sebal. Ia dan Ines sudah terbiasa bertengkar seperti ini. Jadi, mereka sudah paling paham karakter satu sama lain. 

"Ehm!" 

Obrolan mereka terhenti ketika mendengar dehaman dari arah pintu. Keduanya membulatkan mata penuh ketika melihat siapa yang datang. 

"Pak Rama." Mereka memanggil bersamaan. 

"Aku membayar kalian bukan untuk mengobrol. Kalau kalian sudah tidak mau bekerja maka—"

"Kami bekerja sekarang." 

Kedua gadis itu pun segera melakukan pekerjaan, sedangkan Rama segera masuk ke ruangannya. Baru saja duduk, tiba-tiba ada sebuah panggilan masuk. Bibirnya tersenyum simpul saat melihat siapa yang sedang memanggilnya saat ini. 

"Hallo, Tuan Brian. Tumben sekali Anda menghubungi saya?" sapa Rama sambil menahan senyumnya. 

"Rama ... jangan membuatku muak!" 

"Baiklah, baiklah. Sekarang katakan apa yang kamu mau, sahabatku?" 

"Aku membutuhkan satu bucket bunga yang simpel tapi elegan. Antarkan ke kantorku sekarang."

"Apa kamu mau melamar seseorang?" 

"Aku tidak suka kamu banyak bicara. Apa kamu ...." 

"Baiklah. Aku akan menyuruh karyawanku segera mengantar ke sana." 

Panggilan itu pun terputus. Rama lalu keluar ruangan dan berjalan mendekati Lily yang sedang mengurus beberapa bunga. 

"Lily, antar bucket itu sekarang juga." 

"Tapi, Pak  ... bucket itu." 

"Aku tidak menyuruhmu untuk melawan perintahku." 

"Baiklah saya berangkat sekarang." 

Terpopuler

Comments

Eli Aryanti

Eli Aryanti

Sepertinya ceritanya menarik

2025-04-16

1

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻

🤭🤭🤭

2025-04-10

1

Anna Adjah

Anna Adjah

kayaknya seru thor

2025-04-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!